Arcandra Tahar Ungkap Lima Faktor Penyebab Tingginya Harga Minyak

Muhamad Fajar Riyandanu
10 Juni 2022, 16:44
harga minyak, arcandra tahar
ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar
Petugas beraktifitas di sekitar Rig (alat pengebor) elektrik D-1500E di Daerah operasi pengeboran sumur JST-A2 Pertamina EP Asset 3, Desa kalentambo, Pusakanagara, Subang, Jawa Barat, Selasa (4/2/2020).

Harga minyak dunia masih berada di atas US$ 120 per barel. Per hari Jumat (10/6) siang, Brent berada di level US$ 122,06 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) US$ 120,53 per barel. Mantan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar menjelaskan ada lima faktor yang mempengaruhi tingginya harga minyak.

Faktor pertama yakni perang Rusia dan Ukraina yang menyebabkan pasokan ke pasar berkurang. Sebagai produsen minyak nomor tiga terbesar di dunia, Rusia memasok sekitar 11% dari kebutuhan minyak global. Dari pasokan ini, sekitar 4% digunakan untuk ekspor ke negara lain.

Akibat perang tersebut, Rusia dikenakan sanksi untuk tidak mengekspor minyak mentahnya. Kalaupun ada, tentunya tidak melalui mekanisme pasar wajar dan jumlahnya terbatas. Terhentinya ekspor minyak Rusia ini juga menjadi persoalan karena tidak mudah untuk menghentikan produksi dari lapangan yang sedang berproduksi.

"Sebab dalam banyak pengalaman, ketika sebuah lapangan dihentikan operasinya, selain butuh biaya mahal untuk memulai kembali kegiatan produksi, kemungkinan produksi minyak turun sangat terbuka. Inilah yang menjadi tantangan Rusia saat ini," kata Arcandra, Kamis (9/6), melalui akun Instagramnya @arcandra.tahar.

Akibatnya, sanksi yang dikenakan ke Rusia berakibat pada berkurangnya kegiatan drilling (pengeboran) sehingga menyebabkan tertundanya berbagai proyek untuk menaikkan produksi dan berkurangnya akses terhadap peralatan dan teknologi.

"Dapat dibayangkan ketika nanti krisis Rusia-Ukraina berakhir, produksi minyak Rusia bisa anjlok sementara kebutuhan minyak meningkat, maka harga minyak dunia bisa lebih tidak terkendali lagi," sambung Archandra.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
A post shared by Arcandra Tahar (@arcandra.tahar)

Faktor kedua yakni berkurangnya produksi minyak di negara-negara berkembang. Ini merupakan dampak kebijakan perusahaan minyak Amerika Serikat (AS) yang mengkonsolidasikan asetnya ke dalam negeri dan juga kebijakan dekarbonisasi yang membuat naiknya ongkos produksi.

Menurut Arcandra, hal Itulah yang menyebabkan sejumlah proyek migas milik Chevron, Exxon dan ConocoPhillips di banyak negara berkembang dijual, seperti di Nigeria, Thailand, Indonesia dan Malaysia.

Selain faktor optimalisasi produksi yang fokus ke lapangan dengan sumber migas besar, perusahaan migas AS juga mulai mengantisipasi dampak pemberlakukan pajak karbon di sejumlah negara.

Arcandra menilai, pajak karbon akan menjadi beban tambahan bagi perusahaan migas, walaupun akhirnya biaya itu akan kembali di bebankan kepada konsumen.

Akibat konsolidasi perusahaan minyak AS tersebut, tentunya produksi minyak di lapangan yang mereka tinggalkan di negara-negara berkembang akan menurun. Peralihan ke operator baru tidak serta merta akan mampu menjaga produksi minyak tetap sama. Faktor kemampuan manusia, teknologi dan dana akan sangat menentukan.

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...