Tiga Hari ARA, Sampai Kapan Lonjakan Saham Indofarma dan Kimia Farma?

Image title
23 Juli 2020, 19:31
saham, kimia farma, indofarma, vaksin virus corona
ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/hp.
Pekerja mengambil gambar pergerakan Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) dengan ponselnya di Bursa Efek Indonesia, Jakarta.

Reli kenaikan harga saham PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan PT Indofarma Tbk (INAF), terus berlanjut. Ini merupakan hari ketiga kenaikan harga saham dua emiten farmasi BUMN tersebut hingga menyentuh batas auto reject atas (ARA).

Sejak perdagangan hari ini, Kamis (23/7), dibuka, harga saham Kimia Farma langsung menyentuh level ARA, naik 24,77% ke Rp 2.670 per saham dan bertahan hingga perdagangan berakhir. Dua hari sebelumnya pun sama. Pada Selasa (21/7) harga saham ini naik 24,73% dan keesokan harinya naik 24,78%.

Senasib, saham Indofarma sejak perdagangan dibuka pagi ini langsung terbang ke batas ARA, naik 25% ke Rp 2.350 per saham. Pada Selasa saham ini naik 24,9%, sedangkan Rabu naik 24,92%. Dengan demikian selama pekan ini berjalan saham INAF telah melesat 109,82% sedangkan KAEF 108,59%.

Auto rejection merupakan penolakan secara otomatis dari sistem JATS terhadap penawaran jual dan/atau permintaan beli efek bersifat ekuitas akibat terlampauinya batasan harga atau jumlah perdagangan efek bersifat ekuitas yang ditetapkan bursa.

(Baca: Ditopang Sentimen Vaksin Covid-19, Rupiah Menguat ke Rp 14.580/US$)

Direktur Anugerah Mega Investama, Hans Kwee mengatakan kenaikan saham kedua emiten farmasi BUMN ini karena adanya uji coba klinis vaksin virus corona yang dikembangkan oleh PT Bio Farma (Persero) bekerja sama dengan perusahaan bioteknologi asal Tiongkok, Sinovac Biotechnology Co.Ltd.

Menurutnya, pelaku pasar menginginkan keuntungan dari kedua emiten farmasi tersebut, yang akan terlibat langsung sebagai distributor setelah vaksin diproduksi secara massal oleh Bio Farma.  

“Biofarma BUMN, jadi mereka akan kasih BUMN juga. Jadi sentimen positif buat saham-saham seperti INAF dan KAEF,” katanya kepada Katadata.co.id, Kamis (23/7).

Meski begitu, kata Hans, sentimen pasar perihal kemajuan penelitian vaksin ini tak berlangsung lama. Pasalnya vaksinnya belum tentu manjur 100%. Sebab probilitas kegagalannya juga besar yakni 42%. Terlebih jika pun vaksin ini terbukti bisa menyembuhkan Covid-19, proses produksinya masih lama.

(Baca: Biofarma, Kalbe hingga Eijkman Adu Cepat Uji Vaksin Covid-19)

Vaksin ini paling cepat diproduksi sekitar enam bulan, jika lolos uji klinis tahap ketiga akhir bulan ini. Itu sebabnya, ia mengingatkan agar pelaku pasar ekspektasinya tidak berlebihan. “Ini sentimen sesaat. Seluruh dunia juga lagi happy. Tapi hati-hati jangan berlebihan juga,” ujarnya.

Di sisi lain, Hans mengakui seluruh dunia sedang membutuhkan vaksin untuk meredam penyebaran virus corona. Jika vaksin ditemukan, menurutnya, bursa saham global akan menghijau, termasuk IHSG. “Intinya pasar akan menunggu vaksin. Kalau vaksin ada (IHSG) akan naik terus,” jelasnya.

Analis CSA Research Institute, Reza Priyambada, sependapat bahwa uji coba klinis tahap ketiga vaksin buatan Indonesia hanya sentimen sementara dampaknya kepada saham INAF dan KAEF.

Alasannya vaksin masih perlu beberapa tahapan untuk memastikan keakuratannya. “Saya prediksi sentimen ini paling bertahan sekitar dua mingguan,” katanya kepada Katadata.co.id.

(Baca: Kabar Vaksin Corona, Harga Saham Kimia Farma & Indofarma Melonjak 24%)

Reporter: Muchammad Egi Fadliansyah

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...