Peringatan HUT 43 Tahun Pasar Modal, Jumlah Investor Tembus 3 Juta
Bursa Efek Indonesia (BEI) hari ini, Senin (10/8) memperingati 43 tahun diaktifkannya kembali pasar modal Indonesia. Meski di tengah kondisi krisis akibat pandemi Covid-19, BEI menyampaikan minat investor untuk berinvestasi, terutama dari segmen investor lokal, tidak surut.
Direktur Utama BEI Inarno Djajadi mengatakan, jumlah investor Pasar Modal Indonesia yang tercatat pada PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per Juli 2020, yang terdiri atas investor saham, reksa dana, dan obligasi telah bertumbuh sebesar 22% dari tahun 2019 lalu, menjadi 3,02 juta investor.
Menariknya selama penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) jumlah investor ritel di pasar modal meningkat. Oleh karena itu BEI, bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan terus berupaya memulihkan kepercayaan publik kepada pasar modal selama era new normal.
“Angka investor ritel yang bertransaksi di bulan Juli tersebut berada di atas rata-rata investor aktif ritel sejak awal tahun 2020 yang sebanyak 65 ribu investor ritel,” kata Inarno melalui konferensi virtual memperingati HUT ke-43 pasar modal, Senin (10/8).
Adapun dari jumlah tersebut, 42% di antaranya merupakan investor saham. Pandemi pun tidak menyurutkan minat investor untuk bertransaksi saham. Hal ini terlihat dari jumlah rerata harian investor ritel saham yang melakukan transaksi sejak Maret sampai dengan Juli 2020 yang naik dari 51 ribu menjadi 93 ribu investor.
Ke depan, Inarno berharap pasar modal dapat selalu memberi layanan terbaik pada stakeholder untuk menjaga kepercayaan investor dan emiten serta memastikan pasar modal Indonesia terus berkembang di tengah pandemi Covid-19.
Sementara itu, Komisioner Otoritas Jasa Keuangan atau OJK Wimboh Santoso, mengatakan Penambahan investor di pasar modal menjadi 3 juta patut diapresiasi dan syukuri. Terlebih lagi investor ritel terus meningkat. “Masa pandemi masih bisa tumbuh stabil, dan peningkatan investor lokal yang terus meningkat,” katanya.
Itu sebabnya dia berharap sinergi antara OJK, Bank Indonesia (BI), Self Regulatory Organization (SRO) pasar modal, dan pemerintah terus diperkuat untuk mempercepat pemulihan pasar modal seperti sebelum adanya pandemi.
Oleh karena itu, menurut Wimboh, OJK dan BEI berupaya menumbuhkan kembali kepercayaan investor. Caranya meyakinkan investor maupun calon investor bahwa kebijakan-kebijakan yang selama ini dikeluarkan OJK maupun lainnya demi pasar modal yang lebih transparan, governance, dan memastikan perlindungan konsumen.
“Kita harus bersama meyakinkan publik untuk kembali menumbuhkan kepercayaannya di pasmod. Tidak dipungkri, beredarnya pemberitaan di pasar modal bisa mempengaruhi persepesi negatif dan tingkat kepercayaan masyarakat,” ujarnya.
Terlebih lagi, menurut Wimboh, relaksasi kebijakan yang dikeluarkan OJK selama masa pandemi ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing pasa modal. Di sisi lain, pasar modal harus menjawab harapan masyarakatuntuk menjadi salah satu pilar penopang perekonomian dan menjadi solusi pembiayaan publik.
“Ke depan tantangan perekonomian makin tidak menentu dan tantangan untuk membangkitkan sektor riil,” ujarnya.