Pasokan Berkurang, Harga Uranium Berpotensi Cetak Rekor

Hari Widowati
25 Januari 2024, 11:28
Pasokan uranium dunia berkurang sehingga harga bahan baku untuk reaktor nuklir ini berpotensi mencapai level tertinggi dalam 16 tahun terakhir.
Youtube Commodity Culture
Pasokan uranium dunia berkurang sehingga harga bahan baku untuk reaktor nuklir ini berpotensi mencapai level tertinggi dalam 16 tahun terakhir.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Produsen uranium terkemuka, Kazatomprom dari Kazakhstan, baru-baru ini menyatakan mereka kemungkinan tidak akan mencapai target produksi hingga 2025. Hal ini menyebabkan pasokan uranium dunia berkurang sehingga harga bahan baku untuk reaktor nuklir ini berpotensi mencapai level tertinggi dalam 16 tahun terakhir.

Kazatomprom menyebut gangguan produksi itu terjadi karena penundaan konstruksi dan tantangan terkait ketersediaan asam sulfat. Asam sulfat sangat penting dalam proses ekstraksi uranium karena digunakan untuk mencuci dan memulihkan uranium dari bijih mentah.

Kazatomprom menyumbang lebih dari seperlima produksi uranium dunia. Kazakhstan juga memproduksi 43% dari pasokan uranium dunia, bagian terbesar dari pasar global untuk logam berat.

Pengumuman Kazatomprom ini muncul ketika produsen-produsen besar lainnya sedang berjuang. Cameco yang berbasis di Kanada telah mengumumkan penurunan produksi, sementara Orano yang dimiliki oleh Prancis telah menutup operasinya di Nigeria.

"Kita baru saja keluar dari satu dekade kekurangan pasokan," ujar Guy Keller, manajer portofolio di perusahaan investasi dan penasihat Tribeca. Ia menambahkan bahwa defisit uranium akan terus berlanjut karena dunia berada di tengah-tengah program pembangunan reaktor terbesar dalam beberapa dekade.

Uranium adalah bahan utama dalam produksi tenaga nuklir dan permintaannya telah melonjak. Sejumlah negara mencoba untuk beralih dari bahan bakar yang menghasilkan karbon dan mengurangi ketergantungan mereka pada minyak dan gas Rusia, salah satu caranya dengan membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).

Sekitar 60 reaktor tenaga nuklir sedang dibangun di 17 negara dan 110 reaktor lainnya sedang dalam tahap perencanaan. Sebagian besar proyek yang sedang berjalan berada di Asia, khususnya Cina.

Pada konferensi perubahan iklim COP28, lebih dari 60 negara mendukung rencana untuk melipatgandakan kapasitas energi terbarukan global pada tahun 2030. Hal ini membuat energi nuklir kembali menjadi sorotan sebagai sumber daya alternatif.

Kurangnya pasokan membuat harga uranium melonjak ke level tertinggi dalam 16 tahun terakhir, menurut data yang disediakan oleh UxC. Uranium baru-baru ini diperdagangkan di sekitar US$106 per pon dan para analis memperkirakan harga akan terus menguat.

Citibank memperkirakan harga uranium akan mencapai rata-rata US$110 per pon pada tahun 2025. "Pendorong fundamental utama dari pasar bullish adalah penutupan tambang-tambang karena kelebihan produksi selama bertahun-tahun dan harga yang rendah," tulis UxC dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada Senin (22/1).

Jefferies juga bullish terhadap logam ini. "Dengan dinamika jangka pendek yang tetap mendukung, harga uranium tampaknya berada di jalur yang tepat untuk melampaui level tertinggi sepanjang masa pada Juni 2007 di US$136 per pon," tulis pialang tersebut dalam sebuah catatan riset.

Kekhawatiran Gangguan Pasokan Akibat Konflik Geopolitik

John Ciampaglia, CEO Sprott Asset Management, menyatakan kenaikan harga uranium juga dipengaruhi kekhawatiran terhadap pasokan karena Rusia berpotensi membalas dendam atas usulan undang-undang AS yang akan melarang impor uranium yang diperkaya dari Rusia.

Parlemen AS meloloskan RUU ini pada bulan Desember, sebagai upaya untuk menghukum Rusia atas perangnya di Ukraina. RUU ini harus disetujui oleh Senat sebelum dikirim ke meja Presiden AS Joe Biden untuk ditandatangani.

Rusia adalah produsen uranium terbesar keenam dan pengayaan terbesar, sebuah proses yang mempermudah pengambilan bahan bakar nuklir dari bijih uranium.

"Pertemuan faktor-faktor ini menyiapkan proyeksi defisit pasokan yang lebih besar di tahun-tahun mendatang dan potensi gangguan pada rantai pasokan bahan bakar nuklir," kata Ciampaglia kepada CNBC melalui email.

Akibatnya, negara-negara yang sangat bergantung pada tenaga nuklir mungkin perlu melakukan diversifikasi.

Prancis, yang memperoleh hingga 70% listriknya dari energi nuklir dan merupakan negara yang paling bergantung pada energi nuklir. Hingga saat ini, Prancis belum menerima pengiriman uranium baru dari Niger sejak kudeta tahun lalu. Ekspor uranium dari Niger, produsen ketujuh terbesar di dunia untuk logam ini, telah secara efektif dihentikan sejak kudeta militer pada bulan Juli.

"Jika situasi ini tidak terselesaikan, Prancis harus mencari sumber pasokan alternatif," kata Ciampaglia. Presiden Prancis Emmanuel Macron baru-baru ini melakukan perjalanan ke pusat-pusat produksi uranium di Kazakhstan, Mongolia, dan Uzbekistan untuk mencari kemitraan pasokan baru.

Namun, konsumen tidak mungkin merasakan dampak dari gangguan ini dalam waktu dekat. "Sebagian besar perusahaan listrik membeli bahan bakar berdasarkan kontrak jangka panjang, jadi mereka tidak mungkin mengalami guncangan seketika akibat kenaikan harga saat ini," kata Jonathan Hinze, Presiden UxC. Ia menambahkan bahwa ia tidak melihat ada dampak yang sangat merugikan bagi perusahaan listrik dan harga listrik dengan kenaikan harga uranium ini.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...