Bisnis Serba Digital (2): Apa dan Siapa?

Nico Fernando Samad
Oleh Nico Fernando Samad
10 Mei 2018, 10:00
Nico Samad
Ilustrator: Betaria Sarulina
Jordan Itakin berjalan melewati tampilan teknologi nirkabel broadband 5G di stan Intel saat CES 2018 di Las Vegas, Nevada, Amerika Serikat, Selasa (9/1).

Dalam bisnis serba digital ini, pelanggan dapat memperoleh manfaat lebih selain dari uraian di atas. Misalnya, pelanggan –tanpa harus mengecek toko sebelah-- juga dapat membandingkan harga-harga penawaran tiket dari pelbagai penyedia transportasi udara, darat dan laut. Penawaran akomodasi hotel-hotel beserta promonya juga tersaji dalam layar telepon pintar atau komputer. Begitu pula pembelian produk e-commerce dan media online. Beberapa pebisnis digital menawarkan paket bundling agar pelanggan memperoleh manfaat maksimal dari kemudahan, kecepatan, murah dan lengkap.

Nilai lebih lainnya yang ditawarkan dalam bisnis serba digital adalah data pelanggan dicatat secara baik dan lengkap dengan catatan transaksi yang telah dilakukan. Untuk memudahkan pengisian data profil pelanggan, disediakan juga pilihan log in via akun yang biasa digunakan pelanggan semisal media sosial. Pilihan lainnya, akun e-mail yang kemudian via akun tersebut data pelanggan dapat diakses masuk menjadi bagian database perusahaan.

 Hal ini membuat relasi pelanggan dengan pebisnis digital dapat dikelola secara baik dan diotomasi. Semisal, pada tanggal-tanggal penting pelanggan, pebisnis digital akan memberikan informasi dan penawaran produk terbaiknya atau mengirimkan pesan sekadar mengingatkan pelanggannya untuk melihat-lihat produk tertentu. Pebisnis non-online tentu dapat melakukan hal ini namun membutuhkan sumber daya yang besar. Ada fenomena menarik di sini, pelanggan ‘lebih mudah dan bersedia’ memberikan informasi dirinya kepada bisnis online dibanding bisnis non-online yang telah menyediakan staff khusus untuk ini.

Hal lain adalah pencatatan secara otomatis besaran revenue dan profitability, pola dan perilaku transaksi dari tiap pelanggan dalam suatu periode. Ini memudahkan pebisnis digital membuat pemetaan terhadap aliran pendapatan dari konsumen perusahaan sekarang dan yang akan datang pada periode tertentu, atau dikenal dengan istilah consumer equity.

Pelanggan atau konsumer akan mendapatkan pelbagai previlage dan pebisnis digital mendapatkan proyeksi penerimaan yang lebih pasti. Apakah pebisnis konvensional tidak dapat melakukan ini? Tentu dapat, namun permasalahannya, kebutuhan sumber daya yang besar untuk melakukan ini sehingga pebisnis rintisan, toko-toko retail kecil, agen dan biro perjalanan kecil tidak memiliki waktu dan sumber daya untuk melakukannya. Sedangkan pada pebisnis online, hal ini adalah bagian dari sistem digital yang secara otomatis melakukan pada tiap transaksi.

Sebagai contoh, perusahaan taksi online atau ojek online dapat menarik data seorang pelanggannya tentang rute yang sering dipilih, tujuan, lamanya waktu tempuh, dan besaran transaksi per periode. Kemudian, saat anda berulang tahun, dapat saja pebisnis online ini menawarkan layanan gratis. Hal ini tidak dapat dilakukan oleh ‘opank’ (ojek pangkalan) atau perusahaan taksi non-online. Hal yang sama juga terjadi pada media online, dan bisnis travel online untuk tiket pesawat dan hotel.

Pada layanan purnajual, pebisnis digital juga dapat secara cepat mengambil tindakan atas keluhan pelanggannya. Misalnya, ketika pelanggan diperlakukan semena-mena oleh pengemudi taksi online. Pelanggan dapat langsung menghubungi penyedia jasa, kemudian perusahaan digital penyedia jasa transportasi online itu dapat langsung mengambil tindakan, misalnya memblokir trafik ke pengemudi selama beberapa waktu. Begitu pula dalam pemberian reward. Pelanggan menjadi lebih spesial dan dilayani.

Fluke accident dan artificial intelligence

Pernahkah anda menonton film layar lebar tahun 2000 berjudul “What Women Want”? Diperankan oleh aktor Mel Gibson sebagai Nick Marshall, yang hidupnya berubah drastis akibat fluke accident. Kecelakaan ini membuat Nick mampu membaca pikiran para wanita sehingga dia mengetahui banyak informasi berharga mengenai apa saja keinginan wanita. Informasi tersebut digunakannya untuk memasarkan produk tepat seperti yang dibutuhkan para wanita.

Dunia bisnis baik konvensional dan digital sangat menginginkan kemampuan membaca keinginan pelanggan tersebut. Pada perkembangan terbaru, Otto - salah satu e-commerce merchant di Jerman – menggunakan artificial intelligence (AI) untuk menambah pesat aktivitasnya.

Sebagaimana diulas oleh The Economist (04/2017), dengan AI maka Otto mampu membuat keputusan-keputusan dengan kecepatan dan akurasi jauh di atas kapabilitas karyawannya. Ide dari AI ini sederhana, mengumpulkan dan menganalisa informasi-informasi untuk memahami selera pelanggan, merekomendasikan produk-produk untuk pelanggan dan pelanggan potensial serta menjadikan situs perusahaan lebih bersifat personal bagi pelanggan.

Tak kalah manfaatnya juga mampu menurunkan tingkat pengembalian produk yang selama ini membebani perusahaan. AI menganalisa sekitar 3 miliar transaksi yang sudah terjadi dan 200 variabel untuk memprediksi apa yang akan dibeli pelanggan satu minggu sebelum mereka melakukan pemesanan. Sistem AI mampu membuat prediksi dengan tingkat ketepatan 90% bahwa produk akan terjual dalam waktu 30 hari!

Dengan bantuan AI, proposisi nilai atau “apa yang ditawarkan” Otto mampu memenuhi desired outcomes yang didambakan pelanggan atau konsumen. Bagi Otto  hal ini berdampak besar, di antaranya dapat membeli sekitar 200 ribu unit produk tiap bulan dari pihak ke tiga tanpa intervensi manusia.

Suatu hal yang sangat sulit dilakukan oleh seorang atau sekelompok karyawan perusahaan bisnis digital untuk sampai pada satuan terkecil dari begitu banyak ragam produk, warna, dan ukuran agar memenuhi desired outcomes dari seorang pelanggannya. Pendisrupsi selalu menemukan cara yang lebih baik.

Bagaimana jika pada media online, pebisnis digital mampu membuat prediksi preferensi musik seseorang berdasarkan kepribadiannya? Tentu hal ini menjadi dambaan pelanggan dan pelanggan potensial dari bisnis permainan online dan media online.

Namun, kehadiran bisnis digital juga membawa dampak yang tidak diharapkan semisal kebocoran data pelanggan seperti pada Facebook. Hal lain adalah isu keamanan transaksi dan legalitas pebisnis digital.

Masalah-masalah itu dapat dimitigasi, seperti saat ini ada sejumlah penyedia layanan keamanan transaksi digital. Regulasi untuk transaksi juga telah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Bisnis digital adalah suatu keniscayaan, lajunya akan sangat sulit dihambat. Namun, yang lebih baik adalah bagaimana mengambil manfaat positif yang sebesar-besarnya untuk kesejahteraan penggunanya. Salam digital!

Halaman:
Nico Fernando Samad
Nico Fernando Samad
Guru Bisnis Digital – Prasetiya Mulya Business School
Editor: Yura Syahrul

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...