Kolaborasi, Kunci Pertamina Menuju Kelas Dunia

No image
Oleh
26 Juni 2013, 00:00
No image
Donang Wahyu | KATADATA

Bandingkan dengan perusahaan swasta, mana ada yang menerapkan setoran dividen hingga 93 persen ke pemegang saham. Paling besar hanya sekitar 15-20 persen dividen yang diserahkan. Dibandingkan dengan NOC lainnya juga jauh berbeda. Petronas memang pernah 50 persen, namun sekarang jauh lebih kecil dari itu.  

Dalam dua tahun terakhir, pemerintah sudah menurunkan setoran dividen dari Pertamina menjadi sekitar 50 persen. Namun, tetap saja itu masih cukup memberatkan Pertamina sebagai perusahaan migas yang dituntut mengalokasikan dana investasi dalam jumlah besar. Kita seharusnya melihat Pertamina secara apple to apple. Jangan katakan pendapatan sebelum dipotong pajak, bunga, depresiasi dan amortisasi (EBITDA) Pertamina 1/10 dari Petronas, karena bisnis modelnya berbeda.

Untuk menggapai target menjadi perusahaan kelas dunia, tantangan yang dihadapi Pertamina memang tidak ringan. Salah satu yang utama adalah soal kepercayaan atau trust. Persoalan kepercayaan ini pula yang dihadapi Petronas pada 20 tahun lalu.

Melalui berbagai perubahan dan pembenahan tata kelola perusahaan, saya berharap agar publik dan stakeholder di industri migas membuang kecurigaan terhadap Pertamina. Apalagi, Pertamina telah menunjukkan kinerja operasional yang cukup bagus. Misalnya saja dalam pengelolaan Blok ONWJ yang diambil Pertamina dari BP pada 2009. Pada saat awal diambil, produksinya sudah menurun sampai 23 ribu barel minyak mentah dan 200 juta kaki kubik gas per hari (mmscfd). Namun, hari ini produksinya sudah menembus 43 ribu barel minyak per hari dan gas 225 mmscfd.

Demikian halnya dengan Blok West Madura Offshore (WMO). Awalnya, dicurigai produksinya bakal menurun, namun belakangan terbukti bisa ditingkatkan. Sebelum diambil Pertamina produksi WMO memang hanya sekitar 13 ribu barel minyak per hari, namun sekarang sudah mendekati 18 ribu barel minyak per hari. Kami berkeyakinan produksinya akan mencapai titik 26-27 ribu barel per hari. Jadi tidak betul Pertamina tidak mampu mengambil blok offshore.

Untuk mengembangkan Pertamina ke depan, tentunya tidak mungkin Pertamina bekerja sendiri. Diperlukan kolaborasi dengan operator lain, khususnya perusahaan migas luar negeri. Dalam posisi sekarang, untuk mempertahankan produksi minyak nasional lebih dari 800 ribu barel per hari, dibutuhkan belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar US$ 20 miliar. Namun bank dalam negeri tidak mampu menyediakan dana sebanyak karena terkendala oleh ketentuan batas maksimum pemberian kredit (BMPK). Itu terbukti dari upaya Pertamina setiap tahun mendatangi seluruh bank pemerintah, namun mereka tidak sanggup.

Jadi merupakan kebodohan jika kita mendikotomikan antara kontraktor lokal dan asing. Apalagi, karakter industri minyak tergolong industri yang padat modal, padat teknologi dan berisiko tinggi. Dalam pengelolaan blok-blok migas besar di dunia, juga tidak ada yang dikerjakan sendiri. Di Kazakhstan misalnya, ExxonMobil bersanding dengan ConocoPhillips, BP dan Shell. Jadi, untuk membangun Pertamina menjadi perusahaan besar, tak bisa dipungkiri kemitraan dan kolaborasi adalah sebuah keniscayaan.

Artikel opini ini disarikan dari paparan Sugiharto, Komisaris Utama Pertamina dan mantan Menteri Negara BUMN di acara peluncuran buku "Wajah Baru Industri Migas Indonesia" pada 12 Juni 2013 di Jakarta. 

Halaman:
No image
Reporter: Redaksi
Editor: Arsip

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...