Apa yang Salah dalam Penanggulangan Covid-19 di Indonesia

I Nyoman Sutarsa
Oleh I Nyoman Sutarsa
5 Desember 2020, 07:00
I Nyoman Sutarsa
Ilustrator: Joshua Siringoringo | Katadata
Sejumlah petugas tenaga kesehatan menjemur pelindung wajah yang telah didekontaminasi di Rumah Sakit Darurat COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran di Jakarta, Kamis (12/11/2020). Perkembangan data per 12 November 2020 menunjukkan penambahan kasus positif baru sebanyak 4.173 orang dengan total kasus terkonfirmasi COVID-19 mencapai angka 452.291 sementara jumlah pasien yang telah sembuh dari Corona sebanyak 382.084. Sedangkan total pasien yang meninggal dunia sebanyak 14.933 orang.

Ketimpangan serupa juga terjadi dalam hal kapasitas tes. Walaupun secara nasional jumlah tes mingguan telah mengalami peningkatan yaitu 0,903 per 1000 penduduk (hanya sedikit lebih rendah dibandingkan dengan rekomendasi Badan Kesehatan Dunia atau WHO yaitu 1,0 per 1000 penduduk), ketimpangan antara Pulau Jawa dan luar Jawa sangat terlihat.

Sampai November 2020, Jakarta, Banten dan Jawa Tengah telah berhasil mengetes 6,9; 1,5; dan 1,4 per 1000 penduduk. Namun ada 16 provinsi di luar Jawa yang sangat kesulitan untuk memenuhi target sesuai rekomendasi dari WHO (1,0 per 1000 penduduk).

Upaya strategis untuk meningkatkan cakupan penelusuran kontak dan tes sangat diperlukan, baik di fasilitas layanan primer, klinik, dan rumah sakit. Tes harus diprioritaskan untuk kepentingan pelacakan kasus. Tanpa fasilitas pelacakan digital yang andal dan yang dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat, model pelacakan berbasis komunitas -melalui pemberdayaan relawan Covid-19 dan warga yang dipimpin oleh puskesmas, dapat menjadi solusi untuk meningkatkan cakupan pelacakan dan tes.

Terbatasnya Partisipasi Masyarakat

Peran komunitas sangat vital dalam penanggulangan kebencanaan termasuk pandemi Covid-19 bagi Indonesia dengan struktur masyarakat yang kolektif.

Sampai saat ini, pemerintah Indonesia telah gagal dalam mengkomunikasikan risiko dan langkah pencegahan secara efektif. Yang muncul justru tidak konsistensinya pemerintah dalam menerapkan kebijakan baik di tingkat pusat ataupun daerah. Misalkan, terkait dengan lemahnya implementasi kebijakan pembatasan sosial berskala besar.

Pemerintah perlu secara aktif melibatkan masyarakat. Sistem komunitas dapat membantu pemerintah dalam mengidentifikasi kebutuhan khusus dari masyarakat lokal dan kelompok-kelompok rentan. Kelompok rentan seperti keluarga miskin atau masyarakat yang tinggal di pemukiman kumuh ibu kota, membutuhkan dukungan khusus yang tepat sasaran.

Kelompok-kelompok tersebut harus dijangkau secara efektif oleh program bantuan sosial dari pemerintah. Mereka adalah lapisan masyarakat yang tidak saja lebih rentan untuk tertular virus, namun juga cenderung untuk tidak mematuhi protokol kesehatan karena alasan ekonomi.

Sistem komunitas berperan penting untuk menjembatani antara kepentingan pemerintah dan kebutuhan kelompok rentan. Sistem komunitas dapat mempromosikan upaya penanggulangan Covid-19 yang dicanangkan oleh pemerintah, membantu proses distribusi bantuan sosial, serta menerapkan model pengawasan berbasis masyarakat untuk menekan risiko transmisi lokal.

Integrasi antara sistem kesehatan masyarakat dan penguatan partisipasi masyarakat dapat membantu kelompok rentan untuk melindungi kesehatan mereka. Misalkan saja, proses pendampingan keluarga miskin terkait pemenuhan kebutuhan pokok selama masa isolasi melalui program bantuan sosial dari lembaga swadaya masyarakat ataupun dukungan pemerintah, dan menjamin bahwa bantuan dapat dinikmati langsung oleh masyarakat miskin.

Pemerintah dapat mengadopsi model dukungan sosial berbasis masyarakat untuk mengidentifikasi dengan tepat kebutuhan khusus kelompok-kelompok rentan. Pemerintah dapat memanfaatkan sistem tersebut untuk proses penyaluran bantuan sosial sehingga menjadi lebih tepat sasaran. Dalam jangka panjang, adopsi sistem tersebut dapat mendorong kohesi sosial, mengurangi fragmentasi sosial dan menguatkan jaringan sosial untuk mengerahkan masyarakat apabila terjadi bencana atau kondisi gawat darurat pada masa datang.

Sangat penting bagi kita untuk kembali pada hal yang mendasar yaitu penerapan secara berkelanjutan penggunaan masker dan praktik cuci tangan yang baik oleh seluruh warga Indonesia. Pemerintah membutuhkan dukungan dari segala lapisan masyarakat untuk menjamin bahwa seluruh warga negara Indonesia mematuhi upaya pencegahan tersebut.

**

Artikel ini ditulis bersama I Md Ady Wirawan, Head of the Health Research Centre (Puslitkes LPPM), Universitas Udayana dan Putu Ayu Swandewi Astuti, Phd Candidate in Public Health, University of Sydney

The Conversation

Halaman:
I Nyoman Sutarsa
I Nyoman Sutarsa
Lecturer in Rural Clinical School, ANU Medical School, Australian National University
Artikel ini terbit pertama kali di:

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...