Tiga Cara Depolarisasi dalam Ketegangan Politik atau Krisis Pandemi

Abdul Rohman
Oleh Abdul Rohman
3 Oktober 2021, 07:00
Abdul Rohman
Ilustrator: Joshua Siringo Ringo | Katadata
FOTO ARSIP - Tiga petugas kepolisian berjaga-jaga di dekat sebuah mobil yang terbakar dalam kerusuhan di kawasan pertokoan Bendungan Hilir, Jakarta, (13/5/1998). Aksi kerusuhan dan penjarahan mulai terjadi di beberapa wilayah Ibu Kota menyusul tewasnya empat mahasiswa Universitas Trisakti.

Ini bisa juga kita lakukan di dalam masa pandemi. Media, misalnya, sebaiknya lebih memfokuskan pada praktik-praktik yang membawa masyarakat untuk bersatu dan melek protokol kesehatan alih-alih terbawa dalam agenda politik yang memecah fokus pada penanggulangan pandemi.

Warga negara dapat berkonsentrasi pada apa yang mereka bisa lakukan untuk mengurangi persebaran virus ketimbang mencerca mereka yang tidak patuh protokol kesehatan. Ada banyak sebab dan alasan seseorang tidak mematuhi protokol kesehatan, bisa jadi karena kondisi kesehatan, ekonomi, atau hal lain yang tidak tampak.

2. Cita-cita yang Sama

Fokus pada tujuan masa depan bersama dapat menjadi tameng untuk menangkal pecah-belah. Pendapat, pandangan hidup, nilai dan ideologi bisa jadi berbeda; tetapi, dengan tujuan kolektif masa depan, maka ada potensi untuk menegosiasikan perbedaan.

Di Ambon hal itu tampak pada fokus untuk membangun kembali dan memperbaiki citra kota. Musik menjadi titik berangkat. Musik sempat menjadi salah satu alat untuk mempromosikan perdamaian saat kekerasan berlangsung pada akhir 1990-an dan awal 2000-an.

Pada 2019, kota Ambon ditetapkan sebagai salah satu Kota Kreatif Dunia oleh UNESCO. Ambon masuk dalam kategori Kota Kreatif Musik (Creative City of Music), dan merupakan Kota Musik UNESCO pertama di kawasan Asia Tenggara. Ambon Music Office menjadi salah satu pemeran kunci dalam mengarustamakan kreativitas dan musik untuk kalangan muda.

Adanya tujuan bersama dapat memitigasi risiko yang muncul dari narasi polarisasi. Tujuan itu membuka peluang untuk memberikan rasa kebersamaan dan mengalahkan “musuh”, seperti kesenjangan sosial, pendidikan, dan informasi.

Hal tersebut dapat menjadi panduan untuk berinteraksi dengan orang lain; warga dapat menegosiasikan apa yang bermanfaat untuk dirinya dan masyarakat tempat dia hidup.

3. Ruang Bersama

Berbagi informasi di ruang publik dengan kelompok yang berbeda dapat menumbuhkan kemampuan untuk mengekpresikan perbedaan di zona aman. Ini tentunya terjadi setelah kemampuan untuk mendekonstruksi masa lalu dan fokus pada tujuan kolektif masa depan muncul.

Warung kopi di Ambon -sebelum pandemi- menjadi salah satu ruang untuk mengasah keberanian bertemu dengan kelompok berbeda.

Melalui interaksi di warung kopi, potensi kolaborasi muncul di antara kelompok muda dari beragam minat dan latar belakang. Tidak menutup kemungkinan hal ini akan berlanjut saat situasi pandemi mereda.

Pada masa pandemi, media digital dan sosial dapat menjadi “warung kopi”; kita dapat mencoba untuk bergabung dengan grup atau mengikuti berita yang tidak sama dengan pandangan hidup kita.

Ini dapat menunjukkan pada kita sumber-sumber polarisasi dan kemudian berusaha memahaminya, bukan dari kacamata kita, tapi dari kacamata “mereka”. Kadang kala menjadi pengamat pasif terhadap apa yang mereka bicarakan dapat memberikan pemahaman organik tentang tindakan, perilaku, dan pikiran mereka.

Wawasan dari Ambon bisa berguna untuk menyikapi polarisasi yang mewarnai situasi pandemi di Indonesia. Pandemi dan warisannya akan memperlebar jurang pemisah dalam masyarakat, terutama yang muncul dari polarisasi dalam kehidupan sehari-hari.

Jika virus Covid-19, masalah lama yang memburuk selama pandemi, dan masalah baru muncul karenanya adalah “musuh-musuh”, maka mendepolarisasi hal-hal yang memecah belah struktur sosial bisa menjadi bahan untuk bertahan dan terus melangkah ke depan.

The Conversation

Halaman:
Abdul Rohman
Abdul Rohman
Lecturer, School of Communication and Design, RMIT University Vietnam

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...