Momentum Berinvestasi dari Dana Repatriasi
Program Pengungkapan Sukarela (PPS) telah berlangsung lebih dari tiga bulan. Per 13 April lalu, sebanyak 36.279 wajib pajak (WP) telah berpartisipasi dalam PPS ini. Sementara nilai harta bersih yang diungkapkan mencapai Rp 61,5 triliun.
Dari jumlah itu, Rp 52,9 triliun mengikuti program deklarasi aset dalam negeri dan repatriasi aset luar negeri. Minat WP terlihat tinggi pada kategori ini. Hal itu mungkin lebih karena tidak adanya pembatasan jenis investasi untuk kategori ini, selama dilakukan di wilayah NKRI dalam kurun lima tahun ke depan.
Pencapaian nilai Rp 61,5 triliun ini cukup tinggi, namun masih jauh jika dibandingkan dengan capaian angka tax amnesty di 2016. Tax amnesty di masa lalu mencatatkan pengungkapan harta bersih Rp 4.813,4 triliun untuk deklarasi aset dan Rp 146 triliun untuk repatriasi.
Sementara itu, penerimaan pajak dari PPH dalam PPS kali ini Rp 6,2 triliun. PPS ini masih akan berlangsung hingga 30 Juni 2022, dan WP diberikan kesempatan untuk merealisasikan investasinya hingga 30 September 2022.
Dengan masa partisipasi PPS yang relatif singkat, dan hanya beberapa bulan, tentunya WP perlu mengoptimalkan kesempatan ini. WP perlu menentukan terlebih dahulu, pada skema kebijakan manakah yang diikuti.
Pada Program Pengungkapan Sukarela, WP dapat mengikuti kedua skema di atas. Hanya saja, skema kebijakan I terbatas pada WP Orang Pribadi dan Badan peserta tax amnesty sebelumnya saja.
Skema kebijakan II dapat diikuti oleh WP yang belum mengungkapkan aset perolehan selama 2016 hingga 2020 yang belum dilaporkan pada SPT Tahunan 2020. Dan, skema kebijakan II ini hanya terbatas pada WP orang pribadi.
Pada skema kebijakan II, terdapat syarat tambahan bagi WP. Misalnya, WP tidak sedang diaudit untuk masa pajak 2016 hingga 2020, tidak sedang dalam kasus sengketa, dan sudah menyampaikan SPT 2020.
Selain itu, WP wajib melampirkan surat pernyataan untuk mencabut beberapa permohonan apabila WP mengajukan atau belum diterbitkan Surat Keputusan atau Keputusan. Sebagai contoh terkait keberatan, gugatan, pembetulan, banding, pengembalian pajak, peninjauan kembali, hingga pengurangan/ pembatalan SKP dan sanksi administrasi
Keterangan | Kebijakan I | Kebijakan II |
Subyek | Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan peserta Tax Amnesty | Wajib Pajak Orang Pribadi |
Basis Aset | Aset per 31 Desember 2015 yang belum diungkap saat Tax Amnesty | Aset perolehan 2016 – 2020 yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020 |
Tarif PPH Final | · 11% untuk deklarasi· 8% untuk aset LN repatriasi dan aset DN· 6% untuk aset LN repatriasi dan aset DN yang diinvestasikan dalam SBN/ hilirisasi/ renewable energy | · 18% untuk deklarasi· 14% untuk aset LN repatriasi dan aset DN· 12% untuk aset LN repatriasi dan aset DN yang diinvestasikan dalam SBN/ hilirisasi/ renewable energy |
- Bagi WP yang ingin mengikuti salah satu atau kedua skema kebijakan PPS ini, tentu perlu menentukan terlebih dahulu kategori manakah yang ingin diikuti:
Deklarasi aset luar negeri
Ini ditujukan untuk WP yang asetnya di luar negeri, dan sudah diinvestasikan, dalam harta bergerak maupun tak bergerak, dan tidak ingin melakukan penarikan ataupun pencairan aset.
Deklarasi aset dalam negeri dan repatriasi aset luar negeri
WP yang ingin memanfaatkan tarif lebih rendah dapat melakukan deklarasi aset dalam negeri, atau menarik ataupun mencairkan aset luar negeri kembali ke Indonesia melalui sistem perbankan. Pada kategori ini, tidak ada batasan pada instrumen investasi, selama dilakukan di wilayah NKRI untuk lima tahun ke depan.
Deklarasi aset dalam negeri dan repatriasi aset luar negeri yang diinvestasikan dalam instrumen khusus
Kategori tarif ini dapat dipilih oleh WP yang ingin memanfaatkan tarif PPS terendah pada setiap skema kebijakan. Aset deklarasi dan repatriasi diinvestasikan pada jenis instrumen khusus, seperti SBN khusus PPS, investasi pada sektor hilirisasi dan energi terbarukan.
Berdasarkan PMK 196/ PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela, terdapat beberapa ketentuan terkait investasi, antara lain:
- WP dapat berperpindah investasi sebelum berakhirnya jangka waktu investasi selama lima tahun.
- Investasi harta bersih dapat dilakukan secara bertahap, namun paling lambat pada 30 September 2023 investasi harus dilakukan secara penuh.
- Minimal investasi lima tahun terhitung sejak seluruh kewajiban investasi sebagaimana tercantum di surat keterangan telah terpenuhi. Atau dalam hal tidak terpenuhi, jangka waktu lima tahun dihitung sejak 30 September 2023.
- Ketentuan perpindahan investasi pada instrumen khusus PPS:
- Dilakukan setelah dua tahun sejak keseluruhan investasi terpenuhi, atau dua tahun sejak 30 September 2023 dalam hal kewajiban seluruh investasi tidak terpenuhi;
- Dibatasi hanya dua kali perpindahan selama jangka waktu investasi dengan maksimal satu kali perpindahan dalam satu tahun kalender;
- Perhitungan jangka waktu lima tahun investasi terhenti apabila terdapat waktu antara pencairan investasi sebelumnya dan investasi setelahnya.
Bagi WP yang ingin berinvestasi di dalam negeri tentunya ingin mengetahui prospek investasi dan ekonomi Indonesia terutama dalam lima tahun ke depan. Dengan membaiknya prospek ekonomi Indonesia, terutama pasca-pandemi, tidak ada salahnya para WP memanfaatkan kesempatan repatriasi pada PPS ini untuk berinvestasi di Indonesia.
Nilai tukar rupiah pun terlihat cukup stabil di tengah gejolak tekanan geopolitik antara Rusia dan Ukraina, serta kenaikan harga energi global. Hal ini sangat berbeda dibandingkan dengan beberapa tahun lalu ketika gejolak eksternal dengan mudah mendorong rupiah untuk melemah.
Dengan siklus commodity boom global saat ini, Indonesia sebagai negara pengekspor energi dan komoditas pun turut menuai kenaikan. Sejumlah kelas aset tercatat menguat. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun naik lebih dari 10 % sejak awal tahun, per 13 April 2022.
Menengok siklus commodity boom sebelumnya di 2000-an, siklus ini bertahan sekitar 10 tahun yang dipicu oleh industrialisasi beberapa negara berkembang saat itu seperti Brazil, Rusia, India dan Cina. Pada 2001 hingga 2008, sebelum terjadi krisis keuangan global, IHSG melesat lebih dari 500 % didorong oleh penguatan sektor pertambangan dengan kinerja lebih dari 2700 % dalam periode yang sama.
Dengan perbaikan prospek ekonomi Indonesia ini, investor yang memiliki profil risiko agresif dan horison investasi jangka panjang dapat mendiversifikasi portofolio pada kelas aset saham melalui reksa dana saham. Sementara investor dengan profil risiko lebih moderat dan menyukai pendapatan reguler dapat mengalokasikan investasi pada kelas aset seperti obligasi.
Imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun yang saat ini tercatat di kisaran tujuh persen merupakan level yang cukup netral untuk mengakumulasi kelas aset tersebut. Apalagi dengan mulai terantisipasinya kenaikan suku bunga The Fed di AS.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.