Konsistensi Kebijakan EBT, Kunci Keberhasilan Perdagangan Karbon

Felicia Grace dan Michael Suryaprawira
Oleh Felicia Grace dan Michael Suryaprawira
10 Januari 2024, 12:49
Felicia Grace dan Michael Suryaprawira
Katadata/Bintan Insani
Peneliti di Purnomo Yusgiantoro Center

Bila hal ini terjadi, pelaku industri tidak berkontribusi secara langsung untuk mengurangi emisi GRK-nya, melainkan hanya mengkompensasinya dengan membayar aktivitas pengurangan emisi pihak lain. Dengan demikian, tujuan mendorong investasi EBT semakin sulit untuk tercapai.

Perdagangan karbon adalah satu dari banyak kebijakan iklim yang diterapkan untuk mengurangi emisi GRK. Namun demikian, kebijakan iklim perlu dirancang untuk sejalan dengan strategi transisi energi yang terkoordinasi dan komprehensif.

Integrasi Perdagangan Karbon dengan Kebijakan EBT

Untuk itu, beberapa rekomendasi berikut dapat menjadi masukan bagaimana perdagangan karbon dapat mendukung penetrasi EBT.

Pertama, segera menetapkan dasar hukum yang mendorong EBT. Sebelum pemerintah mewajibkan perdagangan karbon bagi seluruh entitas pengemisi, hal pertama yang perlu ditetapkan adalah UU EBET sebagai landasan hukum. UU EBET dapat menjadi landasan  terhadap hak, kewajiban, tarif, dan insentif yang terkait dengan investasi di sektor EBT. Dengan demikian dapat menciptakan iklim investasi yang kondusif dan kepastian bagi investor.

Kedua, insentif kepada entitas yang mengurangi emisi GRK dengan EBT. Saat ini sudah ada mekanisme insentif pada perdagangan karbon yaitu penerbitan SPE-GRK yang dapat diperdagangkan kembali di pasar karbon. Namun, tidak semua sertifikat pengurang emisi berasal dari proyek EBT. Sebagai contoh, SPE-GRK dari PT PJB Muara Karang yang merupakan pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) combine cycle yang beroperasi dengan gas bumi. 

Untuk mendorong pembangunan infrastruktur EBT, pemerintah perlu melakukan peninjauan ulang terhadap syarat dan kriteria sertifikasi, dengan memberikan prioritas kepada proyek-proyek EBT sebagai penerima SPE-GRK.

Ketiga, kebijakan realokasi pendapatan transaksi perdagangan karbon. Pemerintah perlu menetapkan kebijakan alokasi dana perdagangan karbon bagian pemerintah untuk pengembangan proyek EBT dan pengurangan emisi karbon, termasuk menunjuk otoritas yang akan ditugaskan. Sementara untuk pelaku industri, diperlukan skema pelaporan yang transparan kepada publik, sehingga publik dapat turut mengawal perdagangan karbon.

Tanpa adanya transparansi, sulit untuk mengevaluasi bagaimana keuntungan dari perdagangan karbon dialokasikan kembali ke proyek-proyek pengurangan emisi dan proyek EBT. Selain itu aspek pengawasan terhadap realokasi dana ini menjadi hal yang krusial.

Keterbukaan informasi ini penting untuk memastikan bahwa pasar karbon tidak menjadi alat pencucian hijau (greenwashing), namun sebagai mekanisme efektif untuk mendukung transisi menuju energi berkelanjutan.

Halaman:
Felicia Grace dan Michael Suryaprawira
Felicia Grace dan Michael Suryaprawira
Peneliti
Editor: Dini Pramita

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...