Kolaborasi dan Digitalisasi Kunci Pembangunan Hijau Indonesia

Jin Song
Oleh Jin Song
19 September 2024, 10:43
Jin Song
Katadata/ Bintan Insani
Button AI Summarize

Ada dua frase kunci pembangunan hijau: kolaborasi global serta dukungan riset dan teknologi. Keduanya menjadi poin penting berbagai negara dalam membangun infrastruktur energi terbarukan. Ini sekaligus menandai era baru pembangunan hijau.   

Teknologi digital, terutama TIK berbasis 5G, Cloud, Big Data, dan AI semakin kritikal dalam melipatgandakan pembangunan energi terbarukan. Teknologi ini menjadi katalisator bagi industri untuk dapat mengurangi jejak karbon secara signifikan dalam lompatan menuju pembangunan hijau.  

Dalam laporan “Green Development 2030”, Huawei mencatat masa depan perubahan iklim akan sangat bergantung pada digitalisasi dan dekarbonisasi. Sinergi keduanya dapat membantu industri berkembang lebih cepat dan berkelanjutan, sekaligus mendorong agenda hijau. 

Digitalisasi akan memberdayakan berbagai sektor untuk mengurangi jejak karbon. Ini menjadi katalis yang fundamental bagi transformasi digital bisnis, kota, dan pelayanan publik. 

Meskipun ada dampak negatifnya, potensi teknologi tetap lebih besar untuk memperbaiki planet ini. Itulah sebabnya kita perlu lebih berfokus pada solusi. Data dari penelitian Global Enabling Sustainability Initiative (GeSI) menyoroti bahwa penerapan teknologi, akan mempercepat pembangunan berkelanjutan sebesar 22% dan mengurangi tren penurunan sebesar 23%.

Pemanfaatan TIK akan mendongkrak pendapatan lebih dari US$6 triliun dan menghemat biaya hampir US$5 triliun. Singkat kata, ada kesempatan untuk melakukan lompatan perubahan yang berpijak pada dua  frase kunci ini. Di masa depan, gaya hidup rendah karbon, transportasi listrik, industri hijau, dan infrastruktur digital akan memainkan peran aktif dalam kehidupan kita. 

Dunia di Masa Depan

Selama beberapa tahun terakhir, tim riset Huawei telah duduk bersama lebih dari 1.000 ilmuwan lintas disiplin untuk memprediksi situasi dunia di masa depan. Setidaknya apa yang akan terjadi pada 2030.  

Penggunaan energi terbarukan diperkirakan semakin masif. Setidaknya 80% infrastruktur digital akan menggunakan sumber energi ini pada 2030. Efisiensi energi akan meningkat hingga 100 kali lipat. 

Pembangkit listrik tenaga surya (PV), turbin angin, hingga pembangkit listrik virtual akan mendobrak berbagai batasan. Penyimpanan energi, pengisian dan pengosongan daya nirkabel maupun terkonvergensi akan menjadi kenyataan bagi ribuan rumah tangga. 

Elektrifikasi konsumsi energi akan semakin cepat yang secara bertahap menggantikan bahan bakar fosil secara massal, baik di sektor transportasi maupun sektor industri. Pangsa listrik dalam konsumsi energi final global akan meningkat dari sekitar 20% pada 2020 menjadi 30% pada 2030. 

Sektor industri akan semakin ramah lingkungan dengan pabrik-pabrik digital berteknologi robot. Setiap 10.000 pekerja diperkirakan bekerja dengan 390 robot. 

Sektor transportasi akan terelektrifikasi. Akan ada lebih dari 145 juta kendaraan energi baru di seluruh dunia yang akan mendukung pengemudian otonom dan menyediakan layanan berbagi. 

Pada 2030, jumlah tiang pengisian daya swasta diperkirakan mencapai 100 juta di seluruh dunia. Ini secara kolektif menghasilkan daya pengisian daya total sebesar 1.500 GW dan kapasitas pengisian daya total sebesar 800 TWh. 

Sedangkan, jumlah tiang pengisian daya publik diperkirakan mencapai 20 juta pada 2030, dengan daya pengisian daya total sebesar 1.800 GW dan kapasitas pengisian daya total sebesar 1.200 TWh.

Bangunan baru di seluruh dunia diperkirakan beroperasi pada tingkat emisi nol karbon pada 2030. Bangunan dengan emisi nol karbon akan secara signifikan mengurangi penggunaan lampu, AC, pemanas, dll. Efisiensi energi ini melalui desain bangunan baru, material ramah lingkungan, dan sumber daya energi alami seperti energi angin dan matahari.

Tiga Lintasan Inovasi

Pada Konferensi Perubahan Iklim PBB 2021 (COP 26), Indonesia mengumumkan target emisi nol pada 2060. Target ini tak lepas dari visi pemerintah menjadikan Indonesia sebagai negara ekonomi maju pada 2045. 

Indonesia ingin menyeimbangkan pembangunan ekonomi dengan perlindungan lingkungan sebagai prioritas utama agenda pembangunan berkelanjutan. Meskipun beberapa kemajuan telah dicapai, berbagai tantangan masih harus diatasi agar visi dan target dapat terealisasi.

Huawei menerbitkan inisiatif “Tech for a Better Planet” yang memiliki tiga lintasan inovasi pembangunan hijau. Pertama, meningkatkan efisiensi energi infrastruktur digital melalui perbaikan operasi cerdas pada ranah network dan pengguna. Selain itu membangun situs-situs hijau, jaringan yang tersimplifikasi, serta pusat-pusat data hijau.  

Kedua, meningkatkan porsi energi terbarukan pada generator listrik. Dari sisi suplai energi, dicapai dengan mengintegrasikan teknologi digital dengan elektronika kelistrikan, di samping melalui kombinasi antara PV dan penyimpanan energi. 

Dari sisi konsumsi energi, dicapai dengan mendefinisikan ulang pengalaman EV dengan teknologi digital yang lebih unggul dari kendaraan berbahan bakar fosil. Kemudian mengembangkan energi cerdas yang terintegrasi, misalnya lewat pembangunan lingkungan atau kampus rendah karbon.   

Ketiga, memberdayakan industri-industri hijau. Digitalisasi memungkinkan pengembangan manufaktur yang hijau dan cerdas dengan membantu industri di lintas sektor dalam mengurangi emisi karbon. 

Menurut White Paper on Digital Carbon Neutrality CAICT, digitalisasi dapat mengurangi emisi di sektor industri antara 13% - 22%.  Di sektor transportasi diperkirakan mencapai 10% - 33%, kemudian sektor properti 23% - 40%. 

Inisiatif Kolaborasi Nyata

Ke depan, semakin banyak negara dan kawasan yang secara aktif merangkul pembangunan hijau. Dunia bergerak menuju era hijau lebih cepat dari sebelumnya. Namun, kita masih memiliki banyak tantangan dan perlu membuat terobosan lebih lanjut dalam teknologi digital, menyempurnakan peraturan, sistem, dan standar, serta mendorong koordinasi yang lebih baik antara berbagai industri. 

Ini akan membutuhkan inovasi bersama dalam teknologi digital dan pertumbuhan rendah karbon, serta kolaborasi yang lebih besar di seluruh komunitas, industri, rantai nilai, dan ekosistem. Inovasi dalam digitalisasi dan dekarbonisasi memang menjadi kunci utama bagi pertumbuhan rendah karbon. 

Keduanya saling memperkuat, jadi kita perlu terus memperkuat investasi dalam penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan teknologi pendukung yang tepat. Yang terpenting, lebih dari sebelumnya, diperlukan kolaborasi nyata di seluruh ekosistem untuk menjamin keberhasilannya.

Jin Song
Jin Song
CEO of Digital Power, PT Huawei Tech Investment

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...