Transisi Energi Jadi Solusi Pengangguran: Apa yang Perlu Dilakukan Pemerintah?

Wicaksono Gitawan dan Wini Rizkiningayu
Oleh Wicaksono Gitawan - Wini Rizkiningayu
14 November 2024, 07:35
Wicaksono Gitawan dan Wini Rizkiningayu
Katadata/ Bintan Insani
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Apakah transisi energi dapat menjadi solusi dari tren pengangguran yang meningkat? Transisi energi fosil memang perlahan akan menghilangkan pekerjaan di sektor ini, tapi pada saat yang sama menciptakan berbagai peluang usaha dan lapangan kerja dari sektor energi terbarukan. Kuncinya, upaya pemerintah menyiapkan tenaga kerja Indonesia menyambut peluang pekerjaan di sektor hijau atau lebih dikenal dengan green jobs ini.

Kesepakatan Just Energy Transition Partnership (JETP), sebagai salah satu upaya transisi energi, mengagendakan pensiun dini PLTU batu bara, yaitu PLTU Cirebon-1 pada 2035 dan Pelabuhan Ratu pada 2037. 

Wakil Direktur Utama PT Cirebon Electric Power (CEP) Joseph Pangalila sempat menyebutkan, PLTU Cirebon-1 mempekerjakan 200 orang. Mengacu data ini, dapat diperkirakan pekerja di PLTU Pelabuhan Ratu mencapai 500 orang, lantaran kapasitasnya dua kali PLTU Cirebon-1. Penutupan kedua PLTU diperkirakan berdampak terhadap setidaknya 700 pekerja.

Di sisi lain, transisi energi juga berarti pengalihan sumber energi menjadi energi terbarukan. Kondisi ini membuka peluang baru, termasuk kesempatan lapangan kerja. Kementerian PPN/Bappenas memperkirakan, akan ada 15,3 juta pekerjaan baru di sektor ekonomi hijau hingga 2045, termasuk di sektor energi. 

Transisi energi berkeadilan jika diatur dengan baik, dapat membuka lapangan pekerjaan yang besar untuk masyarakat. Pada akhirnya dapat membantu mewujudkan peningkatan kualitas sumber daya manusia, tingkat kesejahteraan, serta sosio-ekonomi masyarakat.

Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka perlu mendorong transisi energi sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan target pertumbuhan ekonomi 8% sesuai Asta Cita. Namun, pemerintah perlu menyiapkan sejumlah langkah demi meningkatkan kapasitas para pekerja agar siap bertransisi menuju pekerjaan hijau. Bagaimana caranya?

Pertama, menyiapkan peta jalan (roadmap) transisi pekerja dengan rencana komprehensif. Peta ini dapat menjadi panduan dalam menjalankan proses transisi. Pembahasan mengenai transisi pekerja yang adil sudah dibahas ketika Indonesia meluncurkan JETP. Namun, sayangnya tanpa melibatkan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). 

Peran Kemnaker baru terlihat ketika dokumen CIPP diluncurkan pada November 2023. Kemnaker berada di Kelompok Kerja Sosio-ekonomi dan Lingkungan Hidup dari Satuan Tugas Transisi Energi Nasional (Satgas TEN).

Sejatinya, Kemnaker memiliki peran yang penting, sebagai pihak yang memiliki tupoksi mengatur apapun yang berkaitan dengan sektor ketenagakerjaan di Indonesia. Kemnaker seharusnya dilibatkan dari awal, dengan tujuan untuk mendesain transisi pekerja maupun lapangan kerja baru dalam ranah transisi energi. Salah satu hal penting yang dapat dilakukan oleh Kemnaker adalah mulai menyusun peta jalan untuk transisi pekerja. 

Kemnaker dapat bekerja sama dengan Kementerian PPN/Bappenas untuk memproyeksikan potensi pekerjaan yang akan hilang, dan pekerjaan hijau baru yang dapat tercipta secara faktual. Analisis ini dapat dijadikan basis untuk memaksimalkan beberapa instrumen dan regulasi yang ada, sebagai pendamping dalam proses transisi energi dan transisi pekerja.

Kedua, mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) agar pekerja dapat mudah berintegrasi ke dalam ekosistem pekerjaan hijau. Merujuk studi yang dilakukan CERAH dan PSHK (2023), ada beberapa instrumen yang dapat digunakan Kemnaker untuk meningkatkan keterampilan pekerja dalam menghadapi peluang pekerjaan hijau. 

Salah satunya adalah optimasi penggunaan Sistem Pelatihan Kerja Nasional (Sislatkernas) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) 31/2006. Selain implementasi di level nasional, Kemnaker juga dapat membantu pengarusutamaan proses pelaksanaan Sislatkernas di level daerah. 

Kemnaker dapat berkoordinasi dengan pemerintah provinsi dan dinas di kabupaten/kota setempat untuk mendukung terciptanya tenaga kerja lokal yang mumpuni dan peningkatan kualitas sumber daya manusia

Sislatkernas juga diperkuat dengan Peraturan Presiden (Perpres) No 68/2022 untuk mendorong kolaborasi pelatihan kerja dengan institusi TVET (Technical and Vocational Education and Training). Melalui Perpres ini, institusi TVET dapat diperkuat untuk meningkatkan kompetensi pekerja di sektor energi terbarukan, terutama untuk tenaga kerja terampil dan vokasi (skilled and vocational worker)

Kemnaker juga dapat menggunakan dokumen Peta Okupasi Nasional Green Jobs dalam Kerangka kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang diterbitkan PPN/Bappenas. Sebanyak 71 okupasi sektor energi terbarukan sudah dipetakan untuk mulai menyiapkan Sislatkernas. Hal ini nantinya dapat saling berkesinambungan dengan peta jalan pengembangan SDM green jobs yang sedang disiapkan Bappenas.

Keberadaan peta jalan transisi energi juga dapat menjadi pintu masuk bagi Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi untuk mendorong universitas dan politeknik di seluruh Indonesia untuk membangun kualitas SDM di bidang energi terbarukan dan mengintegrasikan SDM ini kedalam pekerjaan hijau. 

Dalam mendukung upaya ini, Kementerian Pendidikan Tinggi juga merupakan anggota Kelompok Kerja Sosio-ekonomi dan Lingkungan Hidup dari Satuan Tugas Transisi Energi Nasional (Satgas TEN).

Sistem pendidikan, riset dan pelatihan di Indonesia harus mulai mengakomodasi munculnya pekerjaan hijau seiring transisi energi. Kementerian Pendidikan Tinggi perlu berkoordinasi dengan universitas negeri dan politeknik terkait dalam menyiapkan program studi, riset, maupun pelatihan. 

Hal ini guna menyiapkan pemuda, calon tenaga kerja, serta wirausaha di bidang transisi energi agar memiliki keterampilan yang dibutuhkan dalam menyambut era pekerjaan hijau. Integrasi dan arustama energi transisi ke sistem pendidikan, riset dan pelatihan adalah langkah penting pertama dalam transisi pekerja.

Langkah ini dapat dimulai di level pendidikan tinggi. Jika dibandingkan dengan jurusan-jurusan yang berorientasi pada energi fosil, seperti teknik perminyakan dan teknik pertambangan, program studi terkait energi terbarukan masih dapat dihitung jari di Indonesia. 

Langkah selanjutnya adalah memetakan kompetensi, keterampilan, keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan di sektor energi terbarukan (skill mapping). Pemetaan kompetensi bisa dilakukan terhadap tipe pekerjaan, jenis dan sektor energi terbarukan serta terhadap kesempatan peluang kewirausahaan baru, dengan kerangka yang sudah disediakan KKNI. 

Peta ini nantinya dapat membantu pemerintah dan industri untuk mengevaluasi kesenjangan kompetensi, keterampilan dan keahlian. Dari evaluasi ini, pemerintah dapat mulai mendesain intervensi, kurikulum serta kolaborasi dengan sektor swasta untuk menciptakan SDM yang mumpuni untuk transisi energi.

Kesimpulan

Transisi energi yang adil harus menjadi transisi untuk semua. Pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap pekerja, tanpa memandang latar belakang, memiliki jalan menuju masa depan yang lebih hijau dan inklusif. Indonesia berada di persimpangan besar. Akankah kita melangkah ke depan dengan semua orang, atau meninggalkan sebagian dari mereka di belakang?

Wicaksono Gitawan dan Wini Rizkiningayu
Wicaksono Gitawan
Just Energy Transition Associate and Project Manager, Indonesia CERAH

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...