Akselerasi Pendidikan Digital di Indonesia: Pelajaran dari Cina

Aisyah Khairunnisa
Oleh Aisyah Khairunnisa
21 November 2024, 07:27
Aisyah Khairunnisa
Katadata/ Bintan Insani
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Wacana pemerintah memasukkan coding dan kecerdasan buatan sebagai mata pelajaran pilihan di tingkat SD dan SMP merupakan langkah progresif yang patut diapresiasi. Langkah ini tidak hanya berpotensi meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan numerasi anak-anak, tetapi juga mempersiapkan mereka untuk era digital dan upaya memenuhi kebutuhan talenta digital Indonesia yang semakin meningkat. 

Meskipun ini merupakan inisiatif yang penting, perbandingan dengan inisiatif serupa yang sudah lama diterapkan di Cina menunjukkan bahwa Indonesia terlalu lambat. Tapi orang bilang, better late than never.  Jadi dalam tulisan ini saya akan mengajak Anda menyelami apa pelajaran berharga yang bisa kita ambil dari Cina dalam digitalisasi di sektor pendidikan.

Cina telah menjadi pelopor dalam digitalisasi pendidikan dengan program “Education Informatization” yang dimulai sejak 1978. Fase awal ini, yang dikenal sebagai Education Informatization 1.0, bertujuan untuk menyediakan setiap sekolah dengan akses internet dan mendukung pengembangan pembelajaran daring serta platform teknologi. Ini adalah langkah pertama dalam transformasi pendidikan yang ambisius di Cina, yang berhasil meningkatkan akses internet dari 25% menjadi 90% dan meningkatkan ruang pembelajaran daring untuk guru dan murid mencapai 63 juta (Du, 2017).

Pada April 2018, Cina meluncurkan Education Informatization 2.0, yang mendorong penggunaan artificial intelligence (AI), big data, dan cloud computing. Ini menandai fase baru yang lebih maju dalam strategi pendidikan digital mereka, bertujuan untuk tidak hanya meningkatkan akses tetapi juga kualitas pendidikan melalui teknologi canggih. Inisiatif ini berlangsung jauh sebelum fenomena global seperti ChatGPT populer pada awal 2023.

Di Indonesia, akses internet yang merata masih menjadi tantangan utama. Tidak semua sekolah memiliki konektivitas internet dan gawai, yang membatasi peluang pembelajaran digital. Meskipun telah ada inisiatif dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (dulunya Kemendikbudristek), seperti Platform Merdeka Mengajar (PMM) dan Rumah Belajar, tetapi pemanfaatan teknologinya masih dalam tahap awal. Menurut konsultan manajemen Oliver Wyman, hingga 2023, PMM telah digunakan oleh sekitar 2,3 juta pengguna, bahkan 40% guru di daerah daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) juga ikut memanfaatkannya.

Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) telah mengakui Indonesia sebagai pemimpin dalam transformasi digital dan pendidikan secara umum. Namun, meskipun ada kemajuan, masih ada jarak yang signifikan antara realitas saat ini dan potensi yang bisa dicapai. Misalnya, pada akhir 2020, pengguna Rumah Belajar mencapai lebih dari 666.708 siswa dan 273.509 guru, menunjukkan bahwa sumber daya ini belum dimanfaatkan secara maksimal oleh seluruh populasi sekolah di Indonesia.

Dari sisi perencanaan, apa Indonesia punya rencana jangka panjang seperti Education Informatization milik Cina? Sejumlah kementerian dan lembaga menyusun dokumen rencana strategis untuk transformasi digital di bidang pendidikan. Misalnya Buku Visi Indonesia Digital (VID) 2045 yang dikeluarkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pada awal 2024. 

Dalam dokumen tersebut upaya transformasi digital Indonesia di sektor pendidikan dinilai masih dalam tahap emerging (menengah awal), namun tidak dijelaskan tahapan yang utuh untuk membangun teknologi di sektor pendidikan. Rencana yang lebih komprehensif malah tertuang dalam Buku Putih Strategi Nasional Pengembangan Ekonomi Digital Indonesia 2030, di mana Kementerian Pendidikan tidak berada di bawah koordinasinya. Meski menuliskan tahapan yang lengkap dan ambisius, rencana dari Kemenko Perekonomian ini perlu dipastikan apakah implementasinya berjalan lancar dan bisa diwujudkan dengan menekan ego kementerian masing-masing.

Rencana lainnya untuk transformasi digital pendidikan Indonesia tertuang dalam Rancangan Akhir Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 yang dirilis Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Konsep dasar membangun ekosistem transformasi digital adaptif direncanakan dengan membangun sistem teknologi dan digital Indonesia melalui Super Platform Digital Indonesia. Salah satunya dengan menyusun kurikulum, penyediaan guru berkualitas, serta sarana dan prasarana terkait digital yang memadai.

Jika direfleksikan, saat ini kita sudah punya sejumlah platform yang menunjukkan hasil positif.  Ini bisa menjadi landasan pemerintah untuk membuat Super Platform Digital yang diinginkan RPJPN. Salah satunya untuk peningkatan kualitas guru melalui PMM. Sayangnya istilah yang lumrah di Indonesia bahwa ”ganti menteri, ganti kebijakan” jadi risiko inkonsistensi dalam menjalankan rencana panjang digitalisasi pendidikan. 

Pertanyaannya, apakah platform ini akan diubah lagi, atau malah tidak dilanjutkan di pemerintahan baru? Berapa juta guru yang akan kehilangan kesempatan meningkatkan kualitas pengajaran lewat kanal yang sudah ada, atau perlu adaptasi lagi jika ada platform baru. Dinamika seperti ini akan memperlambat digitalisasi pendidikan Indonesia.

Inkonsistensi lainnya terlihat dari kurikulum. Ketika awal penerapan Kurikulum 2013, menurut publikasi Berita Satu, mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sempat dihapuskan. Kemudian pada 2019 kembali diterapkan di sekolah dengan berganti nama menjadi pelajaran Informatika. Untungnya dalam Kurikulum Merdeka, mata pelajaran informatika kembali dilanjutkan dengan fokus meningkatkan keterampilan menggunakan perangkat digital serta membangun cara berpikir logis. 

Oleh karena itu, sudah seyogyanya pemerintahan baru yang dipimpin Presiden Prabowo dapat mengambil pelajaran dari kesuksesan dan konsistensi pemerintah Cina untuk meningkatkan pendidikan digital, utamanya dalam hal:

  • Perencanaan jangka panjang yang terstruktur, dijalankan dengan ambisius, dan terus dievaluasi;
  • Stabilitas politik yang mendukung kebijakan jangka panjang;
  • Dukungan penuh pemerintah terhadap digitalisasi dengan mengalokasikan dana besar untuk penelitian, pengembangan, dan implementasi teknologi pendidikan;
  • Fokus pada literasi digital guru sebagai ujung tombak transformasi digital.

Strategi pendidikan digital Cina adalah contoh baik dari bagaimana perencanaan jangka panjang, stabilitas politik, dan dukungan penuh pemerintah bisa mempercepat digitalisasi pendidikan. Dalam penerapannya di Indonesia, keberhasilan digitalisasi pendidikan membutuhkan komitmen yang kuat dari semua pihak, mulai dari berbagai kementerian, pemerintah daerah, guru, orang tua, hingga komunitas pendidikan. 

Jika Indonesia dapat menjaga konsistensi kebijakan dan memaksimalkan potensi platform digitalnya, maka negara ini dapat bergerak lebih cepat menuju sistem pendidikan digital yang inklusif dan kompetitif secara global.

Aisyah Khairunnisa
Aisyah Khairunnisa
Pegiat Komunikasi Digital dan Mahasiswa Program Master of Arts in Digital Transformation And Competitiveness, Universitas Gadjah Mada

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...