Transformasi Pengelolaan Aset BUMN
Sekitar 1.044 perusahaan pelat merah—yang meliputi BUMN, anak usaha, hingga cucu perusahaan—berhasil diidentifikasi dan dialihkan pengelolaannya di bawah Danantara. Namun, dari jumlah tersebut kontribusi BUMN masih rendah dan belum optimal. Berdasarkan data Kementerian BUMN 2024, setoran dividen BUMN tercatat sebesar Rp85,5 triliun yang mana 90% bersumber dari sembilan BUMN.
Bahkan, terdapat 52% BUMN mengalami kerugian hingga Rp50 triliun per tahun akibat inefisiensi pengelolaan. Di sisi lain, 16 BUMN mendapatkan penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp44,2 triliun pada 2025. Hal ini tentu menjadi pekerjaan rumah, bahwa BUMN seharusnya memberikan kontribusi kepada negara, dan mampu mencari alternatif pembiayaan alternatif yang tidak membebani keuangan negara.
BUMN seharusnya menjadi agen pembangunan, stabilisator ekonomi, dan berperan besar dalam mengelola kekayaan negara sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945 untuk sebesar-besarnya demi kemakmuran masyarakat.
Salah satu potensi untuk meningkatkan pendapatan BUMN melalui pendayagunaan dan optimalisasi aset-aset perusahaan. Menurut CEO Danantara Rosan Roeslani saat Town Hall Danantara pada 28 April 2025, Danantara berhasil mengidentifikasi seluruh aset BUMN yang mencapai sekitar Rp14.701,5 triliun. Jumlah yang sangat besar, mayoritas berupa persediaan, investasi properti, aktiva tetap, hingga land bank selain aset kas/setara kas maupun piutang.
Sebagai gambaran jika aset dapat dikelola secara produktif dan tercapainya target peningkatan yield hingga 5% dari total aset, maka negara berpotensi mendapatkan pendapatan tambahan sebesar Rp700 triliun setiap tahun. Dampak positif lainnya, menjadi penguatan APBN dengan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), terciptanya lapangan pekerjaan baru, pemerataan infrastruktur di daerah, dan pemenuhan kebutuhan pasokan terutama pangan, energi, air untuk masyarakat.
Kurang Optimalnya Aset BUMN
Namun, permasalahan saat ini banyak aset BUMN yang kondisinya idle, tidak terurus, tidak terinventarisasi dengan baik. Aset-aset ini hanya menjadi catatan pada laporan keuangan perusahaan tahunan. Perusahaan cenderung tidak memiliki target optimalisasi dan pendayagunaan aset di RKAP yang spesifik. Sekaligus kurangnya perencanaan maupun kajian (business planning) pengembangan aset, sehingga aset tidak produktif dan tidak berkontribusi pada kinerja perusahaan.
Permasalahan pengelolaan aset BUMN akibat birokrasi dan regulasi yang cukup rumit, sehingga memerlukan waktu dan proses yang panjang pada pedoman atau aturan yang berbeda-beda disetiap perusahaan.
Adanya beban operational expenditure atas aset perusahaan seperti biaya pemeliharaan, keamanan, hingga perpajakan dapat menjadi beban finansial jika tidak menghasilkan return. Lebih jauh, praktik revaluasi aset pada aset tetap maupun persediaan dan financial engineering terutama untuk “mempercantik” laporan keuangan merupakan tindakan fraud. Hal ini berisiko membuat nilai aset yang lebih tinggi dari pasar, sehingga dalam pelaksanaan optimalisasi aset tidak layak secara bisnis maupun tidak terserapnya pasar. Investor pun tidak berminat untuk kerja sama.
Langkah Strategis
The Public Wealth of Nations oleh Detter dan Folser (2017) menjelaskan, aset negara adalah kekayaan tersembunyi yang nilainya sangat besar. Secara umum, nilainya pun jauh lebih besar daripada gabungan utang negara. Jika aset negara dapat dikelola secara profesional dapat menghasilkan yield (imbal hasil) yang signifikan yang mengubah nilai aset dari beban pasif menjadi modal aktif dan produktif untuk kemakmuran negara.
Bagi Indonesia, hal ini relevan. Saat ini menjadi momentum yang tepat, sehingga lompatan besar perlu dilakukan Danantara dan perusahaan BUMN di bawahnya untuk mencapai target dividen Rp750 triliun dalam lima tahun. Ini artinya 8-9 kali dari realisasi 2024.
Setidaknya terdapat tujuh langkah strategis dalam percepatan optimalisasi aset-aset BUMN. Pertama, penerapan digital asset management untuk proses digitalisasi dalam mengidentifikasi, menginventarisasi, dan mengelola aset-aset BUMN. Hal ini dapat dimulai dari tahapan persiapan yaitu penyusunan rencana kerja, proses pendataan baik dari aspek lokasi, fisik lahan, legalitas, hingga peruntukan pengembangannya. Laporan hasil inventarisasi dapat dikelola dan dimonitor secara efektif dan terukur dalam sistem.
Kedua, melakukan kajian Highest and Best Use (HBU) atas aset-aset perusahaan idle. Hal ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi penggunaan aset yang paling menguntungkan, efisien dan produktif dari aspek fisik, legalitas, dan finansial yang dapat menjadi dasar keputusan dalam investasi.
Ketiga, diperlukannya fleksibilitas kebijakan dalam pendayagunaan aset BUMN. Saat ini berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 115/PMK.06/2020 tentang Pemanfaatan Barang Milik Negara yang secara umum menjadi standar acuan perusahaan. Perihal jangka waktu kerja sama terutama skema sewa hanya diatur lebih panjang, dari maksimal lima tahun menjadi 10 tahun. Perpanjangan ini agar investor mendapat kepastian dan keamanan dalam menjalankan bisnisnya. Tentunya hal ini harus sesuai dengan agreement antar pihak yang saling menguntungkan dan sesuai prinsip GCG perusahaan.
Keempat, melalui Danantara menerapkan kebijakan standardisasi prosedur kerja sama yang terpusat (Centralized Standard Operating Procedure) turunan dari Peraturan Menteri (Permen) didesain sederhana, ringkas dan terbuka. Standardisasi ini sebagai satu pedoman peta jalan yang jelas untuk investor bekerja sama dengan BUMN dari tahap penawaran hingga kontrak, guna mempercepat proses birokrasi, transparan dan akuntabel.
Kelima, memaksimalkan peran anak usaha BUMN yang entitasnya bergerak di bidang pengelolaan dan pengembangan aset (properti), yakni dengan ditetapkannya key performance indicator (KPI) secara spesifik untuk target percepatan pengelolaan dan pengembangan aset di perusahaan.
Keenam, sinergitas dengan pemerintah daerah dalam hal ini pemberian relaksasi terhadap pajak, dan kemudahan retribusi perizinan jika aset BUMN dapat dioptimalkan dan menyerap lapangan pekerjaan sekitar sehingga dapat memberikan multiplier effect untuk daerah.
Ketujuh, ekspansi dan penetrasi pasar dengan memperluas jangkauan kerjasama. Kemitraan tidak lagi terbatas pada lingkup vertikal (holding group) dan horizontal (sesama BUMN). Kerja sama perlu diperluas untuk menjangkau pasar publik maupun swasta, baik di tingkat domestik maupun internasional. Langkah strategis ini juga mendukung ketersediaan modal investasi bagi pengembangan aset tanpa membebani kondisi finansial perusahaan.
Masa Depan
Program optimalisasi dan pendayagunaan aset-aset BUMN ini semata-mata agar aset lebih produktif dan bekerja. Ini dapat dilakukan dengan transformasi tata kelola dari sisi kebijakan, regulasi, bisnis, finansial, dan manajemen resiko. Terlebih dengan cita-cita besar pertumbuhan ekonomi hingga 8% dalam 5 tahun yang tidak hanya mengandalkan tingkat konsumsi atau belanja negara (APBN).
Peran Danantara dalam memacu setiap BUMN untuk percepatan optimalisasi asetnya sangatlah vital. Hal ini juga sesuai dengan cita-cita awal pembentukan Danantara yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto untuk dapat mengoptimalkan seluruh aset dan kekayaan negara, khususnya aset BUMN untuk sebesar-besarnya kepentingan dan kemakmuran rakyat Indonesia.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.
