Setelah lama dinanti, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya meresmikan pabrik mobil Esemka di Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (6/9). Namun, setelah peresmian, Esemka malah mendapatkan kritikan. Banyak yang menuding pabrik ini tidak memproduksi, tapi hanya mengimpor mobil Tiongkok dan mengganti logonya dengan merek Esemka.
Pabrik milik PT Solo Manufaktur Kreasi ini di bangun di atas lahan seluas 115 ribu meter per segi ini menghabiskan dana Rp 600 miliar. Untuk tahap awal, pabrik ini memproduksi mobil pertama Esemka Bima, kendaraan niaga jenis pikap. Harganya dibandrol lebih murah dari mobil-mobil pikap merek lain yang sudah dijual di Indonesia, yakni di bawah Rp 100 juta.
Saat peresmian, Jokowi sempat menjajal mobil ini. Masalahnya, mobil pertama Esemka ini sangat mirip dengan produk mobil asal Tiongkok, yakni Changan. Makanya, banyak yang menilai Esemka adalah produk asing dan bukan mobil nasional (Mobnas), salah satunya Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.
(Baca: Luhut Kesal Mobil Esemka Disebut Tiru Produk Tiongkok)
"Pasti ada perjanjian rahasia yang kita tidak tahu, sehingga merek Esemka bisa pindah ke tangan swasta yang mobilnya mirip buatan asing, lalu disebut buatan anak bangsa," kata Fahri dalam akun twitter-nya (6/9).
Direktur Utama Solo Manufaktur Kreasi Eddy Wirajaya pun enggan menyebut Esemka sebagai mobnas. “Lebih tepatnya mobil buatan Indonesia karya anak bangsa sendiri," ujarnya saat peresmian pabrik Esemka.
Kemiripan fisik dan spesifikasi Bima dengan Changan Star Truck membuat banyak orang menilai Esemka hanya mengganti logo mobil Tiongkok tersebut. Sehari setelah peresmian pabrik, media sosial Indonesia dibanjiri dengan tudingan ini. Tagar (hastag) #ChanganJiplakEsemka menjadi trending topic Twitter pada Sabtu (7/9). Tagar itu dimaksudkan untuk menyindir Esemka sebagai kendaraan hasil jiplakan Changan.
Kemiripan dengan mobil Tiongkok tak hanya pada produk Bima. Awal 2018, purwarupa mobil Esemka dengan nama Garuda 1 sempat heboh. Mobil jenis Sport Utility Vehicle (SUV) ini punya kemiripan dengan mobil Tiongkok, yakni Foday Landfort. Kedua produk memiliki banyak kesamaan di bagian eksterior.
(Baca: Babak Baru Esemka, Mobil Nasional yang Beda Nasib dengan Vinfast )
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan kemiripan itu merupakan hal wajar karena dua pabrik tersebut memang memiliki kerja sama."Ya pasti, antara pabrikan itu punya kerja sama. Dulu Proton (Malaysia) pernah kerja sama dengan Suzuki Indonesia, sehingga impor completely knock down (CKD) dari Indonesia," katanya, Selasa (10/9). Mobil buatan Vietnam, VinFast juga memiliki platform serupa dengan BMW. Karena Vietnam menggandeng pabrikan asal Jerman tersebut.
Meski ada kerja sama dengan produsen mobil Tiongkok, Kementerian Perindustrian memastikan mobil Esemka tidak diimpor secara utuh (CBU) dari negara tersebut. Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan, Putu Juli Ardika menjelaskan pabrik perakitan Esemka bukanlah CKD atau pun IKD (incompletely knock down).
"Kalau CKD itu mobil utuh diurai, dibawa ke sini, dan dirakit. Bukan IKD juga, karena ada kewajiban konten lokal yang lebih tinggi," ujarnya di Jakarta, Rabu (11/9). Dia menjelaskan pabrik Esemka menggunakan fasilitas perakitan part by part. Artinya, komponen-komponen yang dibutuhkan untuk dirakit menjadi mobil didatangkan dari berbagai perusahaan, baik dalam maupun luar negeri.
Beberapa pekan sebelum Jokowi meresmikan pabrik Esemka, PT Solo Manufaktur Kreasi juga telah mengumumkan daftar perusahaan lokal yang menjadi pemasok komponen mobil Esemka Bima. Terdapat 26 perusahaan komponen lokal yang menjadi pemasok. Perusahaan-perusahaan ini memasok 60 persen komponen mobil Esemka.
26 Perusahaan Pemasok Komponen Lokal Esemka Bima
TKDN Esemka Lebih Rendah dari Merek Asing
Jika mengacu pada tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang dipakai, mobil Esemka masih jauh dengan produk mobil merek asing yang dibuat di Indonesia. Mobil irit ramah lingkungan (LCGC) seperti Toyota Agya, Daihatsu Ayla, Datsun Go, dan Honda Brio saja TKDN-nya sudah lebih dari 85%. Bahkan, Astra Daihatsu Motor mengklaim produknya sudah menggunakan 90 persen komponen lokal. Sedangkan kandungan lokal Esemka hanya 60%.
Salah satu inisiator mobil Esemka Dwi Budhi Martono mengatakan TKDN Esemka masih rendah karena butuh komponen berkualitas tinggi yang belum bisa didapat dari dalam negeri. Komponen yang diimpor di antaranya nozzle dan injektor bahan bakar, serta Electronic Control Unit (ECU) atau perangkat yang mengatur berbagai sensor dalam mobil.
Komponen impor pada bagian mesin di antaranya ring piston dan katup. Kemudian speedometer, indikator dan sistem kontrol di dasbor juga dipasok dari luar negeri. "Paling gampang ya dari Tiongkok," ujarnya seperti dikutip Tempo.co, Kamis (12/9).
(Baca: Bappenas Sebut Mobil Nasional Masih Sulit Bersaing dengan Merek Dunia)
Dwi yang juga berprofesi sebagai guru di SMK Negeri 2 Surakarta ini mengatakan masyarakat tidak perlu alergi dengan pengunaan komponen dari Tiongkok. Kendaraan merupakan produk global yang terdapat ribuan komponen di dalamnya. Untuk membuat mobil, tak perlu harus membuat semua komponennya sendiri. Banyak perusahaan yang bisa digandeng.
Dia mencontohkan banyak mobil seperti Audi, Acura, hingga BMW yang keseluruhannya komponennya dibuat di Tiongkok. "Mobil dari merek-merek ternama itu ada yang satu glundung (komponennya) dari Tiongkok, full 100%. Lihat saja di chinaautoweb.com," katanya.
Meski begitu, pihak Solo Manufaktur Kreasi menyatakan akan terus berupaya agar penggunaan komponen lokalnya bisa 100%. Sejak awal tahun ini, Esemka cukup intensif bertemu dengan perusahaan komponen lokal. Solo Manufaktur Kreasi juga telah bekerja sama dengan Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM) serta Perkumpulan Industri Kecil dan Menengah Komponen Otomotif (PIKKO).
(Baca: Esemka Dinilai Berpeluang Rebut Pasar Otomotif Nasional )
Jalan Panjang Mobil Esemka
Esemka pertama kali digagas pada 2007 oleh pemilik bengkel Kiat Motor, Sukiyat, untuk transfer ilmu kepada siswa-siswa SMK. Dua tahun kemudian, lahirlah mobil buatan anak SMK bernama Esemka Rajawali. Total ada 9 unit prototipe yang dibuatnya dengan nama 'Kiat Esemka' yang
Nama Esemka semakin melejit ketika Jokowi yang kala itu menjadi Walikota Solo menjadikan Esemka sebagai kendaraan dinasnya pada 2012. Saat itu pengembangan Esemka sempat menjadi rebutan. Permintaannya banyak, tapi produksinya masih sangat sedikit. Ditambah lagi mobil Esemka belum mengantongi izin.
Butuh investor untuk mengembangkan produk otomotif nasional ini. Pengembangan mobnas ini diperkirakan membutuhkan modal awal Rp 100 miliar. Awalnya, Garansindo berminat untuk meminang Esemka dengan berinvestasi dan mengembangkan karya anak SMK ini. Namun, kerja sama ini gagal mencapai kesepakatan.
(Baca: Jejak Suram Mobil Nasional, Bagaimana Nasib Esemka?)
Pada 21 April 2015, perusahaan milik mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono, PT Adiperkasa Citra Lestari Hero berhasil menarik hati Esemka. Esemka pun berkembang dengan membangun pabrik di Boyolali, Bogor, dan lokasi lain di Jawa Barat.
Pengembangan Esemka tidak berjalan mulus. Mobil ini sempat tidak lolos uji emisi gas buang hingga dua kali. Pada 2010, Esemka dinilai masih memiliki gas buang yang terlalu tinggi. Dua tahun kemudian, uji emisi sebagai prasyarat mobil bisa diproduksi, kembali gagal. Akhirnya pada Agustus 2012, pengujian emisi ketiga kalinya berhasil dan Esemka dinilai memenuhi standar. Meskipun telah lulus emisi, Esemka harus mengurangi bobot kendaraan hingga setengahnya.
Meski telah melalui serangkaian pengembangan sejak 2009, Esemka belum dapat diproduksi massal. Hal ini dikarenakan standar emisi Euro 4 telah diberlakukan untuk semua jenis kendaraan roda empat. Sementara Esemka baru mendapatkan Sertifikat Uji Tipe (SUT) bermesin Euro 2. Artinya, mobil Esemka yang telah mendapat SUT harus melalui pengujian ulang dengan mesin yang berbahan bakar Euro 4.
(Baca: Pabrik Beroperasi, 3.500 Mobil Pick Up Esemka Diproduksi Per Tahun)
Kini, setelah setelah mendapat izin dan pabriknya resmi berdiri, Solo Manufaktur Kreasi percaya diri mengeluarkan produk pertamanya Esemka Bima, dan akan segera menyusul produk mobil lainnya. Pada tahun pertama, Solo Manufaktur Kreasi akan memproduksi sebanyak 3.500 unit Esemka Bima. Adapun kapasitas produksi total pabrik Esemka sebesar 12 ribu unit per tahun.