Ia menyatakan, dampak jangka pendek keputusan itu adalah menurunnya aktivitas investasi, berkurangnya lapangan pekerjaan serta perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Yang menarik, kepanikan yang melanda pasar dunia itu menyebabkan investor berbondong-bondong beralih menuju investasi aman, termasuk yen Jepang. Padahal, pemerintah Jepang sedang berupaya "melemahkan" nilai mata uangnya.

Tujuannya untuk memacu kinerja ekspor serta pertumbuhan ekonomi. (Baca: Cemaskan Risiko Brexit, Bank Sentral Amerika Tahan Suku Bunga)

Di sisi lain, hasil referendum di Inggris ini telah mendorong bank-bank multinasional untuk memindahkan para pekerjanya dari Inggris ke kota-kota negara anggota Uni Eropa lainnya, yaitu Paris, Frankfurt, Dublin, dan Amsterdam. Para ahli memprediksi Brussels akan segera membatasi perdagangan aset dengan denominasi euro, sebagai bisnis utama untuk Inggris. Bank-bank besar seperti JPMorgan Chase dan Citigroup telah diperingatkan untuk mengalihkan sebagian kegiatan operasional mereka ke luar Inggris.

Keluarnya Inggris dari Eropa diperkirakan akan menimbulkan krisis keuangan global seperti yang pernah terjadi saat raksasa perbankan Lehman Brothers tersungkur tahun 2008.

Namun, tidak ada yang tahu persis, karena dunia belum pernah mengalami kondisi seperti saat ini sebelumnya.

Apapun yang terjadi, situasi saat ini telah menimbulkan kebingungan dan membuat Eropa kembali cemas setelah berhasil pulih dari perekonomian yang anjlok. Sebelumnya, Yunani dan Spanyol mengalami depresi ekonomi yang hebat.

Ketidakpastian yang ditimbulkan oleh keputusan Inggris untuk meninggalkan Uni Eropa akan berdampak panjang pada perekonomian dunia. Para investor saat ini sedang menduga-duga yang sebenarnya terjadi. Pasar yang sedang mencari tahu mengenai situasi saat ini, berpotensi mengalami risiko di berbagai aspek.

Cina, negara dengan perekonomian terbesar kedua dunia setelah AS, mengalami pelemahan signifikan. Brasil, salah satu negara berkembang yang disorot, sedang mengalami krisis. Eropa, yang potensi pasarnya sebanyak 500 juta penduduk, menghadapi kekacauan yang sulit untuk dipulihkan.

Langkah para investor yang mempercayakan uang mereka hanya di tempat-tempat aman seperti Departemen Keuangan Amerika Serikat membuat kredit semakin ketat. Akibatnya, pasar negara-negara berkembang makin sulit mendapatkan kucuran modal, yang nantinya bisa menghambat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, biaya pinjaman juga makin membengkak di negara-negara yang banyak berutang seperti Yunani, Italia, dan Portugal. (Baca: Jika Brexit Terjadi, Inggris Sulit Tembus Pasar Asia)

Di sisi lain, pemungutan suara untuk menentukan Inggris tetap atau keluar dari Uni Eropa menandakan negara-negara demokrasi besar dunia kian rentan terhadap pengaruh pergerakan politik populis.

Isu-isu itu menyangkut pemberdayaan para imigran serta pejabat di Brussels dan Washington, serta pekerja berupah rendah di Cina dan Meksiko.

Kampanye Brexit sudah memunculkan ketakutan di Eropa dan mayoritas negara maju. Selain itu, berpotensi memicu kompetisi dalam mendapatkan pekerjaan dan kemarahan terhadap para imigran yang sudah mengubah konsep atas identitas bangsa. Sentimen seperti ini menjadi tantangan untuk perdagangan yang menggunakan euro sebagai mata uang bersama.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement