(Baca: BI Ramalkan Empat Faktor Membayangi Ekonomi 2016)

Kedua, efek Cina tersebut akan memicu perlambatan ekonomi negara-negara berkembang, yang selama ini menjadi lokomotif perekonomian dunia saat ekonomi AS dan Eropa melemah. Apalagi, rendahnya harga komoditas turut memukul ekonomi negara berkembang.

Ketiga, kebijakan bank sentral AS (Federal Reserve) yang meninggalkan rezim bunga nol persen sejak akhir tahun lalu. Kebijakan ini akan semakin memperkuat mata uang dolar dan memperketat pembiayaan global. Alhasil, kondisi keuangan perusahaan menjadi tertekan yang ujung-ujungnya mempengaruhi ekonomi di masing-masing negara. “Secara keseluruhan, ada banyak ketidakpastian di luar sana dan saya berpikir itu akan menimbulkan gejolak,” kata Obstfeld. Dan menurut dia, gejolak ekonomi itu akan lebih dirasakan oleh negara-negara emerging market dan negara berkembang pada tahun ini.

Kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi Cina yang memicu efek spiral ke negara-negara berkembang, sebelumnya telah dinyatakan Bank Dunia. Dalam laporannya bertajuk “Global Economic Prospects” edisi Januari 2016, yang dirilis 6 Januari lalu, Bank Dunia memperkirakan laju perekonomian negara berkembang, yang sebelumnya berperan besar bagi pertumbuhan dunia, diperkirakan masih terus melambat. Pertumbuhannya pada tahun ini diperkirakan 4,8 persen (sama dengan ramalan IMF), atau lebih rendah dari proyeksi yang dibuat Bank Dunia pada Juni 2015 lalu sebesar 5,4 persen.

(Baca: IMF Menilai Kinerja Ekonomi Indonesia Tahun Ini Memuaskan)

Secara lebih spesifik, pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang di kawasan Asia Timur dan Pasifik, termasuk Indonesia, tahun ini sebesar 6,3 persen. Ini lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya 6,7 persen. Sebagai gambaran, ekonomi Cina tahun ini diperkirakan melambat menjadi 6,7 persen, sementara Rusia dan Brasil tetap terbelit resesi. “Ada perbedaan besar antara performa negara-negara berkembang. Dibandingkan enam bulan lalu, kini lebih banyak risiko,” kata Wakil Presiden dan Ekonom Utama Bank Dunia Kaushik Basu, dalam siaran pers Bank Dunia.

Alhasil, Bank Dunia meramal pertumbuhan ekonomi global tahun ini hanya 2,9 persen (lebih rendah dari ramalan IMF), atau lebih baik dari pencapaian 2015 sebesar 2,4 persen. Namun, angka itu lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebesar 3,3 persen.

Mengacu kepada tantangan itulah, IMF menyarankan agar pemerintah di negara-negara emerging market dan negara berkembang membuat kebijakan untuk mencari sumber-sumber pertumbuhan baru. Dengan begitu, bisa turut mengangkat  perekonomiannya ke tingkat pendapatan ekonomi maju. Selain itu melakukan reformasi struktural untuk menghilangkan kemacetan infrastruktur, memfasilitasi lingkungan bisnis yang dinamis dan meningkatkan sumber daya manusia.

Halaman:
Reporter: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement