Selain itu, BI pun melihat tingkat inflasi masih belum stabil karena pengaruh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada November tahun lalu masih terasa. Pada September, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi sebesar 0,05 persen, namun secara tahunan (yoy) masih terjadi inflasi sebesar 6,83 persen. (Baca: Tangkal Spekulasi Rupiah, BI Perketat Syarat Pembelian Valas)

Akan tetapi dilihat dari komponen inti, pada September masih cukup tinggi yakni sebesar 0,44 persen. Secara tahunan bahkan meningkat dari 4,92 persen pada Agustus menjadi 5,07 persen. “Awal tahun kemungkinan BI sudah lebih leluasa untuk menurunkan suku bunga,” kata David.

Kondisi Indonesia, menurut dia, tidak dapat disamakan dengan India yang telah menurunkan suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin (bps) dari 7,25 persen ke 6,75 persen pada 29 September lalu. Ini lantaran India tidak tidak terlalu mengalami masalah di defisit neraca transaksi berjalan, sehingga kurs rupee pun tidak terlalu mengalami pelemahan tajam terhadap dolar AS sebagaimana rupiah. India pun dinilai telah berhasil menurunkan defisit neraca transaksi berjalannya.

rupiah dan rupee

Ekonom DBS Group Research Gundy Cahyadi mengatakan hal yang sama. Menurut dia, BI pada saat ini akan berkonsentrasi menjaga stabilitas di sistem keuangan karena masih dianggap krusial. Meskipun sudah menguat sebesar 6 persen dalam sepekan, rupiah secara kumulatif masih melemah sebesar 10 persen sejak awal tahun.

“Pelemahan rupiah masih menjadi masalah, termasuk pula inflasi dan produksi, sehingga masih belum ada ruang bagi BI untuk memotong suku bunga pada saat ini,” kata dia. 

Halaman:
Reporter: Aria W. Yudhistira
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement