- Dalam banyak survei, PPP diperkirakan tidak lolos ambang batas parlemen.
- PPP, selaku partai Islam tertua, dinilai kurang bisa bersaing karena tidak menawarkan alternatif baru bagi pemilih.
- Partai-partai Islam sebaiknya melakukan rebranding, karena demorafi dan preferensi politik masyarakat telah berubah.
Tepat 50 tahun lalu, empat partai islam sepakat bersatu di bawah naungan partai berlambang Ka’bah bernama Partai Persatuan Pembangunan. Fusi Partai Nahdhlatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Partai Islam Perti ini otomatis menjadi partai Islam tertua yang masih bertahan hingga sekarang.
Sayangnya titel ‘tertua’ itu tidak menjamin perolehan suara tinggi. Partai Islam telah bertambah. Suara umat Islam yang tadinya menjadi ceruk PPP kini terbelah.
Menuju Pemilu 2024, kesuksesan politik partai ini diprediksi kian surut. Sejumlah survei memprediksi PPP tidak lolos ambang batas parlementer alias parliamentary threshold.
Ini adalah syarat minimal perolehan suara bila sebuah partai politik ingin ikut dalam penentuan kursi DPR dan DPRD. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 414 dan 415 menyebut bila parpol ingin memperoleh kursi di DPR, maka mereka harus memperoleh suara sekurang-kurangnya 4% dari jumlah suara nasional.
Kendati divonis demikian, Achmad Baidowi selaku Ketua DPP PPP tidak gentar. “Survei itu bukan hasil pemilu. PPP tidak panik,” katanya pada Katadata.co.id, Rabu (24/5).
Partainya, ia menyebut, kerap diprediksi tidak lolos ambang batas parlemen. Namun, pada akhirnya PPP tetap lolos.
Pada Pemilu 2019 lalu, PPP masuk sebagai satu dari sembilan partai politik yang lolos ke parlemen. Partai berwarna hijau ini berhasil melewati ambang batas parlemen dengan perolehan suara 4,52%.
“Menuju pemilu, mesin PPP akan terus dipanaskan untuk memaksimalkan dukungan,” ucap pria yang akrab disapa Awiek itu.
Partai Islam Masih Diminati Tapi Belum Bersinar
Tidak hanya satu survei yang memprediksi PPP tidak lolos ambang batas parlemen tapi lima. Mulai dari Litbang Kompas, Indikator Politik, Lembaga Survei Indonesia, Charta Politica hingga Political Statistics.
Dari kelima survei ini, PPP hanya mendapat suara lebih dari 4% di survei Charta Politika. Berikut perbandingan suara partai Islam dalam lima survei tersebut:
Pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin berpendapat partai Islam masih punya pasar suara sendiri, tapi memang sudah mulai berat. Jumlahnya banyak dan tidak kompak satu sama lain. Selain itu, menurut dia, kebanyakan umat muslim di Indonesia adalah golongan abangan.
Istilah ini mengacu pada tiga jenis fenomena agama Jawa yang ditulis Clifford Geertz dalam buku The Religion of Java. Secara sederhana, kaum abangan adalah masyarakat yang lebih longgar dan tak terlalu taat pada ajaran Islam, sementara santri lebih taat.
“Jadi kalau bicara apakah partai Islam itu mungkin bersinar? Agak sulit, agak berat,” katanya kemarin.
Secara khusus ia mengamati PPP selaku partai Islam tertua yang kurang bisa bersaing karena tidak menawarkan alternatif bagi pemilih. PPP dianggap sebagai partai Islam konservatif. Sedangkan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mulai progresif.
Kedua, semangat perjuangan PPP sudah mulai lemah dan kendor dalam konteks berjuang mendapat suara Islam. Sedangkan partai-partai Islam baru pasca-reformasi lebih militan. Mereka ingin membuktikan eksistensi sehingga tingkat perjuangannya lebih tinggi dari PPP.
“Faktor ketiga, suara basis pemilih Islam di PPP itu diambil PKB dan PKS. Mungkin lebih ke PKB, karena pendukungnya sama-sama irisan Nahdlatul Ulama (NU),” ucap Ujang.
Senada dengan itu, peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Nicky Fahrizal berpendapat PKB yang menjadi lawan head-to-head PPP. Selain memiliki basis suara yang berbeda tipis, PKB memiliki sistem regenerasi yang lebih baik daripada PPP.
Nicky melihat PKB didukung oleh model organisasi mahasiswa di lingkungan NU, yakni Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia alias PMII. Mahasiswa yang tergabung dalam PMII nantinya akan direkrut bergabung ke PKB. Di sisi lain, PPP masih mempertahankan sayap organisasi peninggalan lama.
“Jadi kalaupun PPP punya kader muda, paling usianya 35-36 tahun. Kader PKB itu banyak yang di bawah 35 tahun karena dukungan PMII. Lebih fresh kelihatannya,” kata Nicky.
Partai Islam Harus Berbenah
Dosen Universitas Gajah Mada Nyarwi Ahmad menyimpulkan fenomena yang dihadapi partai Islam, terlebih PPP ini menunjukkan lemahnya branding politik mereka di mata publik. Artinya posisi mereka masih belum tertanam kuat di benak publik.
“Padahal PPP dari segi brand ini partai tua, tapi daya tarik elektoralnya lemah dan harus dibangun dengan baik,” ujarnya.
Salah satu strategi yang biasanya dipakai partai politik untuk mendulang suara adalah faktor ketokohan. Mereka akan ‘menjual’ tokoh yang ada di dalam partai itu untuk menarik minat masyarakat.
Namun, Nyarwi melihat strategi ini tidka bisa dipakai dalam jangka waktu lama lantaran sang tokoh bisa saja pindah ke partai lain. “Sayangnya, sampai hari ini tidak ada tokoh sentral yang bisa mendongkrak PPP. Ini beda dengan partai lain, seperti PKS,” ujar Nyarwi dalam sambungan telepon.
Karena itu, partai-partai Islam sebaiknya melakukan rebranding, karena demorafi dan preferensi politik masyarakat berubah. Partai Islam harus memposisikan diri mereka di kanan-tengah, bukan terlalu di kanan atau di kiri. Hal ini dimaksudkan ideologi Islam yang dipakai bukan mentok ke konservatif.
Di tengah surutnya suara ke partai politik berbasis agama Islam, Ujang menilai ada satu cara yang bisa dipakai agar mereka mendulang elektabilitas, yaitu evaluasi dan kembali ke jati diri partai Islam. Partai yang memperjuangkan masyarakat dan umat.
Saran itu mungkin bernada klise, namun Ujang menjelaskan bahwa hal ini krusial. “Jangan sampai ketika umat kena musibah dan butuh bantuan, malah keduluan partai nasionalis,” katanya.
Bila dibandingkan dengan salah satu penguasa suara saat pemilu yang juga partai nasionalis, seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), suara partai islam di Indonesia memang terpental jauh.
Bahkan PPP menjadi partai Islam dengan suara terendah sejak 2014. Berikut rekap suara pemilu PKB, PKS, dan PPP, bila dibandingkan dengan PDIP sejak 2000: