Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Presiden Prabowo Subianto dalam 100 hari masa pemerintahannya menggulirkan program Koperasi Merah Putih. Targetnya ada 80 ribu koperasi baru di tingkat desa yang akan berdiri hingga pelosok Nusantara.

Program ini dikuatkan dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa dan Kelurahan Merah Putih yang diteken Prabowo pada 27 Maret 2025. Koperasi Merah Putih akan memperkuat swasembada pangan, pemerataan ekonomi, dan mewujudkan desa mandiri menuju Indonesia Emas 2045. Koperasi Merah Putih dirancang sebagai pusat aktivitas ekonomi dan sosial bagi warga desa.

Jauh sebelum Prabowo muncul dengan gagasan Koperasi Merah Putih, sang ayah, Sumitro Djojohadikusumo, pernah mengungkapkan konsep koperasi rakyat. Bahkan, disertasinya di Universitas Rotterdam yang berjudul Het Volkscredietween di de Depressie (Sistem Kredit  Rakyat di Masa Krisis Ekonomi) pada 1943 khusus menyoroti hal ini. Disertasi ini kemudian diterbitkan sebagai buku oleh LP3ES, dengan judul Kredit Rakyat di Masa Depresi.

Keprihatinan Sumitro terhadap kondisi petani kecil yang pada masa itu kerap terjerat utang kepada para tengkulak dan pedagang besar menjadi salah satu pemicu konsep koperasi rakyat. Dalam bukunya Ekonomi Pembangunan (1955), Sumitro melihat koperasi sebagai alat untuk membebaskan petani dari ketergantungan ekonomi yang menjerat kehidupan mereka.

“Di Indonesia pada umumnya belum ada golongan tuan tanah secara besar-besaran. Tetapi petani kecil terbelenggu oleh kekuasaan golongan tengkulak dan golongan pedagang besar yang biasanya terpusat di kota,” tulis Sumitro.

Ia juga menyebut ekonomi yang dikuasai oleh para pedagang dilakukan melalui perkreditan dan utang. “Golongan produsen seakan-akan terus-menerus berada dalam keadaan utang,” kata Sumitro.

Begawan ekonomi ini melihat masyarakat desa terjebak dalam sistem rente karena pada waktu itu tidak ada lembaga kredit rakyat yang sehat. Karena itu, Sumitro menilai kredit rakyat bisa menjadi solusi pemerataan ekonomi dan mengurangi ketimpangan sosial.

Dalam disertasinya, Sumitro mengusulkan agar pemerintah -pada waktu itu di bawah Hindia Belanda- mengembangkan lembaga kredit rakyat berbasis komunitas, seperti lumbung desa dan koperasi simpan pinjam. Ia juga mendukung subsidi bunga dan dukungan teknis dari negara agar koperasi kredit dapat berkembang secara sehat.

Ketika menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Industri di Kabinet Natsir pada 1950, Sumitro memprakarsai Program Benteng. Tujuannya menciptakan dan melindungi pengusaha pribumi Indonesia dan mengurangi dominasi ekonomi oleh pengusaha asing atau kolonial.

“Saya merasa bahwa tugas saya yang besar adalah membantu para produsen kecil. Ini adalah warisan dari pengalaman masa kecil saya, dan dari tesis saya mengenai kredit pedesaan,” ujar Sumitro dalam Recollections of My Career yang diterbitkan oleh Bulletin of Indonesian Economic Studies (BIES).

Sumitro ingin membantu para petani berpindah dari kegiatan nonpertanian ke industri pengolahan, transportasi, dan lain-lain agar mereka memiliki kehidupan yang lebih baik. Karena itu, koperasi didorong sebagai instrumen untuk mengumpulkan modal dalam negeri dan mendorong industrialisasi.

Ketika menerapkan Program Benteng itu pula, Sumitro memberikan hak monopoli impor bahan baku batik kepada Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI), yang saat itu merupakan koperasi terbesar di Indonesia. Dengan keuntungan besar yang diperoleh koperasi, Sumitro yakin modal investasi domestik dapat dibentuk.

Kebijakan ini menunjukkan bagaimana Sumitro memanfaatkan koperasi sebagai instrumen untuk mengumpulkan modal dalam negeri dan mendorong industrialisasi.

Dawam Rahardjo, ekonom dan Direktur Utama LP3ES periode 1980-1988 yang banyak menyunting tulisan Sumitro, menyebut kredit rakyat ini menjadi salah satu legacy atau warisan yang berharga dari ayah Prabowo itu. Kredit rakyat menjadi cikal bakal microfinance (pembiayaan mikro) yang merupakan instrumen penting untuk memberantas kemiskinan.

“Dalam membangun ekonomi Indonesia, memang harus ada keberpihakan yang jelas pada rakyat, ini kunci pemikiran Sumitro,” kata Dawam dalam buku Mengenang 100 Tahun Sumitro Djojohadikusumo yang diterbitkan Yayasan Arsari Djojohadikusumo.

Dawam menyebut Sumitro melihat koperasi sebagai sarana untuk memberdayakan rakyat dan menciptakan keadilan ekonomi.

Sumitro Mendorong Transformasi BRI

Sumitro juga memainkan peran penting dalam upaya awal negara memberdayakan ekonomi rakyat melalui lembaga keuangan nasional, terutama lewat Bank Rakyat Indonesia (BRI). BRI didirikan oleh Raden Bei Aria Wirjaatmadja pada 16 Desember 1895 atau pada masa kolonial Belanda dengan nama De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden.

Bank ini kemudian juga dikenal sebagai Bank Perkreditan Rakyat sebelum berubah nama menjadi Bank Rakyat Indonesia. Ketika Sumitro menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Perindustrian Kabinet Natsir (1950-1951) dan Menteri Keuangan Kabinet Wilopo (1952-1953), ia mendorong agar BRI menjadi bank pembangunan perdesaan.

BRI diminta menyediakan kredit mikro dan kecil kepada petani, nelayan, pedagang kecil, dan koperasi. BRI menjadi ujung tombak perbankan yang berorientasi sosial, bukan semata-mata mencari profit.

Dalam buku Pelaku Berkisah: Ekonomi Indonesia 1950an-1990an terbitan LP3ES, Sumitro menggarisbawahi pentingnya lembaga keuangan seperti BRI sebagai tulang punggung perekonomian.

“Ekonomi Indonesia tidak dapat dikembangkan tanpa menyalurkan kekuatan rakyat, terutama di desa. Lembaga-lembaga keuangan seperti koperasi dan bank rakyat harus menjadi tulang punggung,” ujarnya.

Namun pada masa Orde Baru, BRI mengalami pergeseran fungsi yang signifikan dari peran awalnya sebagai lembaga keuangan yang fokus pada pembiayaan rakyat kecil dan koperasi. Sumitro mengkritik kebijakan fiskal dan moneter pemerintah Orde Baru, khususnya pada akhir 1970-an dan 1980-an yang dinilai terlalu berpihak kepada konglomerat dan meninggalkan koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Kebijakan liberalisasi ekonomi yang dianut Presiden Soeharto dengan cara deregulasi perbankan melalui Paket Oktober 1988 (Pakto 1988). Kebijakan tersebut mempermudah pendirian bank baru dan membuka peluang bagi bank asing untuk beroperasi di Indonesia.

Sumitro menyoroti BRI dan bank pemerintah lain yang terseret dalam kebijakan makro yang mendukung industrialisasi besar-besaran, namun tidak memiliki landasan sosial yang kuat. Peran sosial bank, seperti dalam pembiayaan murah untuk koperasi dan pertanian diabaikan karena tekanan untuk meningkatkan profitabilitas dan efisiensi.

Pasca reformasi dan memasuki tahun 2000, BRI kembali menempatkan pembiayaan mikro sebagai bisnis inti. Hal ini antara lain dilakukan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan digitalisasi layanan mikro. Namun, Sumitro mengingatkan bahwa tanpa pengawasan dan arah ideologi yang jelas, bank seperti BRI bisa kembali tergelincir menjadi institusi pasar bebas yang kehilangan misinya.

Beda Koperasi Rakyat dengan Koperasi Merah Putih

Konsep koperasi rakyat atau kredit rakyat versi Sumitro bisa jadi memberikan inspirasi bagi Prabowo untuk mendirikan Koperasi Merah Putih. Bapak dan anak itu memang sering berdiskusi mengenai berbagai hal, termasuk soal ekonomi kerakyatan, dalam pembicaraan di meja makan.

Namun, koperasi rakyat versi Sumitro dan Koperasi Merah Putih Prabowo memiliki perbedaan. Sumitro terinspirasi oleh ekonomi campuran (Keynesianisme), ekonomi rakyat, koperasi Eropa Barat, dan sosialisme demokratis. Lewat pemikirannya ini, Sumitro ingin memberdayakan ekonomi desa, menekan ketimpangan struktural warisan kolonial, dan membentuk fondasi ekonomi rakyat yang mandiri.

Adapun Koperasi Merah Putih yang diusung Prabowo, mengacu pada sejumlah keterangan pemerintah, memandang koperasi sebagai alat perjuangan rakyat dalam ekonomi global. Ia ingin menjadikan Koperasi Merah Putih sebagai alat distribusi barang murah (sembako), solidaritas sosial, dan alat untuk menciptakan pemerataan ekonomi.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview

Edisi Khusus Sumitro Djojohadikusumo ini didukung oleh:

Logo Edisi Khusus Sumitro Djojohadikusumo

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami