Kolaborasi dapat Menyelesaikan Banyak Masalah Pangan

Ameidyo Daud Nasution
18 November 2020, 08:15
Ketua Komite Tetap Hortikultura Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Karen Tambayong
Katadata
Ketua Komite Tetap Hortikultura Kadin Karen Tambayong

Kuncinya, menyesuaikan pola tanam dengan permintaan pasar ?

Betul, selain itu semua pihak yang punya kepentingan melaksanakan tugasnya dengan gotong royong mulai produsen saprotan, agregator pertanian, offtaker, hingga logistik. Dari sisi offtaker, kalau semakin banyak cabai berkualitas maka mereka tidak perlu mengimpor. Kalau produk petani lebih banyak diserap, pendapatan mereka akan naik. Sedangkan untuk supplier benih dan pupuk, kalau petani berhasil maka mereka akan menggunakan pupuk dan benih itu. Dengan kolaborasi bisa menyelesaikan banyak masalah.

Perusahaan apa saja yang sudah ikut ?

Mulai dari BUMN seperti PT Pupuk Kujang. Kemudian ada PT East West Seed Indonesia (Ewindo), lalu perusahaan offtaker Pasar Komoditas Nasional (Paskomnas), kemudian Indofood. Itu semua untuk cabai yang di Garut.

Berapa target petani yang akan didampingi dengan model ini ?

Dua juta. Saya percaya kalau pemerintah melakukan secara masif akan ada lebih banyak petani yang berdaya dan bisa menjadi lebih baik lagi.

Pada akhirnya, konsep ini mirip dengan korporasi petani seperti yang kerap disampaikan Presiden ?

Jadi ada koperasi petani yang bergabung menjadi korporasi dan besar, itu yang harus dibangun. Kalau organisasinya belum terbangun masif apalagi masih perorangan akan sulit dan tidak akan pernah mencapai skala ekonomi.

Apa tantangan dalam pembentukan korporasi petani ?

Pertama tentunya pemerintah harus lebih mendorong secepatnya pembentukan koperasi dan korporasi petani. Itu di kementeriannya Pak Teten (Kemnekop UKM) dan mereka sudah maju. Tapi Pak Teten tidak bisa sendiri dan harus dibantu pemda bersama pemerintah pusat. Jadi ada koperasi yang bisa mengkonsolidasikan petani dan lahan petaninya, itu yang penting.

Apakah diperlukan suatu payung hukum agar model ini berjalan maksimal ?

Harus mulai di-secure kerja samanya karena belum ada payung hukumnya karena selama ini siapa yang memayungi. Kalau petani ‘selingkuh’ (menjual ke orang lain) ya sudah, lari, kita (swasta) tidak bisa ke mana-mana. Begitu juga petani harus dilindungi dari kemungkinan fraud offtaker.

Selain inclusive closed loop, apa lagi yang akan menjadi masukan dalam JFSS 2020 ?

Ada beberapa masukan, kalau saya yang jelas lahan. Karena bagaimana petani berproduksi jika lahannya kecil. Hortikultura seperti cabai, bawang, dan buah di Indonesia saat ini adalah pertanian yang berskala kecil. Padahal peluangnya luar biasa besar karena mempunyai nilai tambah tinggi dan penyumbang nutrisi terbesar. Artinya kalau bicara ketahanan pangan itu ada di holtikultura.

Persoalannya paling utama lahan ?

Lahan dan data. Kita enggak punya data, map policy dan land bank kita enggak punya. Mungkin ada, tapi terpisah, dan harus disatukan dalam satu sistem data nasional.

Jika masalahnya lahan, berarti erat kaitannya dengan pemerintah ?

Makanya pemerintah mengusulkan beberapa solusi seperti hutan sosial. Tapi sebetulnya kalau didata, mungkin ada perusahaan BUMN yang lahannya masih bisa dikerjakan oleh petani. Kemudian lahan milik masyarakat tapi dibiarkan, itu kan bisa dikerjakan. Hal seperti itu yang harus didata agar dimanfaatkan untuk produksi. Kalau one map policy ada, land bank ada, sebagian masalah selesai. Tinggal peningkatan SDM saja.

Sebenarnya masalah ini problem klasik, apa hal yang sudah menjadi perbaikan sejak dulu ?

Saya kira tahun 2017 ada one map policy yang diusulkan. Tapi masih banyak juga terjadi problem di lapangan karena lahan, terutama punya ulayat, punya negara, lalu batasannya bagaimana itu kan belum jelas. Seharusnya kita sekarang melanjutkan atau mempercepat one map policy tadi. Kalau itu sudah ada, bagus.

Sebenarnya ada produk hortikultura yang tak bisa diproduksi di Indonesia karena faktor iklim. Bagaimana menyiasatinya ?

Kita harus mempelajari apa saja keunggulan kita sebagai negara tropis. Kita bisa menanam cabe, bawang merah, dan sayuran sepanjang tahun. Memang ada produk holtikultura yang tidak bisa ditanam di Indonesia, itu jelas. Tapi tidak harus juga mengimpor semua.

Bagaimana caranya ?

Ada cara-caranya. Banyak buah impor dari luar karena kita tidak punya willingness untuk mempromosikan buah kita. Banyak detail seperti itu dan harus dicarikan solusinya. Salah satu contoh, kalau jeruk kita rasanya enak tapi permukaannya tidak bagus, ya sudah dibikin jus saja. Kenapa harus memaksa untuk menjual (tanpa diolah) sendiri.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Video Pilihan
Loading...

Artikel Terkait