Selama Ini yang Dikejar Jumlah Turis, Melupakan Kualitas Pariwisata
Pandemi Covid-19 tak mengendurkan rencana Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno mengembangkan destinasi pariwisata. Program yang terus dikebut di masa pandemi di antaranya pengembangan lima destinasi wisata prioritas.
Kelima wilayah tersebut adalah Danau Toba, Labuan Bajo, Likupang, Mandalika, dan Borobudur. Tak hanya kesiapan infrastrukturnya, Sandiaga terus menyiapkan atraksi hingga ekonomi kreatif di wilayah tersebut.
“Ini bisa menjadi peluang realokasi sebagian dana masyarakat yang habis untuk berwisata ke luar negeri,” kata Sandiaga dalam wawancara khusus dengan Pemimpin Redaksi Katadata.co.id, Yura Syahrul, pada pekan ketiga Maret lalu.
Dalam kesempatan tersebut, mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta tersebut juga menyinggung target porsi pariwisata terhadap pertumbuhan ekonomi RI dengan mengincar perputaran uang Rp 150 triliun dari turis lokal. Berikut petikan wawancaranya.
Apa yang akan Anda lakukan untuk mempercepat pengembangan Bali Baru di tengah pandemi?
Kemenparekraf mendapat dua arahan khusus dari Presiden. Beliau menitipkan persiapan destinasi super prioritas agar pascapandemi kita memiliki destinasi yang tak hanya mampu menarik wisatawan mancanegara, tapi menjadi pilihan dari wisatawan Nusantara. Selama ini dana wisatawan Nusantara untuk berwisata di luar negeri sebanyak Rp 150 triliun. Kami ingin hadirnya lima destinasi super prioritas yang baru ditambah kawasan strategis pariwisata nasional ini bisa menjadi peluang realokasi sebagian dana masyarakat yang habis untuk berwisata di luar negeri.
Di mana saja destinasi yang akan dikembangkan?
Labuan Bajo, Mandalika, Danau Toba, Likupang, Borobudur ini destinasi yang luar biasa. Menurut saya persiapannya bukan hanya dari infrastruktur tapi harus fokus kepada ekonomi kreatifnya, calendar of event, atraksi, produk-produk fashion, kuliner, handicraft termasuk film, musik, dan lainnya. Selain itu yang juga menjadi perhatian kami adalah pengembangan 244 desa wisata yang menjadi daya tarik wisatawan Nusantara maupun mancanegara. Ini yang menjadi tugas kami dan hampir 90 hari bertugas memang banyak PR-nya.
Apa saja strategi yang tepat untuk mengembangkan pariwisata di tengah pandemi saat ini?
Saya membagi kepada empat pilar utama. Pertama, kita harus memberi semangat atau motivasi karena banyak sekali pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif mengalami tekanan yang luar biasa setahun ini. Mereka kehilangan mata pencaharian, PHK, banyak yang makan tabungannya, ada yang makan dari jual hasil aset dan lain sebagainya. Jadi bagaimana kebijakan kami harus bisa mampu memompa semangat mereka untuk bertahan.
Kedua, bagaimana mereka bangkit dengan adaptasi baik dari sisi teknologi, onboarding, menggunakan CHSE sebagai strategi mereka bertahan dan revive. Jadi bagaimana mereka menangkap peluang dan banyak sekali sentuhan teknologi digital serta ekonomi kreatif yang ada di pilar kedua ini.
Pilar ketiga menurut saya yang paling penting itu adalah desa wisata. Ada 75 ribu desa di indonesia, lebih dari seribu memiliki potensi yang sudah terlihat oleh mata, dan ada 244 yang sudah jadi program. Bagaimana desa wisata ini menjadi program yang inklusif dan merangkul teman-teman kita yang ada di sektor ekonomi terbawah.
Yang terakhir adalah bagaimana pariwisata dan ekonomi kreatif merupakan daripada solusi bukan masalah. Selama ini pariwisata dianggap biang keladi penularan Covid-19 tapi justru kita yang terdepan dalam mendorong vaksinasi, terdepan dalam kepatuhan protokol kesehatan, dan terdepan dalam mendorong testing, tracing, dan treatment.
Jadi saya harus tegas menyampaikan kepada masyarakat, pemerintahan, dan dunia usaha bahwa pariwisata dan ekonomi kreatif adalah bagian dari solusi kebangkitan kita pasca pandemi.
Berarti Anda hampir tiap pekan blusukan ke kawasan wisata?
Ada yang blusukan fisik, ada yang yang e-blusukan. Namun, pada intinya seeing is believing. Jadi saya ingin melihat sendiri, mendengar langsung serta merasakan vibrasi dan resonansinya. Oleh karena itu hampir tiap minggu saya bergerak, bertemu dengan para pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif dan saya terus memberikan semangat mereka untuk bangkit.
Dengan seringnya Anda berkeliling, ini berarti sinyal pengembangannya akan tetap agresif meski pandemi?
Saya sudah mengunjungi kelimanya. Terakhir bersama Menko Maritim dan Investasi, kami mengunjungi Borobudur. Kemenparekraf akan berkoordinasi dengan Kementerian dan Lembaga lainnya. Contohnya, untuk memastikan kesiapan infrastruktur, kami koordinasi dengan Kementerian PUPR dan Perhubungan.
Kami dengan Kementerian Kominfo, Pemprov, dan Pemkab bicara interkoneksi ke destinasi tujuan wisata. Lalu dengan Kementerian ESDM, kami bicara untuk dukungan jaringan listrik atau misalnya site Geopark yang berada di bawah mereka.
Apa infrastruktur yang akan dibangun di destinasi tersebut?
Kita bangun triliunan infrastruktur di lima destinasi prioritas ini dan saya lihat sudah on the right track. Saya akan pastikan bahwa program ini juga tepat guna, tepat manfaat, dan tepat waktu, selesainya on schedule, on budget, juga on satisfaction. Kami juga ingin infrastruktur padat karya sehingga membuka lapangan kerja bagi masyarakat di sekitar lokasi destinasi.
Apa saja contohnya?
Kami dengan Kementerian Perhubungan membahas dukungan konektivitas. Ada 13 pelabuhan yang dibangun di Danau Toba, ada bandara baru yang dibangun di Manado, perluasan Bandara di Mandalika, Lombok Tengah. Ini untuk mendukung mobilitas manusia, kelancaran arus barang dan mewujudkan sistem transportasi yang efisien dan efektif. Bersama Kominfo kita bicara masyarakat yang kesulitan jaringan di destinasi super prioritas. Saya mengalami sendiri di Kupang.
Jadi bagaimana agar jaringan infrastruktur telekomunikasi itu bisa terbangun karena berkaitan dengan data. Internet saat ini menjadi keniscayaan, karena orang ingin selfie dan langsung upload, kalau tidak ada jaringannya akan sangat bete. Enggak bisa tayang, sebel, dan enggak akan berkunjung lagi ke situ, titik.
Banyak yang memperkirakan Covid-19 ini berlangsung dalam waktu lama. Bagaimana caranya meningkatkan turis domestik tapi tetap menjaga protokol yang ketat?
Strategi utama kita adalah bagaimana mengalahkan pandemi. Karena kalau kurva penularan itu turun, maka dengan sedikit promosi maka pariwisata otomatis akan bangkit, ekonomi kreatif akan pulih.
Jadi untuk mengalahkan virus atau menekan laju penularan virus hanya ada 3M. Makanya saya hampir tidak pernah melepas masker, menjaga jarak dan selalu rajin mencuci tangan. Kedua adalah 3T (testing, tracing dan treatment) di setiap setiap destinasi wisata itu kita lakukan.
Terakhir, vaksinasi yang kami genjot di destinasi wisata baik bagi para wisatawan maupun pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif. Hanya dengan angka (Covid-19) yang menurun maka confidence level akan meningkat sehingga pariwisata domestik akan bangkit.
Kedua, kami ubah fokus wisatawan dengan implementasi adaptasi kebiasaan baru. Jadi kita melihat karakteristik wisatawan mancanegara dan domestik berbeda. Kami melihat juga bahwa 55 juta kelas menengah baru kita sanggup berwisata, harus dibiasakan berwisata di Indonesia. Jumlahnya itu sekitar 30 juta orang, kita konversi sepertiga saja itu sudah 10 juta.
Apalagi sekarang banyak varian baru virus, bagaimana Anda menyikapi ini dan persiapannya?
Saya yakin situasi ini akan semakin meningkatkan protokol kesehatan dan sektor pariwisata akan semakin inovatif dalam menggaet wisatawan domestik. Sedangkan wisatawan mancanegara masih ditutup dan baru pertengahan tahun rencananya kita buka.
Dalam situasi sekarang, kami mengupayakan wisatawan domestik jadi tulang punggung dan mengambil peran yang ditinggal oleh wisatawan mancanegara. Ini disebut dengan konsep replacement value. Harapan kami wisatawan Nusantara bisa me-refresh antara 50 sampai 70 persen dari wisatawan mancanegara, sehingga kami bisa meminimalisir damage ekonomi secara keseluruhan.