INFOGRAFIK: Pro-Kontra Kepala Daerah Dipilih DPRD
Presiden Prabowo Subianto menyampaikan idenya untuk mengubah sistem pemilihan kepala daerah (pilkada) kembali dipilih Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dia beralasan, anggaran penyelenggaraan pilkada langsung boros.
“Saya lihat di negara tetangga efisien. Malaysia, Singapura, India, sekali memilih anggota DPRD. Efisien, nggak keluar duit banyak kayak kita,” kata Prabowo dalam HUT ke-60 Partai Golkar, Kamis, 12 Desember 2024.
Pernyataan Prabowo kemudian juga didukung sejumlah anggota kabinetnya, seperti Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian hingga Wakil Menteri Desa & Pembangunan Daerah Tertinggal sekaligus politikus Partai Gerindra Ahmad Riza Patria.
“Anggaran besar (pilkada) itu sebenarnya dapat dialokasikan untuk kebutuhan lain seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pangan,” kata Ahmad Riza Patria, Sabtu, 14 Desember.
Pengembalian pilkada oleh DPRD menuai kritik dari sejumlah pakar yang menganggap sistem ini memundurkan demokrasi dan mengkhianati cita-cita reformasi.
Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini misalnya, menyebut bahwa argumen efisiensi anggaran ini menunjukkan pelitnya negara dalam melayani hak politik rakyatnya.
“Memakai alasan efisiensi sebagai satu-satunya argumen di tengah bagi-bagi kue kekuasaan yang masif serta penambahan jumlah menteri dan wakil menteri secara fantastis, sungguh anomali,” tulis Titi Anggraini di media sosial X, Senin, 16 Desember.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif PARA Syndicate Virdika Rizky Utama menyebut bahwa tidak ada jaminan pilkada oleh DPRD dapat menekan anggaran, sebab ongkos politik juga terjadi dalam pilkada oleh DPRD.
“Menurut saya nominal transaksinya lebih besar. Banyak kasus korupsi yang melibatkan eksekutif dan legislatif daerah,” kata Virdi kepada Katadata.co.id, Selasa, 17 Desember.