Potensi Besar Hidrogen Hijau Indonesia
Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan hidrogen hijau dan diperkirakan akan mengalami lonjakan permintaan terhadap energi ini setelah tahun 2030.
Pada 2040, kebutuhan hidrogen di Indonesia diprediksi mencapai 2 hingga 5 juta ton per tahun. Dalam merespons peluang ini, Pertamina New & Renewable Energy (NRE) telah menyiapkan diri untuk menjadi eksportir utama dan penggerak ekonomi hidrogen nasional.
Hidrogen hijau merupakan jenis hidrogen yang diproduksi menggunakan sumber energi rendah karbon, dan menghasilkan emisi 70 persen lebih rendah dibandingkan dengan hidrogen yang diproduksi dari bahan bakar fosil.
Indonesia memiliki sebaran potensi energi terbarukan yang besar untuk produksi hidrogen hijau, tersebar di berbagai wilayah seperti di Sumatera dengan kapasitas 6 gigawatt (GW), Kalimantan sebesar 7 GW, Jawa sebesar 4 GW, Sulawesi sebesar 3 GW, Nusa Tenggara sebesar 2 GW, serta Maluku dan Papua dengan potensi terbesar, yaitu 16 GW.
Pertamina NRE telah menyusun strategi bertahap untuk mewujudkan ambisi sebagai eksportir utama hidrogen hijau.
Pada periode 2022 hingga 2026, fokus diarahkan pada uji coba proyek pilot, pembangunan kemitraan, dan pengembangan kapasitas awal. Selanjutnya, antara tahun 2027 hingga 2030, perseroan akan meluncurkan proyek ekspor, meningkatkan produksi dalam skala besar, serta memperkuat pasar domestik.
Pada periode 2031 hingga 2040, perusahaan pelat merah ini menargetkan posisi sebagai eksportir utama sekaligus penggerak utama ekonomi hidrogen di Indonesia.
Beberapa proyek unggulan telah disiapkan untuk mendukung strategi tersebut. Di Jakarta, Pertamina NRE mengembangkan stasiun pengisian hidrogen untuk truk dan kendaraan komersial, dengan target fase awal sebanyak 350 kilogram hidrogen per hari untuk melayani 10 truk hidrogen.
Di wilayah daratan utama Sumatera, akan dibangun kluster ekspor hidrogen hijau dari berbagai sumber energi terbarukan dengan target kapasitas produksi sebesar 100 ribu ton per tahun (KTPA).
Di Plaju, hidrogen hijau akan diproduksi dari tenaga surya dengan target 8 ton per tahun (TPA), sementara proyek di Ulubelu akan memanfaatkan panas bumi untuk menghasilkan hidrogen hijau dengan target 32 TPA.