Mengenal Sejarah dan Asal-Usul Tari Reog Ponorogo
Indonesia dikenal dengan semboyannya, Bhineka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu. Perbedaan tersebut meliputi ragam suku, agama, dan ras antar golongan, serta aneka budaya yang menyertainya.
Salah satu bentuk kebhinekaan Indonesia, adalah banyaknya jenis tarian yang tersebar dari Sabang hingga Merauke, salah satunya Tari Reog. Dikutip dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tari daerah atau tradisional tumbuh di kalangan masyarakat sesuai letak geografisnya. Tari daerah kerap berasal dari suku-suku tertentu, sehingga provinsi yang berdekatan dapat memiliki tari daerah yang sama atau mirip.
Dari segi fungsi, tari daerah akan dipentaskan di sejumlah kegiatan, seperti penyambutan atau persembahan, doa, penghiburan, permainan, dan laga. Ada juga tarian yang memiliki nama dan artinya mirip sesuai fungsinya. Tari tradisional umumnya memiliki ciri khas tersendiri di setiap daerah.
Salah satu tari daerah yang melegenda adalah Tari Reog. Tarian ini cukup dikenal baik di dalam negeri maupun mancanegara. Tari Reog berasal dari Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa Timur.
Umumnya, tarian ini dilakukan secara massal dan memiliki alur cerita. Tari Reog akan menyajikan tarian berupa tokoh lakon dengan struktur cerita ikut mengiringi proses tari.
Masyarakat Ponorogo dan sekitarnya akan mementaskan tarian tersebut setiap malam satu suro dan malam bulan purnama. Seiring perkembangan zaman, tari ini juga digunakan sebagai seremoni sambutan atau bentuk penghormatan kepada tamu besar, sehingga tidak hanya untuk ritual-ritual saja.
Sejarah Tari Reog
Dalam buku Babad Ponorogo jilid I-VIII tahun 1984, Tari Reog memiliki kisah tersendiri dalam proses kemunculannya. Sejarahnya berasal dari cerita rakyat. Ada lima versi cerita yang berkembang, namun yang paling terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu.
Dikisahkan bahwa Ki Ageng Kutu merupakan seorang abdi kerajaan pada masa Bhre Kertabumi pada abad ke-15. Dia melakukan pemberontakan karena murka pada pemerintahan raja yang penuh kezaliman dan terpengaruh kuat dari istri raja majapahit yang berasal dari Cina.
Kemudian dia meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan bela diri. Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan, maka dia membuat pertunjukan seni Reog yang merupakan sindiran kepada Raja Kertabumi dan kerajaannya.
Asal Mula Kata Reog
Selain kisah tentang penaklukkan, kata Reog juga melahirkan cerita lainnya. Semula, Ki Ageng Kutu menciptakan barongan untuk para warok. Setelah Ki Ageng Kutu dikalahkan, Raden Katong melestarikan barongan sebagai media dakwah Islam, mengungat Raden merupakan penyebar Islam pertama kali di Ponorogo. Barongan yang dimiliki warok sekarang menjadi milik masyarakat Ponorogo dan berganti nama menjadi Reog. Kata reog berasal dari kata riyokun artinya khusnul khatimah.
Komposisi Seni Reog
1. Warok
Warok berasal dari kata wewarah yang berarti orang yang mempunyai tekad suci, memberikan tuntunan dan perlindungan tanpa pamrih. Warok adalah wong kang sugih wewarah (orang yang kaya akan wewarah). Artinya, seseorang menjadi warok karena mampu memberi petunjuk atau pengajaran kepada orang lain tentang hidup yang baik. Warok iku wong kang wus purna saka sakabehing laku, lan wus menep ing rasa (Warok adalah orang yang sudah sempurna dalam laku hidupnya, dan sampai pada pengendapan batin).
Kesenian ini menjadi karakter/ciri khas dan jiwa masyarakat Ponorogo yang telah mendarah daging sejak dahulu yang diwariskan oleh nenek moyang kepada generasi penerus. Warok juga menjadi bagian peraga dari kesenian Reog dan tidak terpisahkan dengan peraga lainnya dalam unit kesenian Reog Ponorogo. Untuk menjadi warok, seseorang harus betul-betul menguasai ilmu baik lahir maupun batin.
2. Jathil
Jathil adalah prajurit berkuda, dan merupakan salah satu tokoh dalam seni Reog. Jathilan merupakan tarian yang menggambarkan ketangkasan prajurit berkuda yang sedang berlatih di atas kuda. Tarian ini dilakukan berpasangan antara penari satu dengan lainnya. Ketangkasan dan kepiawaian dalam berperang di atas kuda juga ditunjukkan dengan ekspresi atau semangat sang penari.
Jathil pada mulanya ditarikan oleh gemblak, laki-laki yang halus, berparas tampan atau mirip dengan wanita cantik. Gerak tarinya pun cenderung feminin. Ciri-ciri kesan gerak tari Jathilan pada kesenian Reog Ponorogo cenderung halus, lincah, dan cekatan. Hal ini didukung pola ritmis gerak tari yang silih berganti antara irama mlaku (lugu) dan irama ngracik.
3. Bujang Ganong
Bujang Ganong atau Patih Pujangga Anom adalah salah satu tokoh yang lincah, kocak nan kocak sekaligus mempunyai keahlian dalam seni bela diri sehingga di setiap penampilannya senantiasa diperagakan oleh sepasang penari yang pada umumnya selalu ditunggu-tunggu oleh penonton khususnya anak-anak.
Bujang Ganong digambarkan sebagai sosok seorang patih muda yang secara fisik cenderung buruk rupa. Meskipun begitu, dia cekatan, berkemauan keras, cerdik, jenaka, dan sakti. Topeng Bujang Ganong berwarna merah menyala dengan mata khas melotot, hidung besar, dan gigi menonjol. Topeng tersebut terbuat dari kayu dadap, sedangkan rambut pada topeng terbuat dari ekor kuda.
4. Klono Sewandono
Klono Sewandono atau Raja Klono merupakan seorang raja sakti mandraguna yang memiliki pusaka andalan berupa cemeti. Pusaka tersebut sangat ampuh dan dikenal dengan Pecut Samandiman. Sang Raja tampan dan muda tersebut selalu membawa pusaka itu ke mana saja. Pusaka tersebut digunakan untuk melindungi dirinya.
Kegagahan sang raja digambarkan dalam gerak tari lincah serta berwibawa. Dalam suatu kisah, Prabu Klono Sewandono berhasil menciptakan kesenian indah hasil dari daya ciptanya menuruti permintaan Putri (kekasihnya). Terlalu dimabuk asmara, gerakan tarian Raja pun cukup menggambarkan kondisi sedang kasmaran.
5. Singo Barong
Singo Barong adalah tokoh dan penari berkepala macan dengan hiasan merak dan tampil paling dominan pada kesenian Reog Ponorogo. Bagian-bagian topengnya terdiri dari kepala harimau (caplokan), terbuat dari kerangka kayu, bambu, rotan yang ditutup dengan kulit macan gembong/harimau jawa.
Selain itu, ada juga dadak merak, di mana kerangka terbuat dari bambu dan rotan sebagai tempat menata bulu merak. Itu untuk menggambarkan seekor merak yang sedang mengembangkan bulunya dan menggigit untaian manik-manik. Dadak merak berukuran panjang sekitar 2,25 meter, lebar sekitar 2,30 meter, dan beratnya hampir 50 kilogram.
Selanjunya ada krakap yang terbuat dari kain beledu warna hitam disulam dengan monte. Itu merupakan aksesori dan tempat menuliskan identitas grup Reog.
Demikianlah deskripsi mengenai Tari Reog Ponorogo yang melegenda hingga luar negeri. Bahkan, saking terkenalnya, Tari Reog Ponorogo sempat nyaris direbut hak kekayaan intelektualnya oleh Malaysia.