Asal Mula Fit and Proper Test, Jalur OJK Seleksi Anggota Dewan
Otoritas Jasa Keuangan atau OJK secara resmi telah menunjuk Mahendra Siregar sebagai Ketua Dewan Komisioner OJK untuk periode 2022-2027. Penetapan jabatan baru Mahendra itu sudah disepakati oleh Komisi XI DPR secara musyawarah dan mufakat kemarin, Kamis (7/4). Adapun Mahendra dipilih untuk menggantikan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso yang akan habis masa jabatannya.
Sebelumnya, ada 14 orang calon anggota dewan komisioner OJK yang bersaing dalam uji kelayakan dan kepatutan alias fit and proper test. Dari hasil uji ini, Komisi XI DPR memilih tujuh nama yang kemudian akan menduduki masing-masing jabatan dalam susunan dewan komisioner. Rangkaian fit and proper test ini diadakan pada hari Rabu (6/4) dan Kamis (7/4) lalu.
Bermula dari Klub Sepak Bola
Dari berbagai sumber ditemukan bahwa uji kelayakan dan kepatutan pertama kali dilakukan untuk menjaring pemilik dan direktur dari klub sepak bola di Inggris. Kegiatan ini dimulai pada 2004 antara Liga Premier, Liga Nasional, dan Liga Premier Skotlandia.
Melansir catatan The Guardian, setiap orang yang ingin menjalankan klub sepak bola, mengambil alih sebagai direktur, atau memiliki lebih dari 30 % saham klub wajib lulus dalam uji kelayakan dan kepatutan.
Kebijakan ini muncul karena kekhawatiran pihak berwenang atas kemungkinan adanya penipuan yang bermaksud untuk mengambil alih klub sepak bola secara semena-mena. Maka, salah satu tolok ukur utama yang digunakan adalah siapapun calon yang masih menjalani hukuman pidana atau telah menjalankan klub bola secara administratif dalam dua periode tidak dapat mengambil alih klub sepak bola tersebut.
Adapun salah satu direktur yang gagal dalam uji kelayakan ini adalah Direktur Rotherham United Dennis Coleman. Dalam penuturan The Guardian, Coleman memiliki masalah keuangan dan sudah pernah masuk ke dalam ranah administrasi dua kali.
Fit and Proper Test di Indonesia
Kajian Badan Pembinaan Hukum Nasional atau BPHN mendefinisikan fit and proper test sebagai sebuah evaluasi terhadap kompetensi dan integritas pemegang saham pengendali, dewan komisaris, dan direksi dalam mengendalikan kegiatan operasional. Definisi itu tercipta dari penerapan fit and proper test yang dilakukan Bank Indonesia untuk menguji pejabat-pejabat yang memimpin sebuah bank.
Beberapa jabatan yang dipilih melalui uji kelayakan dan kepatutan adalah Pemegang Saham Pengendali, Komisaris dan Direksi, hingga Pejabat Eksekutif Bank. Uji ini digunakan untuk menyaring sumber daya manusia yang kapabel dan mewujudkan good corporate governance.
Praktik uji kelayakan dan kepatutan ini kemudian dipakai oleh banyak badan negara lain, mulai dari TNI, Kepolisian, hingga Kementerian. Untuk Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), beleid yang mengatur tentang uji ini adalah Keputusan Menteri BUMN nomor KEP-091/MBU/2005. Menteri BUMN juga menunjuk lembaga profesional di luar BUMN untuk menguji calon direksi BUMN.
Untuk menduduki satu salah satu jabatan dalam jajaran direksi di salah satu badan BUMN, harus ada minimal sembilan orang calon yang masuk ke dalam long list. Dari sembilan orang ini, akan keluar tiga orang calon terbaik yang masuk dalam short list. Pemilihan tiga orang inilah yang dilakukan dalam proses uji kelayakan dan kepatutan.