Cara Kota Penyangga Lestarikan Citayam Fashion Week

Intan Nirmala Sari
27 Juli 2022, 12:05
Pengamat Tata Kota Yayat Supriatna
Katadata

Mendapat apresiasi dari dalam negeri hingga dunia, kini Citayam Fashion Week menjadi perebutan sejumlah pihak. Plt Dirjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, Razilu mengatakan sudah ada empat pihak yang mengajukan hak merek atas Citayam Fashion Week.

Tiga permohonan menggunakan nama Citayam Fashion Week, sedangkan sisanya hanya memakai merek Citayam. Di antaranya ada perusahaan Baim Wong, PT Tiger Wong dan Indigo Aditya Nugroho yang mendaftarkan merek tersebut melalui Kemenkumham.

Advertisement

“Orang Jakarta kaget melihat fenomena ini karena mereka tidak pernah melihat anak Jakarta kerumunan gitu dalam konteks kreatif. Udah lama Jakarta itu garing dengan budaya festival, kreatif, dan ini kan tanpa modal,” kata Pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna saat dihubungi Katadata.co.id akhir pekan lalu. 

Tak hanya menyoroti kehadiran Citayam Fashion Week, pengamat dan Dosen Universitas Trisakti ini juga menyoroti peran tata kota terhadap munculnya fenomena tersebut. Berikut rangkuman wawancaranya:

Apa yang tidak dimiliki kota penyangga, hingga remajanya beralih ke Dukuh Atas, Jakarta?

Jakarta punya segalanya, kalau Citayam, Bojonggede hanya kota kecamatan. Wilayahnya masih berbau rural, tapi pengaruh metropolitan begitu kuat, apalagi kalau dikaitkan dengan media sosial. Jadi kekuatan besar yang mendorong perubahan itu adalah media sosial seperti TikTok dan Instagram yang membuat orang tampil seperti Raja dalam seminggu, tapi juga bisa hilang dalam waktu cepat. 

Anak-anak milenial di kawasan pinggiran itu tidak punya panggung untuk eksis. Selama ini, mereka mau eksis itu susah, karena tempat dan lingkungannya tidak mendukung. Panggung yang menarik itu ya di Jakarta, apalagi memilih di Dukuh Atas dengan transportation hub, simpul pertemuan antarmoda dari MRT, LRT, KA Bandara, Transjakarta, dan menjadi transitnya para pekerja komuter. Tempat itu benar-benar sangat ramai untuk dilihat. 

Selanjutnya, tempat itu sudah lama vakum dari aktivitas anak-anak Jakarta. Trotoar yang dibangun selama ini tidak dimanfaatkan banyak remaja Jakarta. Jakarta Pusat itu adalah zona kawasan dengan jumlah penduduk sangat rendah, sehingga tidak banyak orang tinggal di tengah kota.

Apakah lahan eksistensi di kota penyangga menjadi prioritas saat ini?

Iya, tempat itu memberi makna, punya makna simbolis, nilai, prestise, hingga posisi. Di Dukuh Atas, Thamrin, atau Sudirman itu panggungnya besar banget, ada gedung-gedung besar, pencakar langit, ada bangunan tinggi, jalan lebar, banyak mobil. Itu menarik buat anak pinggiran melakukan mobilitas sosialnya, dari orang pinggiran tiba tiba menjadi orang kota. 

Dalam artian dia bermain dalam strata sosial Jakarta yang tidak semua orang bisa seperti itu. Jakarta itu kelasnya tinggi, tidak semua orang bisa merebut tempat itu kecuali memiliki prestasi atau kemampuan. Menariknya anak-anak Citayam Fashion Week ini pemberani, mengambil inisiasi bersama teman-temannya, bersama gengnya. 

Lebih menarik karena mereka berani tampil apa adanya walaupun dengan cara sederhana. Menggunakan pakaian dengan harga apa adanya tapi bisa tampil ala Amerika, ala Jepang, ala negara lainnya. Ketika ditanya kacamata harga berapa? Rp 20 ribu, belinya di Shopee

Hal apa yang paling mendesak dalam perencanaan tata kota?

Kalau membuat ruang kota, janganlah membuat ruang yang standar, biasa-biasa saja. Jika ingin ruang kota ramai dikunjungi,  minimal mendorong orang untuk update status di media sosial. Ketika mereka mengambil foto, maka tempat itu memiliki nilai tambah. Salah satu contoh yang viral sebelumnya, Tebet Ecopark.

Kenapa Ecopark itu menarik? Karena memberi sesuatu nilai lebih, nilai tambah dari yang lain.

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement