Outlook 2023: Sistem Pemilu dan Wajah Demokrasi Jelang Tahun Politik

Ira Guslina Sufa
6 Januari 2023, 13:01
Pemilu
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Seorang warga mengikuti simulasi pencoblosan dan penghitungan di TPS 17 pada Pemilihan umum 2019 di Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (10/4).

Uji materi terhadap sejumlah pasa dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 2017  tentang Pemilu mengenai sistem proporsional terbuka menjadi pembuka diskursus politik di awal 2023. Ramai-ramai partai bersuara menyatakan sikap. Delapan fraksi di DPR kompak menolak, sedangkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) berada di barisan yang setuju dengan materi uji materi. 

Sikap PDIP sudah jelas dari awal. Satu dari enam nama yang mengajukan uji materi ke MK adalah pengurus PDIP. Dia adalah Demas Brian Wicaksono. Lima nama lain adalah Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono. 

Uji Materi itu tercatat dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022. Adapun poin penting dari uji itu adalah meminta agar MK mengubah bunyi pasal dari sistem proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup dengan alasan lebih menjamin hadirnya kualitas legislatif dan lebih hemat anggaran.

Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto beralasan partainya berprinsip ingin mendorong mekanisme kaderisasi di internal partai politik. Sistem pemilu tertutup dipercaya bisa memberi ruang bagi politisi berpengalaman dan berkualitas untuk mengisi posisi legislatif sehingga melahirkan kebijakan yang berkualitas. 

 “Bagi PDIP kami berpolitik dengan suatu prinsip, dengan suatu keyakinan berdasarkan konstitusi, peserta pemilu adalah parpol dan kemudian kami ingin mendorong mekanisme kaderisasi di internal partai,” ujar Hasto di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Selasa (3/1).

Sikap keras PDIP justru dianggap sebagai upaya melanggengkan oligarki politik oleh delapan partai lainnya di parlemen. Wakil ketua Umum Partai Golkar Nurul Arifin justru mengatakan sistem proporsional terbuka lebih mewakili kehendak rakyat karena pemilih bisa mencoblos langsung calon yang dipercaya. Delapan partai bersepakat putusan Mahkamah Konstitusi yang menetapkan pemilihan terbuka sudah tepat. 

Adapun 8 fraksi yang menandatangani sikap bersama adalah fraksi Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PBB). Para fraksi sependapat bahwa pemilu harus dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka, yaitu pemilih mencoblos caleg saat pemilu bukan mencoblos partai. 

 "Kemajuan demokrasi pada titik tersebut harus kami pertahankan dan malah harus dikembangkan ke arah yang lebih maju, dan jangan kami  biarkan setback, kembali mundur," ujar delapan fraksi dalam surat pernyataan bersama yang ditandatangani Selasa (3/1).

Dalam pernyataannya, delapan fraksi menekankan pada tiga poin sikap. Pertama, akan terus mengawal pertumbuhan demokrasi Indonesia tetap ke arah yang lebih maju. Kedua, meminta Mahkamah Konstitusi untuk tetap konsisten dengan Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008, dengan mempertahankan pasal 168 ayat (2) UU No.7 tahun 2017 sebagai wujud ikut menjaga kemajuan demokrasi Indonesia. 

 “Ketiga, mengingatkan KPU untuk bekerja sesuai amanat Undang-Undang, tetap independen, tidak mewakili kepentingan siapapun, kecuali kepentingan rakyat, bangsa dan negara,’ tulis delapan fraksi dalam pernyataan. 

Halaman:
Reporter: Ade Rosman
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...