Ahli Tata Negara Ungkap Bahaya bila MK Kabulkan Gugatan Usia Capres

Ade Rosman
13 Oktober 2023, 08:45
MK putuskan uji materi
ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/nym.
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman memimpin jalannya sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (15/6/2023).

Mahkamah Konstitusi akan membacakan putusan sejumlah perkara uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) terkait batas usia capres dan cawapres pada Senin (16/10) pekan depan. Pengamat hukum dan tata negara Bivitri Susanti memperingatkan risiko politik jika MK mengabulkan gugatan tersebut.

Menurut Bivitri MK akan menghadapi risiko jangka panjang bila salah mengambil keputusan. Ia menyebut legitimasi mahkamah akan jatuh jika tak mengambil putusan yang tak konsisten. Hal itu menurut dia akan berbahaya bagi negara hukum.

“Legitimasi MK yang sangat tipis bergantung pada kepercayaan masyarakat itu akan sangat jatuh. Dan MK kita tahu sudah mulai diolok-olok, di-ridicule ‘Mahkamah Keluarga’,” ujar Bivitri kepada Katadata.co.id seperti dikutip Jumat (1310). 

Dosen STHI Jentera itu berharap hakim MK bisa berpikir jangka panjang dan segera menyadari risiko dari keputusan yang akan diambil. Kesadaran itu diyakini bisa membuat hakim lebih berpikir jernih dalam memutuskan perkara. 

Bivitri mengungkapkan, sebelumnya paling tidak MK sudah mempunyai 7 putusan terkait usia. MK menganggap usia bukan isu konstitusional tetapi kebijakan hukum terbuka atau open legal policy dari pembentuk Undang-undang. Hal itu menurut dia seharusnya bisa menjadi pegangan bagi mahkamah dalam mengambil putusan untuk perkara serupa. 

“Sehingga, seharusnya MK menolak dengan konteks bahwa seharusnya itu silakan diatur dalam Undang-undang, dibahas di Senayan di sana secara terbuka dan partisipatif,” kata Bivitri lagi. 

Indikasi MK Kabulkan Gugatan Usia Capres

Di sisi lain, Bivitri menggambarkan, bila berdasarkan analisis politik, terdapat empat indikasi yang mengarah pada kemungkinan MK mengabulkan gugatan tersebut. Pertama, kata Bivitri, belakangan MK memang telah mengeluarkan putusan yang sangat kontroversial seperti putusan mengenai perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK. 

MK juga mengeluarkan putusan menolak uji formil Undang-undang Cipta Kerja. Keputusan itu bahkan juga mendapat penolakan di internal hakim MK yang ditandai dengan adanya dissenting opinion dari hakim. 

“Kontroversial dalam hal argumennya dan didukung oleh dari segi banyaknya hakim yang mengajukan pendapat berbeda itu sangat tipis ya 4 banding 5 biasanya, ada 4 yang punya pendapat  berbeda,” kata Bivitri.

Indikasi kedua menurut dia adalah adanya  benturan kepentingan yang sangat tinggi. Padahal menurut Bivitri sebagai lembaga independen, MK harus terbebas dari benturan kepentingan. 

Hal itu didasari pada status ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman yang merupakan adik ipar dari presiden Joko Widodo. Hubungan keluarga ini menurut dia memiliki benturan dengan pihak yang akan diuntungkan langsung saat putusan tersebut keluar. Pasalnya, saat ini satu-satunya kandidat bakal calon wakil presiden yang akan berlaga di Pilpres 2024 dan berusia di bawah 40 tahun hanya Gibran Rakabuming Raka, yang merupakan putra Jokowi.

“Jadi benturan kepentingannya luar biasa tinggi sebenarnya. secara etik seharusnya dia (Anwar) mundur,” ujar Bivitri menjelaskan. 

Halaman:
Reporter: Ade Rosman
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...