Jurnalis Dihalangi Liput Kasus Baku Tembak Polisi, Ini Kata LBH Pers
Dua jurnalis mengalami intimidasi saat bertugas meliput kasus baku tembak antara dua polisi di kediaman Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Republik Indonesia (Kadiv Propam Polri), Irjen Pol. Ferdy Sambo pada Kamis (14/7).
Atas tindakan tersebut, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Ade Wahyudin menilai hal itu merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Selain itu, para pelaku juga dapat dikenakan pasal perampasan atau pengancaman yang tercantum di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta akses ilegal dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Menurut Ade, tindakan tersebut tak mencerminkan transparansi sebagaimana yang dijanjikan oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Jenderal Listyo Sigit untuk mengungkap kasus ini.
“Tindakan intimidasi dan penghalangan aktivitas jurnalistik ini bertolak belakang dengan niat Kapolri yang menjamin transparansi dan objektivitas dalam pengungkapan insiden tembak menembak di rumah dinas Kadiv Propam,” ujarnya dalam keterangan yang diterima Katadata.co.id pada Jumat (15/7).
Senada dengan Ade, Ketua Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Jakarta, Afwan Purwanto juga berpendapat, tindakan yang dilakukan terhadap dua jurnalis itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Menurutnya, tindakan tersebut mencederai kebebasan pers dalam kerja jurnalistik.
“Mengambil, menghapus paksa, hingga melakukan penggeledahan tas dan diri jurnalis yang meliput merupakan tindakan yang seharusnya tidak pantas,” katanya.
Sebelumnya pada Kamis (14/7), jurnalis 20Detik dan CNN Indonesia tengah melakukan peliputan di sekitar tempat kejadian perkara (TKP) kasus penembakan yang melibatkan Brigadir J dan Bharada E di kediaman Irjen Pol. Ferdy Sambo. Saat itu, keduanya dihampiri oleh tiga orang yang kemudian menggeledah tas mereka.
Tas yang digunakan jurnalis CNN dan 20Detik diperiksa tanpa ada persetujuan. Bahkan kedua jurnalis juga ikut digeledah tanpa memberikan penjelasan mengapa ketiganya melakukan tindakan tersebut.
Tak hanya menggeledah tas, ketiga orang tersebut juga mengambil paksa ponsel mereka serta menghapus foto dan video hasil liputan kedua jurnalis. Kemudian keduanya diminta untuk tidak meliput terlalu jauh dari TKP.
Padahal, Kapolri Jenderal Listyo Sigit sempat menjanjikan adanya transparansi dalam pengungkapan kasus ini. Oleh sebab itu, dirinya membentuk tim khusus yang melibatkan pihak eksternal Polri, yaitu Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
“Di satu sisi tentunya kita mengharapkan bahwa kasus ini bisa dilaksanakan secara transparan, objektif dan tentunya karena khusus menyangkut masalah anggota,” ujarnya pada Selasa (12/7) di Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri).