Jelang Tenggat, Pensiunan BUMN Masih Tolak Restrukturisasi Jiwasraya

Image title
21 April 2021, 17:51
Forum Pensiunan BUMN Nasabah Asuransi Jiwasraya menolak skema restrukturisasi yang diajukan perseroan karena menilai merasa menjadi korban kebijakan yang ditawarkan pemerintah.
ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/pras.
Sejumlah nasabah pemegangn polis Jiwasraya Saving Plan yang tergabung dalam Forum Korban Jiwasraya menggunakan topeng saat melakukan aksi di depan kantor PT Asuransi Jiwasraya (Persero), Jakarta, Senin (28/12/2020).

PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tengah berupaya menyelesaikan program restrukturisasi polis, salah satu yang masih menjadi pekerjaan rumah adalah persetujuan dari nasabah korporasi. Sejauh ini, tercatat ada 1.546 polis korporasi yang ikut skema restrukturisasi atau 76,6% dari total nasabah korporasi.

Dalam prosesnya, Forum Pensiunan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nasabah Jiwasraya masih menolak skema restrukturisasi yang diajukan perseroan. Forum yang beranggotakan pensiunan 10 BUMN ini merasa menjadi korban skema restrukturisasi yang ditawarkan pemerintah melalui Jiwasraya.

"Pertanyaan kami adalah mengapa para pensiunan menjadi korban," kata Ketua Umum Forum Pensiunan BUMN Nasabah Jiwasraya Syahrul Tahir dalam surat permohonan audiensi kepada Dewan Petimbangan Presiden yang dikutip Katadata.co.id, Rabu (21/4).

Menurut forum ini, pemerintah melalui Jiwasraya telah melanggar dan melawan hukum atas perjanjian dengan melakukan perubahan alias restrukturisasi secara sepihak. Padahal, pensiunan BUMN selama ini aktif bekerja mengumpulkan premi dari gaji yang dipotong wajib untuk mengikuti program tunjangan hari tua yang ditempatkan di Jiwasraya.

Syahrul memberikan contoh, terdapat tiga skema restrukturisasi untuk PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Pertama, Garuda harus membayar premi atau melakukan top up senilai Rp 1,8 triliun. Kedua, ada penurunan manfaat sekitar 69,3% hingga 73%. Ketiga, jangka waktu penerimaan dana dipersingkat rata-rata menjadi 6 tahun.

Restrukturisasi ini sangat mengejutkan karena para pensiunan merasa dikorbankan. Padahal, penyebab masalah ini adalah manajemen lama Jiwasraya. "Tentu kami tidak dapat menerima usulan proposal restrukturisasi seperti yang diajukan Jiwasraya," kata Syahrul.

Forum ini mengajukan skema restrukturisasi yang mengedepankan top up dari pemegang saham Jiwasraya, dalam hal ini Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN. Pertimbangannya, sumber masalah ada di manajemen lama Jiwasraya dan bukan para peserta program anuitas.

Proposal restrukturisasi yang diajukan Jiwasraya, tidak ada tambahan dana dari aset Jiwasraya atau bantuan pemegang saham. Sehingga, seluruhnya dibebankan kepada nasabah yang tidak melakukan kesalahan. Apalagi, kepesertaannya dalam rangka memenuhi undang-undang.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Bambang Sri Muljadi mengatakan, restrukturisasi merupakan hal wajar yang dilakukan perusahaan untuk menyehatkan keuangannya. Namun, ia menilai skema restrukturisasi Jiwasraya membebankan kerugian kepada nasabah yang seharusnya tidak dilakukan.

"Karena saat asuransi untung, ke mana keuntungannya dan dinikmati siapa? Harusnya sebagian dicadangan untuk meng-cover produk-produk anuitas yang telah dijanjikan jumlahnya tetap itu," kata Bambang kepada Katadata.co.id, Rabu (21/4).

Bambang setuju dengan usulan Forum Pensiunan BUMN, dimana untuk langkah restrukturisasi, pemegang saham harus ikut andil. Ia mengatakan, nasabah yang diamanatkan undang-undang, tidak bisa diperlakukan seperti nasabah lain, terlebih pensiunan.

"Kalau pendapat saya, pemegang saham harus ikut bertanggungjawab dengan suntikan modal. Nasabah bisa pilah-pilah, mana yang harus ikut menanggung (kerugian), mana tidak karena undang-undang," kata Bambang.

Berawal dari Premi Kecil, Manfaat Besar

Direktur Teknik Jiwasraya Angger P. Yuwono mengatakan, ada banyak kasus di masa lalu. Banyak polis yang memiliki manfaat tapi tidak dihitung premi. Sehingga, premi yang diterima Jiwasraya, jauh lebih kecil dari yang seharusnya dalam banyak kasus di Jiwasraya.

"Dalam hal ada manfaat yang selama ini tidak dipremikan, artinya preminya itu jauh di bawah seharusnya. Ada premi yang dibayarkan hanya sekitar 60% dari seharusnya," kata Angger yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Solusi Jangka Menengah Restrukturisasi Polis Jiwasraya ketika ditemui di kawasan Kebon Sirih, Jakarta, Senin (19/4).

Adapun, manfaat yang diterima oleh dana pensiun sebesar 14% net per tahun. Apalagi, manajemen lama Jiwasraya pernah menaikan pendapatan manfaat sekitar 4% sampai 8% per tahunnya, tapi tidak menaikkan nilai premi yang harus dibayarkan perusahaan.

Oleh karena ada manfaat yang tidak dihitung premi, jika polis dihentikan dalam rangka restrukturisasi, nilai tunainya akan kecil. Karena nilai tunai kecil, manfaat ke depannya juga jadi kecil. Sehingga penurunan manfaat yang diterima pensiunan menjadi sangat besar.

Halaman:
Reporter: Ihya Ulum Aldin
Editor: Lavinda
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...