Provisi Kredit Tinggi, Laba Bank Mandiri Kuartal I Turun 25%

Image title
27 April 2021, 18:07
Laba bersih Bank Mandiri (BMRI) menyusut 25,24% menjadi Rp 5,91 triliun pada kuartal I 2021 dari raihan sebelumnya Rp 7,91 triliun, dipicu tingginya biaya cadangan kerugian penurunan nilai.
ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/foc.
Karyawan Bank Mandiri mengenakan pakaian adat kebaya menghitung uang saat melayani nasabah di salah satu kantor cabang di Jatinegara, Jakarta, Selasa (21/4/2020).

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) membukukan laba bersih senilai Rp 5,91 triliun pada kuartal I 2021 atau menurun hingga 25,24% dibandingkan kuartal I 2020 yang sebesar Rp 7,91 triliun. Hal ini disebabkan biaya cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) atau provisi yang tinggi.

Berdasarkan laporan keuangan Bank Mandiri, pendapatan bunga tercatat Rp 24,14 triliun atau tumbuh 1,83% dari Rp 23,7 triliun secara tahunan. Sementara itu, beban bunga perseroan diketahui Rp 6,65 triliun atau turun 18,56% dari Rp 8,17 triliun. Alhasil, bank pelat merah ini memperoleh pendapatan bunga bersih Rp 17,48 triliun atau naik 12,55% dari periode sama tahun lalu senilai Rp 15,53 triliun.

Sementara itu, pendapatan non-bunga Bank Mandiri (fee based income) tercatat senilai Rp 7,61 triliun atau turun 1,62% dari Rp 7,73 triliun secara tahunan. Maka, total pendapatan operasional bank milik pemerintah itu menjadi Rp 25,61 triliun atau naik 7,16% dari Rp 23,89 triliun secara tahunan.

Bank berlambang pita emas itu harus menanggung pembengkakan biaya operasional 14,55% menjadi Rp 11,48 triliun dari semula Rp 10,02 triliun. Dengan demikian, laba operasi sebelum provisi tercatat Rp 14,12 triliun atau tumbuh 1,8% dari sebelumnya Rp 13,87 triliun.

Di tengah pandemi Covid-19, Bank Mandiri meningkatkan CKPN atau provisi hingga 55,4% dari Rp 3,47 triliun menjadi Rp 5,4 triliun. Dengan biaya CKPN yang naik signifikan dibanding sebelum pandemi Covid-19, maka laba bersih Bank Mandiri ikut tergerus.

Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin mengatakan, pencadangan tersebut diperlukan sejalan dengan program restrukturisasi kredit yang dilakukan Bank Mandiri di tengah lesunya dunia bisnis karena pandemi Covid-19. Per Maret 2021, Bank Mandiri telah melakukan restrukturisasi terhadap 547 ribu debitur dengan nilai Rp 124,2 triliun.

"Tetapi, nilainya terhadap portofolio itu telah terjadi penurunan baki debet karena ada pembayaran dan lainnya, sehingga di akhir Maret 2021 posisi baki debet restrukturisasi tinggal Rp 94,5 triliun," kata Siddik dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (27/4).

Ia menjelaskan, dalam mengelola kredit restrukturisasi, bank berkode saham BMRI ini melakukan analisis dan modeling terhadap tingkat risiko debitur. Bank Mandiri membaginya menjadi 3 klasifikasi segmen yaitu, berisiko rendah, medium, dan tinggi.

Debitur dengan klasifikasi rendah diperkirakan mampu bertahan dan kembali normal setelah restrukturisasi. Sementara debitur dengan risiko medium membutuhkan bantuan restrukturisasi tahap kedua agar bisnisnya dapat bertahan. Sedangkan yang berisiko tinggi memiliki potensi untuk turun sehingga perlu penangan khusus agar tidak masuk ke kredit macet.

Dari total baki debet tersebut, ada 11% debitur yang saat ini masuk dalam risiko kredit macet atau non-performing loan (NPL) sehingga untuk antisipasi penurunan kualitas tersebut, Bank Mandiri masih melakukan peningkatan CKPN, lebih besar dari yang dipersyaratkan oleh regulator. Dari total baki debet restrukturisasi yang tersisa tersebut, sebesar 0,9% sudah masuk ke kredit macet.

Pada posisi Maret 2021, pencadangan yang dilakukan Bank Mandiri nilainya mencapai 10% dari total baki debet portofolio restrukturisasi pandemi. Sementara CKPN coverage untuk debitur restrukturisasi yang berisiko tinggi nilai yang dicadangkan mencakup 49,4%.

Halaman:
Reporter: Ihya Ulum Aldin
Editor: Lavinda
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...