Solusi Kasus AJB Bumiputera Bisa Berkaca dari Strategi Jiwasraya

Image title
31 Agustus 2021, 18:49
AJB Bumiputera, Asuransi, Restrukturisasi Utang
Arief Kamaludin|KATADATA
AJB Bumiputera

Kasus gagal bayar klaim pemegang polis Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 yang berlangsung sejak beberapa tahun lalu masih bergulir hingga kini. AJB Bumiputera dinilai perlu berkaca dari strategi restrukturisasi utang PT Asuransi Jiwasraya (Persero) untuk menyelamatkan nasib para pemegang polisnya.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, persoalan AJB Bumiputera pertama kali muncul pada 1997 saat terjadinya krisis ekonomi. Inti masalahnya adalah defisit keuangan, di mana kewajiban AJB Bumiputera lebih besar dari asetnya.

"Sayangnya, kasus ini tidak pernah terselesaikan dengan baik dan terus membesar," kata Piter dalam acara sesi webinar, Selasa (31/8).

Ia menilai akar permasalahan yang terjadi di AJB Bumiputera karena Badan Perwakilan Anggota (BPA) yang selalu mengintervensi manajemen, sehingga program penyehatan sangat sulit dilakukan. Sementara itu, OJK telah memberi perintah tertulis sejak 2016 terkait larangan untuk tidak melakukan tindakan yang menghambat tugas pengelola statuter (PS).

"Namun pada 2016 OJK tidak melakukan tindakan tegas terhadap BPA dan baru menindak tegas pada 2018 ketika defisit AJB Bumiputera telah mencapai Rp 20,9 triliun," kata Piter.

Direktur Kepatuhan dan Sumber Daya Manusia Jiwasraya R. Mahelan Prabantarikso mengatakan, Jiwasraya memiliki tiga opsi untuk menyelesaikan masalah polis. Salah satu opsi tersebut dapat pula diambil sebagai solusi masalah di AJB Bumiputera.

Opsi pertama yang dimiliki Jiwasraya saat itu adalah memberi talangan (bail-out) dari pemegang saham, yaitu pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan nilai penuh. Opsi ini bisa dilakukan pemerintah dalam rangka menyelamatkan industri asuransi yang berpotensi sistemik, tapi opsi pertama ini tidak diambil oleh manajemen Jiwasraya.

Saat ini, industri asuransi tidak mempunyai infrastruktur hukum yang dapat dijadikan dasar bagi pemerintah untuk melakukan bail out langsung kepada Jiwasraya. Pasalnya, industri asuransi kedudukannya belum masuk dalam prioritas stabilitas sistem keuangan dan belum ada lembaga penjamin polis.

Alasan lain tidak memilih opsi pertama karena anggaran pemerintah terbatas. Pasalnya, per Desember 2020 saja, Jiwasraya mengalami defisit ekuitas mencapai Rp 38,4 triliun. "Di sini diputuskan kami tidak mungkin menggunakan bailout," kata Mahelan dalam sesi diskusi webinar, Selasa (31/8).

Mahelan menilai opsi bail out juga tidak cocok diterapkan dalam proses penyelamatan polis AJB Bumiputera. Pasalnya, jenis perusahaan asuransi tersebut adalah asuransi jiwa bersama, di mana pemegang sahamnya adalah pemegang polis. Apalagi per 2018, defisit Bumiputera ditaksir mencapai Rp 20,9 triliun.

"Maka di sini juga tidak mungkin kalau bailout karena pemegang sahamnya adalah mereka-mereka pemegang polis," kata Mahelan.

Opsi kedua adalah likuiditas. Likuiditas merupakan salah satu langkah yang dapat ditempuh dengan memperhatikan kondisi keuangan saat itu. Namun, mengingat nilai kewajiban Jiwasraya yang lebih besar dibandingkan harta kekayaan Jiwasraya, maka opsi ini pun tidak diambil oleh manajemen.

Halaman:
Reporter: Ihya Ulum Aldin
Editor: Lavinda
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...