Beragam Aksi Korporasi Bentoel Selama 31 Tahun di Bursa Saham
Produsen rokok PT Bentoel International Investama Tbk (RMBA) sudah mengantongi persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) untuk angkat kaki dari Bursa Efek Indonesia (BEI) atau delisting. Melantai di Bursa selama 31 tahun, apa saja aksi korporasi yang pernah dilakukan?
Bentoel melakukan penawaran umum perdana alias initial public offering (IPO) sebanyak 1.200.000 lembar atau sekitar 31,57% pada 5 Maret 1990 di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Nilai nominal sahamnya Rp 1.000 dengan harga penawaran Rp3.380 per lembar sehingga total nilai IPO Rp 4,06 miliar.
Setelah IPO, Bentoel mengalami sejumlah masalah keuangan. Namun pada 1991, Rajawali Group mengulurkan tangan dengan mengambil alih saham Bentoel dan mengubah nama perusahaan itu menjadi Bentoel Group. Berkat manajemen baru inilah, Bentoel mampu menuntaskan utang dan kemudian beralih menjadi PT Bentoel Prima.
Berdasarkan laporan tahunan 2020, aksi korporasi Bentoel berikutnya adalah penerbitan saham bonus pada 1994. Saham bonus yang diberikan sejumlah 2.850.000 saham dengan nominal Rp 1.000 per saham.
Selanjutnya, Bentoel melakukan pemecahan nilai nominal saham alias stock split pada 1997. Nominal saham Bentoel sebesar Rp 1.000 per saham menjadi Rp 500 per saham. "Mengakibatkan kenaikan jumlah saham yang beredar menjadi 13.300.000 lembar saham," kata manajemen Bentoel dalam laporan keuangan yang dikutip Rabu (29/9).
Pada 2000, Bentoel melakukan Penawaran Umum Terbatas I dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) alias rights issue. Setiap pemegang saham yang memiliki 2 lembar saham lama berhak atas 8 HMETD untuk membeli saham biasa. Total saham baru yang diterbitkan 53.200.000 lembar saham.
Lalu, setiap 8 HMETD diterbitkan, pemegang saham punya 17 Hak Memesan Hak Menerima Saham (HMHMS). Jumlah saham HMHMS tersebut sebanyak 113.050.000 lembar saham. Sehingga, total saham beredar Bentoel berjumlah 179.550.000 lembar saham.
Masih pada awal milenium, Bentoel kembali melakukan pemecahan nilai nominal saham dari Rp 500 per saham menjadi Rp 50 per saham. "Mengakibatkan peningkatan jumlah saham beredar menjadi 1.795.500.000 lembar saham," kata manajemen Bentoel.
Setahun berselang, Bentoel menerbitkan saham bonus dimana setiap pemegang saham yang memiliki 1 lembar saham mendapatkan 2 lembar saham biasa.
Pada 2002, Bentoel kembali melakukan Penawaran Umum Terbatas II dengan HMETD sejumlah 1.346.625.000 lembar saham dengan harga penawaran sebesar Rp 170 per saham. Sehingga jumlah saham yang beredar menjadi 6.733.125.000 lembar saham.
Pada 17 Juni 2009, British American Tobacco (BAT) resmi mengakuisisi 99% saham Bentoel dari tangan Rajawali Corpora, setelah BAT menjadi pemilik minoritas di Bentoel sejak 2000.
Setelah diakuisisi oleh BAT, pada 1 Januari 2010 Bentoel melakukan penggabungan usaha (merger) dengan PT BAT Indonesia Tbk (BATI), entitas anak BAT lainnya. Bentoel dipercaya sebagai entitas yang menerima penggabungan, sedangkan BATI bubar demi hukum.
Dalam penggabungan usaha ini, seluruh aset dan liabilitas BATI telah beralih kepada Bentoel. Setelah itu, Bentoel menerbitkan 506.880.000 lembar saham baru untuk menggantikan seluruh saham BATI.
"Sehingga jumlah saham Perseroan yang beredar menjadi 7.240.005.000 saham dan modal ditempatkan dan disetor penuh menjadi Rp 362 miliar," kata manajemen Bentoel.
Penawaran Umum Terbatas III dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) dengan jumlah 29.161.131.250 lembar saham tercatat di Bursa Efek Indonesia dengan harga Rp480 per saham, menambah jumlah saham beredar menjadi 36.401.136.250 lembar saham.
Aksi korporasi terakhirnya di Bursa sebelum delisting yang tercatat dalam laporan keuangan tersebut adalah Penawaran Umum Terbatas III dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) pada 2016.
Kala itu, Bentoel menerbitkan 29.161.131.250 lembar saham baru yang tercatat di Bursa Efek Indonesia dengan harga Rp 480 per saham. Hal ini menambah jumlah saham beredar menjadi 36.401.136.250 lembar saham.
Tender Offer Oktober, Resmi Delisting Januari 2022
Berdasarkan keterbukaan informasi, diperkirakan Bursa Efek Indonesia menghapus pencatatan efek Bentoel mulai 24 Januari 2022. Proses saat ini adalah, Bentoel sudah mengantongi persetujuan delisting dari pemegang saham dalam RUPSLB yang digelar 28 September 2021.
Corporate Brand & ESG Manager Bentoel Maria Melissa Riyani Putri mengatakan, perusahaan berencana memulai tender sukarela pada akhir Oktober 2021.
"Selanjutnya, Bentoel Group akan menjalankan langkah-langkah sesuai dengan persyaratan OJK," kata Maria kepada Katadata.co.id usai RUPSLB.
BAT selaku pengendali Bentoel akan membeli sisa saham publik di level Rp 1.000 per saham. Harga yang ditawarkan lebih mahal 226,8% dibanding harga penutupan terakhir saham RMBA sebelum disuspensi pada 5 Agustus 2021, yaitu Rp 306 per saham. Nominal tersebut juga 356,21% lebih tinggi dari harga rata-rata tertinggi dalam 90 hari terakhir sebelum 20 Agustus 2021.
Maria optimistis upaya ini dapat menjadi angin segar bagi perusahaan maupun para pemegang saham publik. Dengan demikian, proses delisting dapat diselesaikan, mengingat jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang saham publik saat ini relatif kecil.
Porsi pemegang saham publik tercatat 7,52% dari total modal ditempatkan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 7,29% dimiliki oleh satu pihak yaitu, UBS AG London. Praktis, hanya 0,23% yang dimiliki pemegang saham publik lainnya. Jumlah pemegang saham publik saat ini kurang lebih 2.385 pemegang saham.
Menurut Maria, tanpa penawaran tender atau tender offer, pemegang saham minoritas akan sulit menjual sahamnya di pasar reguler karena saham RMBA relatif tidak likuid. Oleh karena itu, Bentoel meyakini rencana delisting dilakukan demi kepentingan terbaik pemegang saham.
"Karena penawaran tender ini memberi pemegang saham publik kesempatan untuk menjual saham mereka dengan harga premium," kata Maria.
Meski menghapus saham dari pasar modal, British American Tobacco selaku pengendali Bentoel dengan kepemilikan 92,5% saham tetap berkomitmen untuk memiliki bisnis jangka panjang dan terus berinvestasi di Indonesia.