The Fed akan Naikkan Suku Bunga, Ini Empat Persiapan Negara-negara G20
Normalisasi moneter bank sentral negara-negara maju, terutama bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve (The Fed) akan berdampak pada kondisi ekonomi negara berkembang. Menyadari risiko tersebut, negara-negara G2o sepakat menyiapkan empat hal untuk meminimalisir risiko tersebut.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, upaya untuk menangkal dampak peningkatan suku bunga The Fed bukan hanya dilakukan oleh negara maju saja, tetapi juga negara-negara berkembang. Beberapa langkah yang perlu dilakukan antara lain:
Pertama, dari sisi negara maju perlu melakukan normalisasi dengan upaya perhitungan, perencanaan, dan komunikasi yang baik. "Ini tentu dilakukan sesuai dengan kondisi masing-masing negara," kata Perry dalam konferensi pers secara daring, Jumat (18/2).
Kedua, negara-negara berkembang bisa menerapkan kebijakan makroekonomi, termasuk dari sisi moneter yang lebih sehat dan prudent. Kebijakan makroekonomi tidak saja berfokus pada dukungan pemulihan ekonomi, tetapi juga stabilitas untuk menghalau efek rambatan.
Ketiga, negara berkembang perlu menyusun suatu kebijakan pengelolaan atau manajemen arus modal atau capital flows. Dengan demikian, sekalipun terjadi spill over, aliran modal asing yang masuk ke negara berkembang masih bisa terjadi dan mendukung pemulihan ekonomi.
Keempat, Melakukan diversifikasi penggunaan mata uang dalam transaksi. "Dari sesi ini juga dibahas perlunya suatu penggunaan mata uang untuk perdagangan dan investasi yang semakin bervariasi sehingga ini juga dapat mendukung ketahan negara berkembang," kata Perry.
Di samping empat hal tersebut, Perry mengatakan, negara anggota G20 juga sepakat untuk memperkuat ketahanan keuangan global dalam jangka panjang. Karena itu, dalam pertemuan para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral juga mendiskusikan upaya untuk meningkatkan pengelolaan aliran modal asing yang berkelanjutan.
Selain itu, negara-negara G20 juga berkomitmen memperkuat global safety net dari Dana Moneter Internasional (IMF), serta pengelolaan arus modal jangka pendek untuk memitigasi risiko.
Seperti diketahui, salah satu kekhawatiran utama perekonomian global saat ini ialah terkait rencana normalisasi moneter sejumlah negara maju, termasuk bank sentral Amerika (The Fed). Dalam asesmen BI, The Fed bisa menaikkan bunga acuannya sampai empat kali tahun ini, dengan kenaikan pertama pada bulan depan.
Meski demikian, pasar kini melihat adanya kemungkinan langkah lebih agresif lagi. Bank Investasi terbesar Amerika Morgan Stanley dalam perkiraan terbaru menyebut The Fed bahkan bisa menaikkan bunga sampai enam kali sebesar 150 bps.
Dalam kajian Bank Dunia, rencana kenaikan bunga The Fed kali ini dipastikan memiliki efek lebih ringan dibanding kejadian serupa 2013. Argumen serupa juga berulang kali disampaikan oleh Bank Indonesia, bahwa efeknya tidak akan segawat taper tantrum delapan tahun silam.
Meski demikian, Bank Dunia tetap memperingatkan bahwa risikonya tetap ada bagi negara berkembang seperti Indonesia. Risiko terutama terhadap kemungkinan beban utang korporasi yang akan semakin berat dengan meningkatnya biaya utang.
Ini tidak terkecuali terhadap perusahaan-perusahaan pelat merah alias BUMN, yang mana beban utangnya bisa menjadi penambahan risiko kewajiban kontinjensi bagi pemerintah.