IHSG Anjlok 0,63% ke Level 6.982 pada Akhir Sesi I, Isu Resesi Kencang

Patricia Yashinta Desy Abigail
10 Oktober 2022, 13:00
IHSG
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.
Karyawan berjalan di dekat layar yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (10/6/2022).

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup anjlok 0,63% ke level 6.982 pada sesi I perdagangan hari ini, Senin (10/10). Pada awal perdagangan, indeks saham dibuka di level 7.026 dan menyentuh angka tertingginya di level 7.026.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) pada penutupan perdagangan paruh pertama saham hari ini, total volume saham yang diperdagangkan sebanyak Rp 17,34 triliun dan frekuensi 817.989 kali. Sementara itu 398 saham terkoreksi, 139 saham bergerak di zona hijau, dan 146 saham tak bergerak.

Financial Expert Ajaib Sekuritas, M. Julian Fadli mengatakan, secara tren jangka pendek, indeks saham bergerak menurun atau downtrend dengan pola grafik descending triangle. Adapun area support penahan penurunannya yang terdekat berada di area 6.900 - 6.850. Jika area tersebut tertembus, maka support kuat selanjutnya berada di sekitar 6.750 - 6.700.

Berdasarkan indikator teknikal, menurut dia, IHSG cenderung turun, di antaranya posisi candle berada di bawah posisi middle BB, dan indikator stochastic membentuk dead cross di area netral.

Secara transaksi di sepanjang minggu lalu, investor asing tercatat melakukan jual bersih atau net sell sebesar Rp1,4 triliun di pasar reguler, terpantau masih terjadinya aksi aliran dana keluar di pasar.

Melansir Fortune, Mohamed El-Erian, kepala penasihat ekonomi Allianz, mengatakan, ada satu kesalahan The Fed yang menyalahartikan inflasi sebagai kondisi yang sementara dan tidak terlalu mengkhawatirkan saat resesi. Kesalahan kedua, ketika The Fed tidak bertindak dan memberi solusi yang berarti di tengah penyelesaian resesi, Ketiga, The Fed tidak mengurangi akselerator tahun lalu dan adanya keselahan kebijakan yang dilakukan The Fed. Hal tersebut berakibat masuknya resesi.

Fortune menuliskan, data yang dirilis pekan ini menunjukkan tingkat pengangguran AS turun bulan lalu dari 3,7% menjadi 3,5%. Itu dapat menyebabkan Fed yang hawkish untuk menaikkan suku bunga lagi.

Sementara itu, dalam rilis yang dikeluarkan Bareksa dikatakan, investor global saat ini berada di tengah persimpangan jalan untuk menentukan bahwa valuasi aset berisiko seperti saham dan obligasi sudah berada pada level yang atraktif atau belum.

Halaman:
Reporter: Patricia Yashinta Desy Abigail
Editor: Lavinda
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...