Biografi Wali Songo, 9 Tokoh Penyebar Agama Islam di Indonesia
Wali Songo identik dengan sejarah perkembangan agama Islam di Indonesia. Para tokoh yang dikenal sebagai Wali Songo memegang peranan penting dalam menyebarkan Islam di Jawa pada abad ke-14.
Istilah "Wali" merujuk pada seseorang yang berperan sebagai pembela, teman dekat, dan pemimpin dalam konteks agama, sering kali diinterpretasikan sebagai individu yang memiliki hubungan yang erat dengan Tuhan (Waliyullah). Sementara "songo" merupakan kata dalam bahasa Jawa yang artinya sembilan.
Secara literal, "Wali Songo" menggambarkan figur yang telah mencapai derajat spiritual tinggi dan memiliki pemahaman yang mendalam tentang agama Islam. Wali Songo terdiri dari sembilan tokoh yang biasanya disesuaikan dengan tempat tinggal mereka.
Biografi Wali Songo
Simak sederet tokoh-tokoh Islam dalam biografi Wali Songo berikut ini untuk mengenalinya lebih jauh.
1. Sunan Ampel
Raden Rahmat adalah keturunan dari Raja Champa, putra dari Ibrahim As-Samarkandi yang menikahi Dewi Candra Wulan, puteri Raja Champa. Ketika Raden Rahmat datang ke tanah Jawa, ia langsung menuju Majapahit karena bibinya, Dewi Dwara Wati, menjadi istri dari Raja Brawijaya, yang merupakan orang yang sangat disayanginya.
Saat berada di Tuban, Raden Rahmat bertemu dengan dua tokoh masyarakat, yaitu Ki Wiryo Sarojo dan Ki Bang Kuning, yang kemudian memeluk agama Islam bersama keluarganya. Konversi Ki Wiryo Sarojo dan Ki Bang Kuning ke Islam membuat upaya Sunan Ampel dalam mendekati masyarakat dan menyebarkan ajaran Islam menjadi lebih mudah. Mereka secara bertahap diajari tentang konsep Ketuhanan dan ibadah.
Sunan Ampel meninggal pada tahun 1406 Masehi dan dimakamkan di Kompleks Masjid Ampel, Surabaya. Hingga kini, makamnya banyak dikunjungi oleh peziarah dari berbagai daerah di seluruh Indonesia.
2. Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik
Maulana Malik Ibrahim, juga dikenal sebagai Syekh Magribi, adalah Wali Songo tertua yang mengembangkan agama Islam di Jawa Timur, terutama di Gresik. Karena kontribusinya tersebut, dia juga dikenal sebagai Sunan Gresik.
Maulana Malik Ibrahim menetap di Gresik di mana dia mendirikan sebuah masjid dan pesantren. Dia meninggal pada tahun 1419 Masehi (882 Hijriah) dan dimakamkan di Gapura Wetan, Gresik.
3. Sunan Bonang
Sunan Bonang, yang sebenarnya bernama Makdum Ibrahim dan merupakan putra Sunan Ampel, dilahirkan pada tahun 1465 Masehi dan meninggal pada tahun 1515 Masehi. Selama hidupnya, dia belajar agama Islam dari ayahnya sendiri.
Kemudian, bersama dengan Raden Paku, dia melakukan perjalanan ke Pasai untuk mendalami ajaran Islam. Kontribusi besar Sunan Bonang dalam menyebarkan Islam sangat diakui.
4. Sunan Giri
Raden ‘Ainul Yaqin, yang juga dikenal sebagai Raden Paku, adalah putra dari Syekh Maulana Ishaq, murid dari Sunan Ampel. Dia terkenal dengan gelar Sunan Giri. Sunan Giri adalah saudara ipar dari Raden Fatah, karena mereka menikahi saudari-saudari.
Raden ‘Ainul Yaqin dibesarkan oleh Nyai Gede Maloka atau Nyai Ageng Tandes, seorang wanita kaya. Setelah dewasa, dia belajar di Pesantren Ampel Denta (Surabaya) yang dimiliki oleh Sunan Ampel. Di sana, dia berteman dekat dengan Maulana Makdum Ibrahim, putra Sunan Ampel.
Ketika bersiap untuk menunaikan ibadah haji bersama Sunan Bonang, keduanya singgah di Pasai untuk mendalami ilmu keimanan dan tasawuf. Kisah tentang Raden Paku menceritakan bahwa dia mencapai tingkat ilmu laduni. Karena prestasinya ini, dia dikenal dengan nama Raden ‘Ainul Yaqin. Sunan Giri meninggal sekitar awal abad ke-16, dan makamnya terletak di Bukit Giri, Gresik.
5. Sunan Drajat
Sunan Drajad, yang nama aslinya Raden Qasim, dikenal sebagai Sunan Drajad karena melakukan dakwah di daerah Drajad, kecamatan Paciran Lamongan. Selain itu, masyarakat juga mengenalnya dengan sebutan Sunan Sedayu, Raden Syarifudin, Maulana Hasyim, dan Sunan Mayang Madu.
Raden Qasim adalah putra Sunan Ampel dari istri kedua bernama Dewi Candrawati. Dia memiliki enam saudara kandung, antara lain Siti Syareat (istri R. Usman Haji), Siti Mutma’innah (istri R. Muhsin), Siti Sofiah (istri R. Ahmad, Sunan Malaka), dan Raden Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang).
Selain itu, dia memiliki dua saudara tiri dari ibu yang berbeda, yaitu Dewi Murtasiyah (istri R. Fatah) dan Dewi Murtasimah (istri Sunan Giri). Istri Sunan Drajad adalah Dewi Shofiyah, putri Sunan Gunung Jati.
6. Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati, yang juga dikenal dengan nama Syarif Hidayatullah atau Syeikh Nurullah, merupakan tokoh yang berperan besar dalam penyebaran Islam di Jawa Barat.
Beliau berhasil mendirikan dua kerajaan Islam, yaitu Banten dan Cirebon, serta berhasil menguasai pelabuhan Sunda Kelapa yang sebelumnya dikuasai oleh kerajaan Hindu Pakuan.
Syarif Hidayatullah meninggal pada tahun 1570 Masehi dan dimakamkan di Gunung Jati, yang terletak sekitar 7 kilometer sebelah utara Cirebon.
7. Sunan Kudus
Sunan Kudus, yang nama aslinya Ja’far Sadiq, dilahirkan pada pertengahan abad ke-15 dan meninggal pada tahun 1550 Masehi (960 Hijriah). Beliau memainkan peran penting dalam penyebaran Islam di daerah Kudus dan sekitarnya, di bagian utara Jawa Tengah.
Untuk memperlancar dakwah Islam, Sunan Kudus membangun sebuah masjid yang terkenal dengan nama Masjid Menara Kudus, yang dianggap sebagai peninggalan budaya Islam di Nusantara.
Selain sebagai ulama, Sunan Kudus juga dikenal sebagai seorang sastrawan. Beberapa karya sastranya yang terkenal antara lain Gending Maskumambang dan Mijil.
8. Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga, yang sebenarnya bernama Raden Mas Syahid, merupakan salah satu dari Wali Songo yang terkenal karena sifatnya yang besar, toleran, dan memiliki bakat sastra. Beliau adalah seorang mubalig yang melakukan dakwah sambil melakukan perjalanan.
Dalam menyebarkan dakwahnya, Sunan Kalijaga sering memanfaatkan seni rakyat seperti gamelan, wayang, dan lagu-lagu daerah. Beliau meninggal pada akhir abad ke-16 Masehi dan dimakamkan di desa Kadilangu, di sebelah timur laut Demak.
9. Sunan Muria
Sunan Muria, yang nama aslinya Raden Umar Said, adalah putra dari Sunan Kalijaga. Dia adalah seorang mubalig yang menyebarkan dakwahnya ke desa-desa terpencil dan daerah pegunungan.
Dalam misi dakwahnya, Sunan Muria menggunakan sarana seperti gamelan dan seni daerah lainnya. Dia dimakamkan di Gunung Muria, yang terletak di utara kota Kudus.