Mencermati Pandangan Tiga Ulama Terkait Hukum Merokok saat Puasa
Hukum merokok saat puasa menjadi salah satu tema yang mengundang perdebatan di kalangan umat Muslim. Meski Al-Quran dan hadis telah memberikan panduan umum mengenai larangan mengkonsumsi makanan dan minuman selama waktu berpuasa, keberadaan rokok sebagai produk modern menimbulkan pertanyaan baru yang memerlukan pemahaman yang cermat.
Merokok saat menjalani ibadah puasa bukanlah masalah yang sederhana, karena melibatkan pertimbangan etis, kesehatan, dan kepatuhan terhadap ajaran agama.
Diskusi tentang rokok ini, mencerminkan kompleksitas dalam memahami dan menerapkan hukum Islam terkait perbuatan-perbuatan tertentu, termasuk kegiatan merokok. Dalam konteks ini, penting untuk memahami berbagai pandangan ulama dan interpretasi hukum Islam yang berkaitan dengan masalah merokok selama puasa.
Pendapat Tiga Ulama Mengenai Hukum Merokok saat Puasa
Berikut ini beberapa pandangan mengenai merokok saat puasa dari tiga Ulama, yakni Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin, Syaikh Sulaiman Al-‘Ujaili, dan Syaikh Nawawi al-Bantani.
1. Hukum Merokok saat Puasa Menurut Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin
Seperti yang disebutkan sebelumnya, hukum merokok saat puasa menjadi perdebatan di kalangan ulama. Ada pun yang pertama menurut Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin yang secara gamblang menyatakan pendapatnya terkait hal ini. Dikutip dari Rumaysho, berikut penjelasannya:
Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin merupakan salah satu Ulama yang tegas melarang merokok saat puasa. Menurutnya, rokok termasuk dalam kategori minum (syariba). Sebab, dalam bahasa Arab, mengisap rokok disebut syariba ad dukhon. Jadi mengisap rokok disebut dengan minum atau syariba.
Kemudian juga, asap rokok yang sebagian kecil masuk dalam tubuh, dipandang sebagai pembatal puasa. Sebab, segala sesuatu yang masuk dalam perut dan dalam tubuh akan membatalkan puasa, baik yang masuk adalah sesuatu yang bermanfaat atau yang mendatangkan bahaya.
Misalnya seseorang menelan manik-manik, besi atau selainnya (dengan sengaja), maka puasanya batal. Oleh karena itu, tidak disyaratkan sebagai pembatal puasa adalah memakan atau meminum sesuatu yang bermanfaat. Segala sesuatu yang masuk ke dalam tubuh dianggap sebagai makanan dan minuman.
Ia juga berpendapat bahwa hukum merokok saat puasa adalah dilarang, karena bulan Ramadan adalah waktu yang tepat bagi orang yang memiliki tekad yang kuat untuk meninggalkan rokok yang jelek dan bisa mendatangkan bahaya.
Ia memandang, bulan Ramadan adalah kesempatan yang baik untuk meninggalkan rokok karena sepanjang siang seseorang harus menahan diri dari hal tersebut. Sedangkan di malam hari, orang tersebut bisa menghibur diri dengan hal-hal yang mubah seperti makan, minum, jalan-jalan ke masjid atau berkunjung ke majelis orang sholih. Untuk meninggalkan kebiasaan merokok, seseorang juga hendaknya menjauhkan diri dari para pecandu rokok yang bisa mempengaruhi dia untuk merokok lagi.
Jika pecandu rokok sebulan penuh meninggalkan rokoknya (ketika puasa), ini bisa menjadi penolong terbesar baginya untuk meninggalkan kebiasaan rokok selamanya, dia bisa meninggalkan rokok tersebut di sisa umurnya. Bulan Ramadhan inilah kesempatan yang baik. Waktu ini janganlah sampai dilewatkan oleh pecandu rokok untuk meninggalkan kebiasaan rokoknya selamanya.
Penjabaran di atas merupakan pendapat Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin yang termuat pada kitab Majmu’ Fatawa wa Rosa’il Ibnu ‘Utsaimin. Wallahualam bishawab.
2. Hukum Merokok saat Puasa Menurut Syaikh Sulaiman Al-‘Ujaili
Merokok adalah tindakan menghirup dan menghembuskan asap bahan tanaman yang terbakar. Di Indonesia, bahan dasar rokok yang paling umum adalah tembakau.
Rokok merupakan barang yang relatif mudah ditemukan di sekitar kita. Seperti warung, minimarket, supermarket, dan tempat semacamnya. Di dalam agama Islam, hukum merokok saat puasa ditinjau dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa. Salah satunya adalah sengaja makan dan minum sengaja.
Secara kasat mata, rokok hanya mengeluarkan asap yang dihisap dan masuk ke dalam tubuh. Ternyata, hal ini dianggap oleh ulama Syaikh Sulaiman Al-‘Ujaili sebagai hal yang bisa membatalkan puasa. Sebagaimana kutipan dari kitabnya yang berjudul Hasyiyatul Jamal berikut ini:
وَمِنْ الْعَيْنِ الدُّخَانُ لَكِنْ عَلَى تَفْصِيلٍ فَإِنْ كَانَ الَّذِي يَشْرَبُ الْآنَ مِنْ الدَّوَاةِ الْمَعْرُوفَةِ أَفْطَرَ وَإِنْ كَانَ غَيْرَهُ كَدُخَانِ الطَّبِيخِ لَمْ يُفْطِرْ هَذَا هُوَ الْمُعْتَمَدُ
Artinya: "Dan termasuk dari 'ain (hal yang membatalkan puasa) adalah asap, tetapi mesti dipilih. Jika asap/uap itu adalah yang terkenal diisap sekarang ini (maksudnya tembakau) maka puasanya batal. Tapi jika asap/uap lain, seperti asap/uap masakan, maka tidak membatalkan puasa. Ini adalah pendapat yang mu'tamad (dirujuk ulama karena kuat argumentasinya)."
3. Hukum Merokok saat Puasa Menurut Syaikh Nawawi al-Bantani
Diketahui bahwa penjelasan oleh para ulama terkait dengan salah satu hal yang membatalkan puasa, yakni sengaja memasukkan benda ke dalam lubang yang ada pada tubuh. Tentu hal ini berkaitan erat dengan kegiatan merokok.
Ketika melakukannya rokok dihisap melalui mulut. Di samping itu, umumnya puntung rokok yang dijual di pasaran memiliki rasa manis. Sangat rentan rasa manis tersebut terhirup sehingga membatalkan puasa.
Berikut pendapat tentang merokok saat puasa oleh Syaikh Nawawi al-Bantani:
يفْطر صَائِم بوصول عين من تِلْكَ إِلَى مُطلق الْجوف من منفذ مَفْتُوح مَعَ الْعمد وَالِاخْتِيَار وَالْعلم بِالتَّحْرِيمِ ...وَمِنْهَا الدُّخان الْمَعْرُوف
Artinya: "Sampainya 'ain ke tenggorokan dari lubang yang terbuka secara sengaja dan mengetahui keharamannya itu membatalkan puasa... Seperti mengisap asap (yang dikenal sebagai rokok).
Itulah penjelasan tentang hukum merokok saat puasa yang patut diketahui. Dapat disimpulkan bahwa merokok dapat membatalkan puasa.