Bursa Saham Hanya Dibuka 2 Hari, IHSG Pekan Depan Minim Sentimen
Pada pekan depan belum ada rilis signifikan yang dapat menjadi booster bagi pergerakan indeks harga saham gabungan atau IHSG. Pelaku pasar menunggu kinerja keuangan emiten untuk kuartal II 2023 yang akan rilis mulai bulan depan.
Pelaku pasar juga mencermati rilis domestik yaitu data jumlah uang beredar pada periode Mei 2023. Data ini juga menggambarkan pertumbuhan penyaluran kredit, serta jenis penggunaannya.
Financial Expert Ajaib Sekuritas Ratih Mustikoningsih mengatakan, perdagangan pekan depan yang hanya berjalan dua hari yakni 26-27 Juni 2023 di tengah katalis yang minim membuat pasar akan cenderung sepi.
“IHSG pada perdagangan 26-27 Juni 2023 diproyeksikan bergerak sideways dalam rentang 6.610-6.710,” ujarnya dalam keterangan resmi Minggu (25/6).
Berikut trading plan yang perlu diperhatikan menggunakan analisis teknikal untuk 26-27 Juni 2023:
- (Beli) BRIS di area Rp 1.680 dengan target harga pada resistance di level Rp 1.750, serta pertimbangkan cut loss apabila break support di level harga Rp 1.610.
- (Beli) MAPI di area Rp 1.705 dengan target harga pada resistance di level Rp 1.780, serta pertimbangkan cut loss apabila break support di level harga Rp 1.650.
- (Beli) MDKA di area Rp 3.150 dengan target harga pada resistance di level Rp 3.350, serta pertimbangkan cut loss apabila break support di level harga Rp 3.000.
Pada pekan lalu IHSG dalam sepekan 19-23 Juni 2023 terkoreksi 0,87%. Melemahnya IHSG sejalan dengan performa indeks sektoral. Di mana dalam sepekan seluruh sektor ditutup pada zona merah. Sektor teknologi memimpin pelemahan sebesar 4,26%, disusul sektor kesehatan yang turun 1,60%.
Pada pasar ekuitas domestik asing melakukan jual bersih di seluruh pasar sebesar Rp 1,73 triliun. Jumlah transaksi pada pekan ini juga menurun dengan rata-rata harian sebesar Rp 8,29 triliun, dibandingkan dengan minggu sebelumnya 12-16 Juni 2023 sebesar Rp 9,94 triliun.
Katalis yang mempengaruhi pergerakan IHSG sepekan lalu datang dari eksternal dan domestik. Secara eksternal, pekan ini The Fed, melalui Jerome Powell di hadapan kongres memberikan pernyataan akan sikap hawkish yang masih berlanjut untuk menekan inflasi hingga di target 2%.
“Sehingga masih ada kemungkinan kenaikan 50 bps lanjutan hingga di akhir tahun 2023,” ucap Ratih.
Pernyataan ini sekaligus membuat sektor teknologi kembali melemah. Indeks Nasdaq dalam sepekan turun 1,75%, sejalan dengan pergerakan sektor teknologi di pasar saham domestik melemah 4,26%.
Sementara itu, tren suku bunga tinggi masih belum berakhir. Hal ini tercermin dari Bank Sentral Inggris (BoE) kembali menaikkan suku bunga pada periode Juni 2023 sebesar 50 bps menjadi di level 5%. Kenaikan suku bunga tersebut merupakan ke-13 kalinya secara beruntun, sekaligus menjadi yang tertinggi sejak krisis subprime mortgage tahun 2008.
Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) kembali mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate di level 5,75% untuk memastikan inflasi terkendali pada kisaran target 2%-4% hingga akhir tahun 2023.
Kebijakan BI ini untuk menjaga stabilitas moneter di tengah ketidakpastian ekonomi global, seperti tren suku bunga tinggi negara maju yang masih berlanjut. Level suku bunga BI yang tinggi ini berpotensi menahan konsumsi dan permintaan kredit nasional. Adapun emiten yang memiliki rasio leverage yang besar juga akan terdampak.