RHB Sekuritas Naikkan Target Harga Saham BCA ke Rp 10.900 per Lembar
RHB Sekuritas Indonesia menaikkan target harga PT Bank Central Asia Tbk atau BCA. Kenaikan menyusul performa kuartal tiga 2023 bank berkode saham BBCA tersebut yang sesuai ekspektasi, meski kenaikan belanja operasional mengurangi tren pertumbuhan pendapatan.
“Tetap beli, target harga baru Rp 10.900 dari Rp 10.700, potensi kenaikan 25% dan 3% dividen yield prediksi 2024,” tulis analis RHB Sekuritas David Chong dan Andrey Wijaya dalam risetnya dikutip Senin (23/10).
Pertumbuhan sehat BBCA menurutnya dapat berlanjut, didukung oleh jaringan transaksi yang unggul dan neraca yang solid. “Kami melihat cadangan modal dan provisi yang kuat terus mendukung valuasi price to book value (PBV) yang di atas rata-rata,” katanya.
“Kami mempertahankan asumsi laba, menaikkan target harga ke Rp 10.900, termasuk 4% premi ESG terutama setelah menggeser valuasi kami ke tahun 2024. Nilai intrinsik kami sebesar Rp 10.500 didasarkan 4,9x PBV,” tulisnya.
Performa BCA kuartal tiga 2023 sesuai ekspektasi dengan laba bersih mencapai Rp 12,2 triliun atau minus 3% secara kuartalan, namun naik 12% secara tahunan. Laba bersih hingga sembilan bulan 2023 mencapai Rp 36,4 triliun, melesat 26% secara tahunan atau 77% dan 75% dari perkiraan dan konsensus
Laba operasional pra-pencadangan hingga September 2023 setara dengan 75% dari perkiraan, tetapi dengan biaya kredit yang lebih rendah dari perkiraan. Di tingkat bank, return on equity tahunan naik ke 23,5% sementara rasio capital adequacy ratio stabil di 29,5% secara kuartalan.
Penurunan laba bersih disebabkan kenaikan belanja operasional 12% secara kuartalan, terutama biaya tenaga kerja serta biaya umum dan administrasi. Hal ini terkait dengan biaya IT, investasi IT, dan jaringan perbankan, serta peningkatan volume aktivitas dari online ke offline.
Pertumbuhan dapat melambat menjelang akhir tahun 2023 dan memasuki tahun 2024 karena beberapa investasi telah selesai. Pendapatan operasional naik 2% secara kuartalan dan net interest income meningkat 1%. Rasio efisiensi memburuk ke 38% tetapi provisi kredit dan biaya kredit secara umum stabil secara kuartalan.
Sementara momentum pertumbuhan kredit meningkat. Sesuai perkiraan, kredit tumbuh 4%. Kredit komersial (UKM) dan konsumen naik 3% secara kuartalan, sementara segmen korporasi naik 5% ditopang oleh sektor telekomunikasi, barang konsumsi bergerak cepat (FMCG), dan minyak.
Pertumbuhan kredit tahunan mencapai 10% dan BCA menargetkan untuk memenuhi target pertumbuhan 10% hingga 12%.
Pertumbuhan deposito mencapai 2% dan dana murah naik 1% sementara deposito berjangka naik 6% karena deposan beralih ke imbal hasil yang lebih tinggi. BCA mengatakan bahwa pergeseran ini akan kembali normal ketika suku bunga mulai turun, kemungkinan di tahun 2024.
Sementara net interest margin (NIM) tetap sehat. NIM stabil di 5,5%, sesuai dengan target NIM 5,5% hingga 5,6%. BCA masih dapat memenuhi targetnya karena likuiditas yang besar, relokasi ke kredit dengan imbal hasil lebih tinggi dari penempatan di Bank Indonesia (BI), dan penurunan tingkat bunga 35 hingga 50 bps di Agustus.
BCA juga tidak memperkirakan kenaikan suku bunga BI akan berdampak signifikan terhadap NIM. Kredit berisiko (LAR) turun ke 7,6% dari total kredit dari 8,7% di Juni 2023, sedangkan LAR coverage naik ke 67% dari 62% di akhir kuartal dua 2023. Biaya kredit sebesar 0,4%, yang menurut BCA dapat dipertahankan hingga akhir tahun, meski sedikit lebih rendah dari target 0,5% hingga 0,6%.
Pada perdagangan Jumat (20/10) saham BBCA ditutup naik 225 poin atau 2,57% ke Rp 8.975 per lembar. Sedangkan secara tahun berjalan saham BBCA telah naik 4,97%.
Menilik data RTI, pada pekan lalu saham yang paling banyak dijual investor asing adalah saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar Rp 1,1 triliun. Namun pada perdagangan Jumat (20/10), investor asing justru paling banyak berinvestasi pada bank swasta nasional terbesar Tanah Air ini sebesar Rp 79,3 miliar.