Terapkan Pajak Karbon, Mendag Lutfi Bakal Tuntut Uni Eropa
Uni Eropa berencana menerapkan pajak karbon sebagai biaya tambahan impor. Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi pun akan menuntut Uni Eropa atas penerapan pajak karbon tersebut.
"Saya dengan Ketua Umum Kadin (Kamar Dagang dan Industri) akan bicara bersama-sama dengan industri untuk kita tuntut di jalur hukum," kata Lutfi dalam konferensi pers virtual, Kamis (5/8).
Sebagaimana diketahui, pajak karbon itu dikenakan kepada produk yang mempunyai jejak karbon tinggi. Kebijakan itu belum ditetapkan dalam payung hukum yang sah, namun pergerakannya telah diimplementasikan di Benua Biru tersebut.
Lutfi pun menilai, penerapan pajak karbon akan menjadi tantangan besar bagi perdagangan tanah air. Kementerian Perdagangan pun tengah mengumpulkan data terkait penerapan pajak karbon tersebut.
"Kita merasa yakin bahwa ini bertentangan dengan kaidah-kaidah WTO (Organisasi Perdagangan Dunia)," ujar dia.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai Indonesia perlu segera melakukan transformasi sistem energi secara cepat. Jika terlambat, hal ini akan berdampak cukup besar bagi produk ekspor dari Indonesia kedepannya.
Sebagaimana diketahui, transisi energi dari fosil ke energi baru terbarukan di dalam negeri masih belum sesuai harapan.
"Kalau Indonesia tak cepat melakukan transformasi di sistem energi maka yang kami khawatirkan produk ekspor kita tidak lagi kompetitif karena akan dihitung carbon content-nya dan akan dikenakan pajak yang besar," ujarnya dalam sebuah acara diskusi virtual, Kamis (15/7).
Oleh sebab itu, upaya penurunan emisi gas rumah kaca yang serius sangat penting untuk segera dilakukan. Bukan semata-mata karena sektor kelistrikan dan transportasi saja, namun lebih kepada perekonomian nasional.
Selain itu, rendahnya realisasi pengembangan EBT di Indonesia juga akan berdampak pada investasi. Mengingat investor global saat ini sangat menaruh fokus pada sumber energi bersih bagi kegiatan usahanya.
"Perusahaan multinasional akan menggunakan green energy. Kalau listrik yang ada di Indonesia tidak memenuhi kebutuhan itu maka bisa jadi perusahaan akan menunda atau bahkan membatalkan investasinya di Indonesia," ujarnya.
Seperti diketahui, Uni Eropa berencana menerapkan kebijakan carbon border tax mulai tahun 2026. Namun, Uni eropa akan memberlakukan masa transisi pada 2023 hingga 2025 untuk memberikan kesempatan bagi importir melakukan proses pengawasan dan pelaporan terhadap komoditas-komoditas yang memiliki resiko kebocoran karbon tinggi.
Beberapa komoditas ekspor yang akan dikenai carbon border tax adalah besi dan baja, semen, pupuk, serta aluminium. Dengan Kebijakan carbon border tax , Uni Eropa berharap bisa mengurangi emisi karbon hingga 55% sampai pada 2030, dari posisinya pada tahun 1990.
Sejumlah negara sudah menentang keras rencana Uni Eropa tersebut. Cina, misalnya, menganggap langkah Uni Eropa tersebut sebagai tindakan unilateral dan bertentangan dengan prinsip perdagangan internasional.