Syarat PCR Dinilai Memberatkan Penumpang, Bisa Lebih Mahal Dari Tiket

Cahya Puteri Abdi Rabbi
15 September 2021, 17:03
tes pcr, pesawat,gerakan 3m
ANTARA FOTO/Fauzan/foc.
Seorang warga untuk memasuki ruangan untuk menjalani tes usap PCR di kawasan Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (19/8/2021). PT Angkasa Pura II dan Farmalab menurunkan tarif tes PCR di Bandara Soekarno Hatta dari Rp900 ribu menjadi Rp495 ribu sedangkan tes antigen menjadi Rp125 ribu setelah sebelumya seharga Rp200 ribu sesuai SE Kemenkes tentang batas tarif tes COVID-19. ANTARA FOTO/Fauzan/foc.

Pengamat transportasi Alvin Lie menyebut aturan wajib menyertakan hasil tes PCR bagi pelaku perjalanan udara menyulitkan calon penumpang. Selain persoalan biaya, calon penumpang pesawat juga  mengeluhkan waktu untuk mengetahui hasil tes PCR yang tidak singkat sehingga merepotkan.

“Banyak yang mengeluhkan bahwa biaya PCR lebih mahal daripada harga tiket transportasinya, untuk hasil tes juga banyak yang baru keluar setelah tiga hari, padahal masa berlaku tes hanya 2x24 jam sejak sampel diambil. Jadi kalau begini serba sulit,” kata Alvin dalam diskusi virtual, Rabu (15/9).

Pada pertengahan Agustus lalu, pemerintah sudah menurunkan biaya tes PCR menjadi Rp 495 ribu untuk wilayah Jawa-Bali dan Rp 525 ribu untuk Luar Jawa-Bali, dari sebelumnya sekitar Rp 900 ribu.

Namun, harga tersebut tetap bisa lebih mahal dibandingkan tiket pesawat terbang, misal untuk rute Jakarta-Yogyakarta  atau Jakarta-Semarang yang berada di kisaran Rp 400 ribu.

 Di luar syarat tes PCR, hal lain yang perlu disoroti adalah penggunaan aplikasi PeduliLindungi di bandara belum optimal. Sebab, tidak semua hasil tes penumpang pesawat otomatis masuk ke dalam aplikasi PeduliLindungi yang menyebabkan calon penumpang masih banyak yang harus melakukan validasi manual di bandara.

“Hal-hal seperti ini yang masih perlu ditingkatkan, untuk tidak saja membuat perjalanan ini lebih lancar tapi juga memudahkan pelacakan jika terjadi penularan,” katanya.

Selain transportasi udara, Alvin juga menyoroti keamanan dan pengawasan pada transportasi darat yang belum maksimal. Ia mengatakan, banyaknya jumlah armada transportasi darat seperti bus tidak sebanding dengan jumlah petugas yang jauh lebih sedikit.

Selain itu, jika pada perjalanan udara di bawah dua jam penumpang dilarang makan dan minum, namun pada transportasi darat aturan tersebut tidak diberlakukan, padahal saat ini sudah banyak bus yang melayani jalur lintas pulau yang memakan waktu perjalanan lebih lama dibanding perjalanan udara.

Hal-hal tersebut dikhawatirkan dapat meningkatkan penularan Covid-19 pada sektor transportasi.

 “Alat pengaman di dalam angkutan darat ini tidak sebaik di udara, bahkan pengawasannya juga relatif longgar. Di sinilah yang saya khawatirkan justru berpotensi tinggi dalam menularkan Covid-19,” ujarnya.

Oleh karena itu, ia mengharapkan kolaborasi dari seluruh pihak terkait, mulai dari pemerintah, operator transportasi hingga masyarakat untuk tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan. Juga, memperhatikan hal-hal penting seperti pengawasan dan keamanan dalam perjalanan guna mencegah penyebaran virus.

Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menegaskan aturan terkait syarat pelaku perjalanan di dalam negeri tidak ada perubahan perpanjangan masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali mulai 14 - 20 September mendatang.

Halaman:
Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi
Editor: Maesaroh

Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...