Cina Wajibkan Karantina bagi Awak Kapal, Kontainer Makin Langka

Cahya Puteri Abdi Rabbi
26 November 2021, 12:59
Cina, kontainer, Covid-19
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.
Truk peti kemas melintas di kawasan IPC Terminal Peti Kemas Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (26/10/2021).

Kebijakan nol Covid-19 di Cina telah melumpuhkan industri perkapalan. Kebijakan tersebut dinilai bisa memperlambat upaya pemulihan ekonomi dan berdampak pada krisis rantai pasok dunia.

Dalam upayanya untuk mencegah virus, Cina melarang pergantian awak kapal bagi awak kapal asing. Negara ini juga memberlakukan karantina wajib selama tujuh pekan untuk para awak kapal Cina yang baru kembali.

Bahkan, awak kapal asing diwajibkan menunggu selama dua minggu sebelum masuk ke pelabuhan Cina. Karena aturan tersebut, pemilik dan manajer kapal harus mengubah rute kapal, menunda pengiriman dan pergantian awak.

"Setiap pembatasan operasi kapal memiliki dampak akumulatif pada rantai pasokan, dan menyebabkan gangguan besar," kata Sekretaris Jenderal Kamar Perkapalan Internasional Guy Platten, dikutip dari The Strait Times, Jumat (26/11).

 Cina sebagai pengekspor terbesar dunia merupakan pusat utama bagi industri perkapalan. Cina juga merupakan negara terakhir yang menerapkan kebijakan nol Covid dengan penerapan langkah yang semakin ekstrem.

Sementara itu, di belahan dunia yang lain, kelangkaan pasokan mulai mereda di Amerika Serikat (AS), tetapi memburuk di Inggris.

Beberapa pelabuhan di Asia mulai berkurang kepadatannya, tetapi di California, kapal-kapal bermuatan masih menumpuk.

Oleh karena itu, para manajer dan operator kapal meminta Cina merelaksasi aturan untuk memprioritaskan awak dan pengapalan, karena pelaut menanggung beban terberat.

Direktur Pelaksana Singhai Marine Services Terence Zhao mengatakan, pembatasan terbaru di pelabuhan Cina mengharuskan para awak kapal dikarantina selama tiga minggu sebelum mereka kembali ke Cina, kemudian dua minggu lagi di pelabuhan kedatangan, dan dua minggu lagi di provinsi tempat tinggal mereka sebelum bertemu kembali dengan keluarganya.

 “Fokus utama pelabuhan adalah pada masalah karantina dan kesehatan. Peraturannya sangat sering berubah, tergantung pada situasi Covid setempat,” kata dia.

Bahkan, para awak kapal yang memerlukan pengobatan medis tidak diizinkan mendapatkan perawatan di Cina.

Krisis ini tak hanya dikeluhkan pengusaha ekspedisi namun juga berimbas kepada sektor lainnya.

Hal ini dikarenakan keterlambatan dan juga penambahan biaya yang kebanyakan dibebankan kepada konsumen.

Direktur operasi dan rantai pasokan global di Cargill Eman Abdalla mengatakan, saat ini pihaknya memiliki kapal yang mengalami demurrage (biaya keterlambatan). 

Ada beberapa kasus di mana penundaan terjadi dalam hitungan jam, tetapi ada juga kasus di mana penundaan bisa berlangsung hingga berhari-hari.

 Euronav, salah satu pemilik supertanker minyak terbesar di dunia, telah menghabiskan sekitar US$ 6 juta atau Rp 84 miliar untuk menangani gangguan terkait krisis pergantian awak. Termasuk untuk transit dan karantina serta tanggungan biaya perjalanan lainnya.

"Di masa lalu, cukup menyenangkan melakukan rotasi kru ketika kami berada di Cina. Sekarang, itu tidak mungkin dilakukan," kata CEO Euronav Hugo De Stoop.

Sebelumnya, kelangkaan kontainer sudah terjadi sejak awal pandemi Covid-19 melanda dunia.

Penyebab utama dari kelangkaan ini ketika Cina mulai memberlakukan lockdown, di mana pada saat normal banyak laden container yang bergerak masuk ke Cina utilisasinya menurun akibat volume ekspor negara itu yang juga turun.

Banyaknya kontainer yang menumpuk di Cina berpengaruh terhadap supply kontainer di negara-negara lainnya. 

 Arus pergerakan kontainer mengalami penurunan bahkan terhenti karena banyak kontainer yang menumpuk di negara tujuan dan tidak bisa kembali karena tidak ada produk yang dibawa.

Negara-negara produsen dari Asia seperti Cina, Jepang dan Korea Selatan mengirim produk untuk diekspor ke berbagai negara seperti di Amerika Serikat, Eropa, dan Australia.

Begitu sampai di negara tujuan, arus kontainer terhenti atau berjalan lamban karena tidak banyak produk yang bisa kembali diangkut ke negara asal.

Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi
Editor: Maesaroh

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...