Tiga Orang Meninggal dan 38 Terluka di Perayaan Setahun Kudeta Myanmar
Peringatan satu tahun kudeta militer di Myanmar dipenuhi demonstrasi dari dua kubu, yakni kubu pro-militer dan kubu anti-militer. Demonstrasi pada Selasa (1/2) itu diberitakan memakan korban jiwa.
Dilansir dari Channel News Asia, sebanyak dua orang meninggal dan 38 orang luka-luka akibat ledakan granat di sebelah timur Kota Tachileik saat kubu pro-militer selesai melakukan demonstrasi.
Pada saat yang sama, demonstrasi anti-kudeta dilakukan oleh kubu anti-militer di penjuru Myanmar.
Ledakan terjadi sekitar siang hari di sebelah timur provinsi Shan. Adapun, Shan merupakan salah satu wilayah yang secara komparatif memiliki jumlah kejadian kekerasan terkait kudeta dalam jumlah yang sedikit.
Sejauh ini, belum ada grup yang mengklaim aksi pelemparan granat itu. Saat ini, beberapa bagian Myanmar dikuasai oleh kubu anti-kudeta.
Pada pukul 16.00 waktu setempat, kubu anti-mililiter di penjuru Myanmar bertepuk tangan secara masal yang menentukan akhir aksi diam terhadap kudeta Myanmar yang terjadi pada 1 februari 2201. Puluhan orang yang mengikuti aksi tepuk tangan di Yangon ditangkap oleh aparat berwajib.
Pihak militer telah memerintahkan toko-toko untuk tetap menjalankan bisnis di Yangon dan Mandalay. Namun, lalu lintas di jalan kedua kota itu terpantau sepi.
Hal yang sama terjadi pada Desember 2021 saat jalan-jalan utama di seluruh kota di Myanmar kosong.
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Singapura menyatakan kecewa atas minimnya perkembangan penerapan konsensus lima poin Asean di Myanmar.
Adapun, poin pertama dalam konsensus itu adalah akan ada penghentian kekerasan yang segera dan seluruh pihak akan menahan tindak kekerasan yang tinggi.
"Singapura tetap sangat khawatir terkait situasi di Myanmar. Singapura juga meminta pembebasan semua tahanan politik, termasuk U Win Myint, Daw Aung San Suu Kyi, dan seluruh tahanan asing," seperti tertulis dalam rilis Kemenlu Singapura, Selasa (1/2).
Kemenlu Singapura menyatakan tetap berkomitmen dalam mendukung usaha ASEAN dalam meningkatkan situasi kemanusiaan di Myanmar. Selama 12 bulan kudeta, lebih ari 1.400 orang meninggal dan ribuan orang ditahan oleh pihak militer.
Pada saat yang sama, Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada mengumumkan sanksi terkoordinasi pada Myanmar pada Senin (31/1).
Sanksi diberikan pada pihak-pihak yang tergabung dalam penurunan Aung San Suu Kyi sebagai pemimpin Myanmar.
Beberapa pihak yang terkena sanksi adalah Jaksa Agung Myanmar Thida Oo, Ketua Mahkamah Agung Myanmar Tun Tun Oo, dan Ketua Komisi Anti Korupsi Myanmar Tin Oo. Ketiga pihak itu diduga memiliki motivasi politik saat memprosekusi Aung San Suu Kyi.
Adapun, Persatuan Bangsa angsa (PBB) menilai komunitas internasional harus melakukan hal lebih terkait kondisi di Myanmar. Masyarakat Myanmar dinilai berhak mendapat perlakuan lebih dari PBB.
"Faktanya, setelah 1 tahun berlalu tanpa menjatuhkan embargo senjata yang komprehensif oleh Resolusi Dewan Keamanan PBB selagi senjata terus mengalir ke pihak militer dan membunuh orang tak bersalah adalah hal yang tidak dapat diterima," kata Pelapor Spesial PBB untuk Myanmar Tom Andrews.
