Tiga Strategi LinkAja untuk Saingi ShopeePay hingga OVO
LinkAja mencatatkan transaksi dalam setahun terakhir hingga Rp 1,4 miliar. Perusahaan teknologi finansial atau fintech pembayaran ini pun akan terus memperbesar penetrasi pasarnya, termasuk menyiapkan tiga strategi dalam menghadapi para kompetitor, dari ShopeePay hingga OVO.
CEO LinkAja Haryati Lawidjaja mengatakan, strategi pertama yang dilakukan perusahaan yaitu fokus pada pasar di kota tier kedua dan ketiga. Kota di tier kedua atau rising urbanites ini misalnya Makasar, Denpasar, dan Semarang. Sedangkan, kota tier tiga atau slow adapters antara lain Magelang, Prabumulih, hingga Bangli.
Haryati mengatakan, perusahaan fokus pada pasar di area tersebut karena potensinya besar seiring masih banyak masyarakat yang belum terlayani oleh perbankan atau unbanked. “Harapannya betul-betul bisa memberikan akses ke mereka yang tidak punya akses keuangan,” kata Haryati dalam konferensi pers virtual pada Rabu (30/6).
Di area tersebut, LinkAja juga menyasar pasar super ultra-mikro. “Model usahanya lebih kecil lagi dari ultra-mikro, sesuai tujuan perusahaan,” katanya.
Strategi kedua yaitu dengan kolaborasi. Perusahaan akan menggandeng berbagai pihak mulai dari pemerintah daerah, pemerintah pusat, hingga ekosistem digital lainnya.
Ketiga, mengembangkan berbagai layanan, yang diterjemahkan hingga dalam produk, termasuk menggelar aneka promo dalam momen-momen khusus. “Saat ini kami masih sediakan produk pembayaran, ke depan kami sasar pembiayaan,” ujar Haryati.
Menurutnya, layanan pembiayaan produktif untuk membantu mitra atau merchant terus dikembangkan. Pada April lalu, perusahaan juga telah mengakuisisi platform fintech lending PT iGrow Resources Indonesia (iGrow) untuk memperluas layanan ke pembiayaan online.
LinkAja juga menggandeng bank-bank seperti BRI hingga Bank Mandiri guna menyalurkan pinjaman kepada merchant.
Dalam setahun terakhir, LinkAja telah mencatatkan transaksi Rp 1,4 miliar. Penggunanya hingga saat ini mencapai 71 juta orang. Sebanyak 74 % berada di kota tier kedua dan ketiga. LinkAja juga sudah menggaet 400 ribu merchant, dan layanannya tersedia di 480 kota dan 34 provinsi.
Berdasarkan riset dari NeuroSensum, LinkAja menempati posisi paling bawah untuk pangsa pasar platform fintech pembayaran. Riset tersebut menyatakan bahwa ShopeePay mendominasi pasar dompet digital Indonesia pada awal 2021.
ShopeePay mendapatkan menguasai pasar tertinggi sebesar 68 %. Kemudian OVO 62 %, DANA 54 %, GoPay 53 %, dan LinkAja 23 %. ShopeePay juga unggul dari sisi volume, yakni 29 % dari total transaksi. Lalu OVO 25 %, GoPay 21 %, DANA 20 % dan LinkAja 6 %.
Sedangkan nilai transaksi tertinggi dari belanja offline dan online yang menggunakan ShopeePay mencapai 33 %. Porsinya mengalahkan OVO 24 %, GoPay 19 %, DANA 18 %, dan LinkAja 6 %.
Secara frekuensi pun, pengguna bertransaksi dengan ShopeePay rata-rata 14,4 kali per bulan. OVO digunakan bertransaksi 13,5 kali per bulan, GoPay 13,1 kali, DANA 12,2 kali, dan LinkAja hanya 8,2 kali.
Kemudian 35 % responden mengaku bahwa ShopeePay merupakan bentuk dompet digital yang paling sering digunakan, disusul OVO 27%, GoPay 20%, DANA 14%, serta LinkAja 5%.
Survei NeuroSensum menjaring 1.000 responden pengguna aktif e-commerce berusia produktif 19-45 tahun di delapan kota besar di Indonesia. Riset dilakukan dari November 2020 hingga Januari 2021.
Research Manager Neurosensum Indonesia Tika Widyaningtyas mengatakan, ShopeePay menguasai pangsa pasar fintech pembayaran di Tanah Air karena terintegrasi dengan e-commerce Shopee. Banyak responden NeuroSensum yang beranggapan bahwa integrasi ShopeePay dengan Shopee memudahkan konsumen dalam berbelanja online.
“ShopeePay sangat digemari karena kemudahan dalam berbelanja online,” ujar Tika dalam konferensi pers virtual pada Meret lalu (2/3). “Apabila berbelanja dengan platform Shopee, transaksinya ada dalam satu aplikasi, dan mudahkan pengguna.”