Dampak Besar Pembukaan Batas Internasional di Bali

Made Handijaya Dewantara
Oleh Made Handijaya Dewantara
15 Oktober 2021, 07:00
Made Handijaya Dewantara
Ilustrator: Joshua Siringo Ringo | Katadata
Ratusan warga mengiringi arak-arakan bade atau menara usungan jenazah Ida Pedanda Nabe Gede Dwija Ngenjung saat upacara Ngaben di kawasan Sanur, Denpasar, Bali, Jumat (8/10/2021). Upacara Ngaben sebagai penghormatan terakhir terhadap mendiang Ida Pedanda Nabe Gede Dwija Ngenjung yakni seorang pemuka agama Hindu di Bali tersebut merupakan upacara Ngaben berskala besar pertama yang digelar selama masa pandemi COVID-19 setelah turunnya level PPKM di Bali dari level 4 berubah menjadi level 3. ANTARA FOTO/Nyoman

Setelah menunggu 19 bulan, destinasi wisata utama di Indonesia, Pulau Bali, akhirnya membuka perbatasan internasionalnya. Kabar penyejuk dahaga ini disambut antusias oleh pelaku pariwisata di Pulau Dewata itu.

Kemarin, 14 Oktober, Bali akhirnya benar-benar membuka terminal internasional mereka, setelah memperoleh restu pemerintah pusat. Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut B. Pandjaitan menyampaikan bahwa atas alasan keamanan, seluruh wisatawan internasional yang masuk ke Bali harus melalui delapan hari masa karantina, disertai dengan tes Covid-19 pada saat kedatangan dan akhir karantina.

Pemerintah tampak begitu berhati-hati dalam membuka destinasi utamanya. Bali dipilih menjadi daerah percontohan dengan memperhatikan tingkat vaksinasi yang sangat tinggi dibandingkan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia. Kehati-hatian pemerintah pusat ini mengingat kondisi Indonesia yang sempat menjadi episentrum penyebaran Covid-19 pada Juli 2021.

Setelah melalui masa sulit selama dua bulan, perlahan-lahan kasus Covid-19 pun melandai. Tepat saat pintu terminal kedatangan internasional Bandara Ngurah Rai dibuka, seluruh kabupaten/kota di Bali dinyatakan dalam zona hijau.

Pembukaan batas internasional Bali bagi pelaku perjalanan luar negeri menghadirkan makna esensial, tidak hanya bagi pemerintah Provinsi Bali dan pelaku sektor pariwisata, juga masyarakat Bali secara umum. Makna utama tentunya ditinjau dari sisi ekonomi.

Pariwisata dan pelayanan selama ini menjadi sektor andalan di sana. Provinsi ini menggantungkan 60 persen pendapatan domestik bruto (PDB)-nya dari industri ini. Lebih dari 42 persen penduduk Pulau Dewata juga bertumpu secara langsung pada sektor ini.

Ketika Bali ditutup bagi kedatangan pelaku perjalanan luar negeri selama sembilan belas bulan, dapat dibayangkan betapa banyaknya penduduk Bali yang kehilangan mata pencaharian. Dapat diterka betapa besarnya kerugian ekonomi yang diperoleh. Dan tentu saja, dapat dilihat dengan kasat mata, betapa masifnya bisnis yang terpaksa gulung tikar.

Pemerintah pusat akan membuka pintu kedatangan internasional Bali pada 19 negara. Lima di antaranya adala Tiongkok, Korea Selatan, Jepang, Selandia Baru, dan Uni Emirat Arab. Tiga negara yang disebutkan di awal secara konsisten duduk sebagai lima besar negara penyumbang wisatawan internasional terbesar di Pulau Dewata.

Di antara 19 negara yang lain, beberapa negara Eropa dan Australia juga akan turut serta menyusul. Hal ini akan memberikan makna keekonomian yang luar biasa bagi pemulihan industri pariwisata di Pulau Bali, pembukaan kembali mata pencaharian penduduk, dan tentu saja kesempatan usaha kecil dan menengah masyarakat yang kembali dapat bergeliat.

Beberapa pihak masih sangsi, akankah wisatawan internasional tetap berminat untuk berkunjung ke Bali ketika pintu kedatangan internasional dibuka. Kesangsian ini wajar muncul dikarenakan faktor kesehatan dan keselamatan masih menjadi konsiderasi bagi pelaku perjalanan luar negeri untuk berwisata.

Akan tetapi, secara konsisten, Bali selalu memuncaki poling yang diluncurkan oleh situs internet wisata. Trip Advisor, contohnya, menempatkan Pulau Bali sebagai World’s Most Popular Destination tahun 2021. Penghargaan ini mengandung makna bahwa citra destinasi (destination image) yang ada di benak para pelancong (travelers) tetap ajeg meskipun pandemi menerpa sejak awal tahun lalu.

Halaman:
Made Handijaya Dewantara
Made Handijaya Dewantara
Dosen Pariwisata Universitas Prasetiya Mulya; Ph.D. Candidate Griffith University – Australia

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...