Meneropong Akar Masalah PSC Gross Split

A. Rinto Pudyantoro
Oleh A. Rinto Pudyantoro
21 April 2019, 10:00
Rinto Pudyantoro
Ilustrator: Betaria Sarulina
Praktisi dan Penulis Buku Bisnis Hulu Migas, A. Rinto Pudyantoro

Production Sharing Contract (PSC) Gross Split (PSC GS) adalah model kontrak kerjasama pada bisnis hulu migas yang menggunakan pola pembagian hasil produksi dengan prosentase dan pelaksanaan pembagiannya dilakukan di awal, sebelum memperhitungkan biaya. Model ini mirip dengan model royalti, namun eksekusi program dan pelaksanaannya mengikuti kontrak kerjasama. 

Dengan tetap mempertahankan model kontrak kerjasama, maka pemerintah memiliki akses relatif leluasa untuk mengatur. Termasuk di antaranya mempertahankan prinsip dasar kontrak kerjasama, yaitu: kepemilikan sumber daya alam dan aset ada pada pemerintah, pengalihan risiko kepada investor dan mewajibkan investor untuk menyediakan dana.

Kehadiran PSC Gross Split salah satu tujuannya untuk menghilangkan perdebatan terkait cost recovery. Cara yang digunakan adalah dengan menghilangkan unsur cost recovery dalam pola pembagian hasil migas. Sebab cost recovery sering dicurigai sebagai pangkal persoalan, bahkan dituduh menjadi sarana untuk menyalahgunakan dana operasi migas. Sebagian lain memandang cost recovery seperti ‘dosa’.

(Baca: 18 Perusahaan Mengakses Dokumen Lelang Blok Migas 2019)

Publik dan praktisi perminyakan sering mengartikan bahwa PSC Gross Split adalah upaya untuk memperbaiki model PSC Cost Recovery (PSC CR). Tentu itu tidak seluruhnya benar. Namun pendapat tersebut mengarahkan setiap diskusi tentang PSC Gross Split akan dikaitkan dengan PSC Cost Recovery.

Mekanisme Perhitungan

Konsep PSC Gross Split yang menghapus cost recovery berarti menghilangkan tanggung jawab pemerintah dan SKK Migas untuk mengganti sebagian biaya operasi perminyakan yang biasanya ditanggung secara proporsional sesuai PSC Cost Recovery. Dengan hilangnya cost recovery  maka terhapus kewajiban SKK Migas untuk melakukan pengendalian dan pengawasan cost recovery.

Otomatis perdebatan tentang cost recovery akan terhenti. Tidak ada lagi tuduhan kepada SKK Migas ‘mempermainkan’ biaya, sebab tidak ada lagi uang negara yang terkait atau dikaitkan dengan biaya operasional perminyakan.

Sesuai dengan tujuan, pelaksanaan PSC Gross Split mampu menghilangkan dispute cost recovery yang sering muncul antara pemerintah dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) termasuk dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai auitor pemerintah.

Pemberlakuan PSC Gross Split juga memberikan keuntungan untuk menepis penilaian publik terhadap cost recovery yang seringkali ‘miring’. Dengan memberlakukan PSC Gross Split, pemerintah dan Kontraktor KKS tidak perlu lagi disibukkan untuk memberikan penjelasan tentang kenaikan cost recovery atau kemungkinan terjadinya penyimpangan.

Namun terhadap perlakukan biaya berdampak terhadap tambahan beban bagi Kontraktor KKS, dan sebaliknya menguntungkan pemerintah. Untuk menyeimbangkan ‘beban’, maka pemerintah melakukan beberapa upaya di antaranya dengan memperbaiki dan menambah aturan.

Permen ESDM Nomor 8 tahun 2017 direvisi dan diperbaiki dengan Permen ESDM Nomor 52 tahun 2017. Lalu untuk menjawab keraguan investor terhadap masalah perpajakan, dibuatkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2017. Dengan keluarnya beberapa peraturan tersebut diharapkan hasil kalkulasi akhir antara PSC Cost Recovery dan PSC Gross Split semakin berdekatan.

Prosentase pembagian antara PSC Gross Split dan PSC Cost Recovery sebenarnya memiliki sifat yang sama yaitu dua-duanya berfluktuasi. Tidak tetap dan sama sepanjang kontrak 30 tahun. Hanya yang membedakan adalah variabel yang berpengaruh. Dalam PSC Gross Split jauh lebih banyak variabel yang mempengaruhi dibandingkan dengan PSC Cost Recovery.

Pada PSC Cost Recovery prosentase pembagian akhir berfluktuasi ditentukan oleh tiga variabel yaitu volume lifting, cost recovery dan harga migas. Sedangkan dalam PSC Gross Split, prosentase akhir tidak dipengaruhi biaya operasi, tetapi dipengaruhi oleh variabel lainnya yaitu kondisi lapangan yang menunjukkan kemudahan dan kesulitan dalam operasi migas lapangan.

Penentuan kondisi lapangan berdasarkan Permen ESDM, diwakili dengan: status block, lokasi lapangan, kedalaman reservoir, kondisi infrastruktur, kondisi reservoir, kandungan CO2 dan H2S, API, serta kandungan lokal dalam pengadaan dan tahapan produksi.

Prinsip dasarnya adalah memberikan insentif terhadap kondisi yang sulit yang biasanya membutuhkan biaya lebih besar dengan cara menambahkan split. Sementara itu untuk kondisi lapangan yang lebih mudah berlaku sebaliknya, split dikoreksi (berlaku disinsentif) atau netral (tidak ditambah dan tidak dikurangi).

Tidak peduli model bisnis yang digunakan, sebenarnya hal yang wajar bagi operasional perminyakan dan Kontraktor KKS menghadapi ketidakpastian variabel-variabel tersebut. Biasanya ketidakpastian variabel tersebut diperhitungkan sebagai bagian dari risiko operasi.

Hanya saja pada PSC Cost Recovery, risiko operasi tersebut dikuantifikasi dalam bentuk biaya dan dimasukkan menjadi bagian dari cost recovery. Diperhitungkan sebagai beban bersama yang ditanggung secara proporsional oleh pemerintah dan Kontraktor KKS. Sedangkan dalam PSC Gross Split risiko yang dihadapi kontraktor yang menyebabkan peningkatan biaya yang akan dikompensasi dalam bentuk tambahan split.

Demikian juga untuk isu perpajakan. Pajak tidak langsung diatur dalam PSC Cost Recovery dengan prinsip assumed and dischared. Artinya, perusahaan dibebaskan dari pajak tidak langsung atau dengan kata lain bagian pemerintah sudah termasuk pajak-pajak tidak langsung.

Sehingga apabila kontraktor membayar pajak, misalnya PPN (pajak pertambahan nilai), maka supaya tidak double, kontraktor melakukan reimbursement. Meminta ganti kepada pemerintah melalui SKK Migas.

Halaman:
A. Rinto Pudyantoro
A. Rinto Pudyantoro
Dosen Ekonomi Energi Universitas Pertamina dan Penulis Buku Bisnis Migas
Editor: Yuliawati

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...