Vaksinasi Mandiri Lebih Murah Ketimbang Ongkos Pandemi
Para pengusaha yang bergabung dalam Kamar Dagang Indonesia meminta izin mendapatkan akses vaksin Covid-19 mandiri. Kementerian Kesehatan tengah menyiapkan payung hukum untuk vaksinasi secara gotong royong ini.
Pemerintah mensyaratkan vaksinasi mandiri ini harus diberikan secara gratis kepada pekerja. Tidak boleh ada potongan gaji atau pungutan dalam bentuk apapun.
"Kami bukan membeli vaksin lalu kami jual. Sama sekali tidak. Kami akan meberikan kepada pegawai secara gratis," kata Ketua Umum Kadin Rosan Perkasa Roeslani dalam wawancara dengan Ameidyo Daud dan Yuliawati dari Katadata.co.id, Jumat, 29 Januari 2021.
Rosan yang telah disuntik vaksin Bersama Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa pengusaha antusias menyambut rencana vaksinasi mandiri.
Ia menyebut biaya untuk vaksinasi mandiri sejatinya lebih baik ketimbang ‘ongkos pandemi’ yang ditanggung perusahaan akibat pembatasan sosial selama ini. Berikut kutipannya:
Pemerintah akan membuka akses vaksin mandiri melalui perusahaan bagi pekerja. Bagaimana pengusaha menyikapi dan mempersiapkannya?
Kami dari Kadin sudah diminta untuk melakukan pendataan. Pendataan ini ditujukan kepada para pegawai perusahaan, tetapi kami membuka opsi apabila ada perusahaan yang mau memberikan vaksinasi buat keluarga pekerja.
Pemerintah akan membuka akses bagi perusahaan untuk membeli vaksin, dengan syarat vaksin itu akan diberikan secara gratis bagi pekerja. Anda sebagai wakil dari pengusaha menyanggupinya?
Sudah jelas arahan dari pemerintah, ini harus gratis. Tidak boleh dibebankan dalam bentuk apapun kepada pekerja. Jadi tidak boleh misalnya kita potong gaji.
Apakah pemerintah juga menyiapkan sanksi jika ada pengusaha melanggar ketentuan?
Oh iya, itu pasti.
Berarti tidak ada ruang untuk jual beli vaksin?
Enggak lah, semua ini terdata dengan transparan. Semua penerima vaksin akan dicatat nomor induk kependudukan (NIK) dan data ini terintegrasi dengan BPJS kesehatan, degan Telkom. Kami mencoba semaksimal mungkin menutup ruang komersialisasi.
Apakah ada sektor industri tertentu yang akan didahulukan?
Sebetulnya tidak, kemungkinan kami akan melihat menurut faktor risiko, misalnya pada daerah zona merah. Tapi detailnya akan diatur dalam regulasi tersendiri oleh Kementerian Kesehatan.
Apakah Kadin dilibatkan dalam penyusunan regulasi tersebut?
Kami hanya memberikan masukan. Selama ini salah satu yang dibahas misalnya adalah vaksinasi gotong royong oleh perusahaan ini akan menggunakan merek yang berbeda dengan program pemerintah.
Kemudian, tidak boleh ada diskriminasi. Misalnya, perusahaan tidak boleh hanya memberikan pada level manager. Jadi harus secara keseluruhan. Hal-hal seperti itu.
Berikut adalah Databoks jenis vaksin yang dibeli pemerintah:
Dari sisi pengusaha, jika boleh memilih, apakah ada preferensi merek vaksin yang disasar?
Karena ketentuan pemerintah akan dibedakan, maka pasti kami tidak akan menggunakan Sinovac atau merek lain yang ada dalam daftar pemerintah.
Apa alasannya?
Mungkin supaya pendataannya lebih rapi saja. Jadi intinya kami ikut saja arahan dari pemerintah.
Kami kan mengajukan dua hal kepada pemerintah. Pertama, agar kami dapat membeli dari pemerintah. Kedua, apabila diizinkan kami mengimpor langsung dari produsennya.
Untuk opsi impor, kami sudah kontak dengan beberapa produsen. Mungkin nanti kami ambil ke Sinopharm, Novavax, atau Sputnik V Rusia.
Mereka menyampaikan bahwa kami boleh membeli asal pemerintah memberi izin. Dengan demikian, semuanya terpantau oleh pemerintah. Selain itu, semuanya harus tetap atas izin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Jadi semua aturan itu kami ikuti.
Ini sekaligus untuk menjawab kritik bahwa ini dapat mengurangi jatah vaksin gratis dari pemerintah dan dapat menyebabkan ketidakadilan ya, Pak?
Ya. Jadi program vaksinasi gratis ini kan tetap berjalan.
Selain itu, kami kan sudah bicara dengan produsen-produsen vaksin itu. Mereka kebanyakan juga perusahaan swasta, dan sebagian punya alokasi untuk bussiness to bussiness (B2B). Jadi, kalau kami dari dunia usaha tidak proaktif, ini diambil oleh pihak lain juga.
Jadi, menurut saya semua bisa berjalan beriringan. Vaksinasi gratis oleh pemerintah terus berjalan, dan vaksinasi mandiri juga jalan. Ini kan hanya suatu opsi dari kami kepada perusahaan. Kalau opsi ini tidak ada pun vaksinasi gratis tetap jalan, jadi bukan kanibalisme.
Dengan skema B2B ini harganya di atas pengadaan pemerintah?
Pemerintah akan menentukan harganya, bukan dari kami. Jadi pemerintah akan menentukan harga maksimum.
Jadi nanti akan ditentukan biaya masuknya berapa, kemudian biaya logistik berapa, distribusi berapa, vaksinator berapa. Semua akan diseragamkan agar tidak menjadi bola liar.
Tapi bukankah ini memberatkan karena perusahaan harus membeli vaksin, lalu memberikannya secara gratis bagi karyawan?
Buat perusahaan sebenarnya vaksinasi mandiri ini tidak memberatkan. Saya sudah bicara dengan asosiasi dengan perusahaan-perusahaan, responsnya luar biasa. Sebab, sekarang pun mereka sedang melakukan protokol kesehatan, di antaranya secara reguler melakukan rapid test yang sekali saja biayanya Rp 200-250 ribu. Belum lagi jika ada yang positif Covid-19, maka semua harus tes PCR, itu lebih mahal.
Menurut mereka, daripada berkali-kali tes, lebih baik vaksinasi aja. Biayanya juga lebih efisien karena vaksinasi paling tidak bisa buat setahun.
Selain itu, kami juga melihat vaksinasi ini bisa meningkatkan produktivitas. Sebab, kita tahu dengan adanya pembatasan sosial, kapasitas ruangan dibatasi hanya 50%. Dengan vaksinasi, industri akan kembali bisa beroperasi dengan kapasitas penuh.
Soal biaya berarti pengusaha sudah siap ya?
Siap, karena masuk ke dalam program CSR (corporate social responsibility) atau bagian dari operasional perusahaan.
Apakah yang sudah menyatakan tertarik untuk mengikuti vaksin mandiri ini perusahaan-perusahaan besar?
Perusahaan besar sangat semangat untuk mendaftar, terutama yang memiliki banyak pekerja. Tapi saya cukup kaget juga ketika beberapa waktu lalu melakukan sosialisasi, ternyata UMKM yang pekerjanya 5-10 orang ada yang mau ikut. Saya bilang boleh.
Jadi dari pengusaha ini sebenarnya upaya untuk mempercepat vaksinasi bagi pekerjanya ya? Sebab kalau memperhitungkan jadwal vaksinasi pemerintah, kemungkinan masih lama…
Betul, kalau program pemerintah sekitar 15 bulan sampai pertengahan 2022. Kami melihatnya kalau semakin cepat vaksinasi, akselerasi perekonomian juga semakin baik.
Berikut adalah Databoks timeline rencana vaksinasi Covid-19 oleh pemerintah, jika tidak melibatkan pengusaha:
Dengan adanya vaksin, orang akan lebih nyaman, lebih percaya diri untuk melakukan mobilitas dan kegiatan ekonomi. Ini akan berdampak pada permintaan, sehingga konsumsi juga meningkat. Kita tahu bahwa di Indonesia, sektor konsumsi itu menyumbang sekitar 56% dari produk domestik bruto.
Targetnya mulai kapan vaksinasi mandiri ini bisa berjalan?
Pemerintah menyampaikan bahwa vaksinasi untuk tenaga kesehatan, TNI, Polri atau frontliner ini harus berjalan dulu. Ini kan sudah berjalan, mungkin satu atau dua bulan lagi insyaallah sudah bisa berjalan vaksinasi mandiri.
Karena pendataan sudah dimulai, kira-kira berapa banyak pekerja yang dapat terjangkau oleh program vaksinasi mandiri oleh perusahaan ini?
Ini kan baru pendataan. Perkiraannya, pekerja sektor formal di Indonesia kan sekitar 40% dari angkatan kerja yang jumlahnya 130 juta orang, jadi 52 juta orang. Mungkin yang ikut setengahnya, 26 juta orang, atau setidaknya 20 juta pegawai.
Jadi perkiraannya dari sasaran vaksinasi pemerintah sebanyak 181 juta penduduk, yang 20 juta bisa ditanggung swasta. Apakah ini bisa mempercepat target vaksinasi dari 15 bulan menjadi satu tahun saja, sehingga selesai tahun ini?
Ya, satu tahun itu kan harapan yang disampaikan waktu saya bertemu dengan Bapak Presiden.
Kita tahu bahwa ada juga masyarakat yang tidak mau divaksin. Mereka bisa menolak vaksinasi oleh pemerintah. Kalau ini dilakukan lewat swasta, perusahaan bisa lebih mewajibkan itu.
‘Kan sudah dikasih gratis nih, you wajib, kan you kerja di sini. Kalau tidak, you bisa membahayakan orang lain.’ Mereka akan lebih dengar, percaya sama saya.