Kontroversi Revisi UU BI, Jokowi: Kebijakan Moneter Harus Independen
Dewan Perwakilan Rakyat tengah menggodok revisi Undang-Undang Bank Indonesia yang antara lain mengusulkan pembentukan dewan moneter hingga pengembalian fungsi pengawasan bank dari Otoritas Jasa Keuangan. Presiden Joko Widodo menegaskan kebijakan moneter BI tetap harus kredibel dan independen.
"Revisi UU BI itu inisiatif DPR. Pemerintah belum membahasnya, tetapi posisi pemerintah adalah kebijakan moneter BI harus kredibel dan independen," ujar Jokowi dalam pertemuan dengan pemimpin redaksi di Istana Bogor, Jumat (4/9).
Jokowi menekankan pemerintah, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan untuk bersama-sama menjaga stabilitas sistem keuangan. "Harus dilakukan hati-hati, hubungan BI dan OJK juga harus baik," katanya.
Adapun terkait berbagi beban atau burden sharing pemerintah dengan BI, menurut dia, akan berlanjut pada tahun depan. Namun, burden sharing yang berlanjut akan terbatas pada mekanisme pembelian siaga surat utang negara yang dilakukan bank sentral di pasar perdana.
"Burden sharing berupa penerbitan SUN tanpa lewat lelang dengan bunga 0% hanya sekali di tahun ini. Sedangkan burden sharing dengan BI menjadi pembeli siaga SUN di pasar perdana dilakukan tahun depan," katanya.
Hal tersebut juga dipertegas oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi video terpisah dengan media. Sri Mulyani mengakui masih ada landasan hukum yang perlu diperbaiki untuk memastikan regulator sistem keuangan dapat mengambil keputusan saat situasi genting krisis akiba pandemi Covid-19.
Sumber Katadata di pemerintah sebelumnya mengatakan akan terdapat perubahan mekanisme antar regulator sistem keuangan. Hanya saja, independensi BI dipastikan tak akan diganggu. Pembentukan dewan moneter seperti yang diusulkan oleh DPR kemungkinan tak akan dilakukan.
Dewan moneter sempat dibentuk pada masa orde lama. Saat itu, Bank Indonesia bekerja di bawah pemerintah dan kebijakan moneter ditetapkan oleh dewan moneter. Setelah krisis keuangan Asia, BI akhirnya mendapatkan independensi melalui Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999.
Masih menurut sumber, penataan ulang sistem keuangan dinilai penting lantaran belum diketahui seberapa dalam dan panjang krisis ekonomi yang akan dihadapi akibat pandemi Covid-19. Adapun meski BI tetap independen, fungsinya akan kembali ditegaskan yakni mendukung pertumbuhan ekonomi dan stabilitas moneter.
Pemerintah juga ingin memperkuat komite stabilitas sistem keuangan dan peran lembaga penjamin simpanan. Saat ini, KKSK hanya berfungsi sebagai koordinator sehingga menteri keuangan tak memiliki kewenangan yang bukan sekadar koordinasi untuk memanggil lembaga-lembaga lain. Padahal, ini penting dalam situasi mendesak.
Revisi Undang-Undang BI, OJK, dan Perbankan masuk dalam program legislasi nasional 2020-2024. Berdasarkan informasi dari situs DPR, ketiga revisi UU ini disiapkan oleh pemerintah dan DPR.
Selain ketiga revisi UU tersebut, ada pula rancangan undang-undang tentang pengembangan dan penguatan sektor keuangan atau omnibus law yang masuk dalam daftar prolegnas. RUU ini disiapkan oleh pemerintah.
DPR telah merampungkan draf awal revisi UU BI. Dalam rancangan awal yang disusun DPR itu, diusulkan pembentukan dewan moneter yang diketuai oleh Menteri Keuangan dan beranggotakan salah seorang menteri perekonomian, Guberur BI, Deputi Gubernur Senior BI, dan Ketua OJK.
Dewan Moneter bersidang sekurang-kurangnya dua kali dalam sebulan atau sesuai dengan kebutuhan yang mendesak. Adapun pembentukan dewan moneter ini bertujuan membantu pengambilan kebijakan moneter. Selain pembentukan dewan moneter, revisi undang-undang tersebut juga mengatur keterlibatan pemerintah dalam keputusan rapat dewan gubernur yang diadakan setiap bulan yang antara lain menentukan arah suku bunga acuan.
Pemerintah dapat mengirimkan perwakilan yakni seorang atau lebih menteri dibidang perekonomian yang memiliki hak bicara dan hak suara dalam rapat. Untuk itu, pasal 9 yang mengatur independensi BI atau melarang pihak lain ikut campur dalam keputusan bank sentral dihapus. Draf RUU ini memasukkan pasal terkait pengembalian wewenang pengawasan bank dari OJK ke BI.
Namun, Anggota Badan Legislasi DPR Hendrawan Supratikno mengatakan draft RUU tersebut masih rancangan awal atau mendapat masukan dari lembaga terkait. "Jadi masih terus dimatangkan dengan menyerap aspirasi para pihak terkait," kata Hendrawan.
Kendati demikian, menurut dia, revisi undang-undang sebenarnya membutuhkan waktu yang cukup lama yakni antara tiga hingga empat masa sidang atau satu hingga dua tahun. Untuk itu, DPR masih menunggu sikap pemerintah terkait reformasi sistem keuangan. "DPR masih menunggu sikap pemerintah akan memilih opsi revisi UU BI dan OJK, omnibus law, atau opsi perppu," ujarnya.