Dua Sisi Dampak Ekonomi dari Perang Rusia - Ukraina

Masyita Crystallin
Oleh Masyita Crystallin
5 Maret 2022, 09:00
Masyita Crystallin
Katadata | Joshua Siringo-ringo

Dalam upaya bersama menangani pandemi Covid-19 yang telah berlangsung dua tahun lebih, dunia kini juga menghadapi tragedi kemanusiaan di Eropa Timur. Rusia menginvasi Ukraina pada Subuh 24 Februari 2022. Suatu tragedi kemanusiaan yang tentu  memiliki dampak dari sisi ekonomi dan geopolitik.

Indonesia sebenarnya memiliki peran cukup signifikan di panggung global tahun ini melalui Presidensi G20. Salah satu yang utama adalah membantu menciptakan stabilitas perekonomian dunia. Sedangkan di dalam negeri, kita tetap perlu siaga dengan perkembangan dinamika global. Menjaga stabilitas dan optimisme perlu dilakukan untuk mengurangi tekanan dan kepanikan pasar.

Invasi Rusia atas Ukraina ini turut menambah tekanan bagi perekonomian global di tengah berbagai macam risiko lain, seperti normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat, terganggunya rantai pasok global yang memberikan tekanan pada harga komoditas terutama energi dan pangan, hingga masih berlangsungnya pandemi COVID-19.

Di tengah pemulihan ekonomi global yang tidak merata (uneven recovery), invasi tersebut merupakan suatu “perfect storm” bagi negara-negara berkembang yang masih berjuang untuk memulihkan perekonomiannya.

Dalam sistem keuangan dan logistik global yang semakin terintegrasi, konflik Rusia-Ukraina tersebut berdampak signifikan terhadap konstelasi perekonomian dunia. Dampaknya bagi  perekonomian domestik dapat dilihat dari sisi sektor keuangan hingga sektor riil.

Sehari setelah invasi, pasar saham di berbagai negara mengalami koreksi yang cukup signifikan. Indeks saham di bursa Rusia anjlok tajam hingga  33 persen dan memaksa otoritas setempat menutup bursa sahamnya hingga saat ini.

Sementara itu, nilai tukar Rupiah cukup terjaga meskipun terdepresiasi. Imbah hasil SBN pun masih terjaga pada level 6,5 – 6,6 persen. Depresiasi mata uang Rusia maupun Ukraina tidak berdampak langsung terhadap Rupiah. Namun jika nilai tukar lain yang signifikan bagi Indonesia seperti Yen dan Yuan yang mengalami depresiasi, sangat mungkin Rupiah akan terkena efek tular (contagion effect)

Kestabilan nilai mata uang dapat dipengarui oleh neraca modal (capital flows) dan neraca perdagangan. Dari sisi neraca modal ada dua yang utama, saham dan obligasi. Sejauh ini dari sisi saham, negara-negara Asia justru mendapatkan limpahan realokasi investor sehingga menerima aliran dana masuk. Bursa saham Asia, misalnya, cenderung menguat di awal Maret meski sempat mengalami koreski pada hari pertama terjadinya invasi.

Secara umum IHSG memiliki kinerja yang relatif kompetitif dengan kenaikan 5,3% sejak awal tahun hingga 4 Maret lalu. Kenaikannya lebih tinggi dari bursa saham Malaysia yang naik 2,3%, bursa Thailand (+1,2% ytd), bursa Singapura (+3,3% ytd), bahkan dari kinerja S&P 500 yang tumbuh minus 0,5% sejak awal tahun ini.

Tak cuma itu, Indonesia masih mendapatkan modal masuk ke pasar saham yang cukup besar, yakni inflow dari 21 Februari hingga 4 Maret lalu mencapai Rp 8,9 triliun.

Namun, di pasar obligasi terjadi aliran modal keluar pada periode yang sama (21 Februari hingga 4 Maret 2022), mencapai Rp11,9 triliun. Penyebabnya, berbeda dengan pasra saham, permintaan terhadap obligasi negara dari sisi global akan sangat dipengaruhi oleh kebijakan moneter negara maju, terutama bank sentral Amerika Serikat, The Fed.

Ada dua kemungkinan di sini. Pertama, The Fed akan menormalisasi ekspansi moneter dan meningkatkan suku bunga dibandingkan perkiraan sebelumnya untuk memerangi kenaikan harga-harga. Sebelum invasi Rusia pada 24 Februari lalu, inflasi di berbagai negara sudah sangat tinggi.

Sebagai contoh, inflasi di Amerika Serikat mencapai 7,5 persen, India 6 persen , Inggris 5,5 persen pada Januari tahun ini. Peningkatan harga-harga akibat konflik ini akan memperburuk kondisi inflasi global.

Jika The Fed meningkatkan suku bunga lebih cepat atau lebih drastis dari perkiraan sebelumnya, biasanya akan terjadi realokasi alami dari portofolio global keluar dari negara berkembang dan menuju safe-haven assets. Selain itu, jika The Fed mulai meningkatkan suku bunga, negara-negara berkembang pun mendapat tekanan untuk menjaga perbedaan suku bunga, yang pada akhirnya akan mempengaruhi aliran modal.

Kemungkinan kedua, jika perekonomian dunia terpukul oleh konflik Rusia-Ukraina sehingga mengubah trajektori pemulihan, dan ekonomi Amerika Serikat juga ikut terpengaruh, maka The Fed dapat menunda normalisasi. Kita lihat sejauh ini, konflik Rusia-Ukraina justru membuat imbal hasil US Treasury 10 tahun mencapai 1,71 persen per awal Maret, karena permintaan terhadap safe-haven assets justru naik dalam kondisi yang tidak pasti.

AKSI SERUAN SETOP OPERASI MILITER RUSIA TERHADAP UKRAINA
Aksi seruan setop operasi militer Rusia terhadap Ukraina (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.)

Dari sisi domestik, permintaan obligasi dari sisi retail masih tetap kuat, namun dari sisi perbankan akan mulai terjadi realokasi. Perbankan yang selama ini menahan penyaluran kredit di masa pandemi dan banyak mengalokasikan dananya untuk obligasi, akan mulai menyalurkan kredit seiring pemulihan ekonomi.

Keseimbangan antar permintaan dan penawaran obligasi perlu dijaga untuk menjaga stabilitas imbal hasil obligasi sehingga tidak meningkatkan cost of fund. Di saat yang bersamaan dengan pulihnya ekonomi dan penerimaan negara, maka kebutuhan pembiayaan juga akan berkurang.

Halaman:
Masyita Crystallin
Masyita Crystallin
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi; Sherpa Koalisi Menteri Keuangan untuk Aksi Iklim
Editor: Redaksi

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...